Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Bioetanol bisa jadi Lebih Mahal dari Pertalite

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 10 August 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
Harga Bioetanol bisa jadi Lebih Mahal dari Pertalite

KABARBURSA.COM - Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menyambut positif upaya pemerintah memperkenalkan bahan bakar nabati (BBN) alternatif pengganti Pertalite.

“Rencana pemerintah untuk memperkenalkan BBN jenis baru pengganti Pertalite berbasis bioetanol (E5) merupakan langkah yang menarik dan kompleks, terutama jika dikaitkan dengan program EV nasional dan konsep bauran energi,” kata Yannes ketika dihubungi Kabar Bursa, Kamis, 8 Agustus 2024.

Bioetanol disebut tidak hanya sekadar mengurangi emisi karbon, tapi juga berkaitan dengan upaya meningkatkan ketahanan energi karena berpotensi mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) fosil. Ia menilai, mempertahankan BBM impor hanya menguras devisa dan mengurangi kemandirian dalam memproduksi bahan bakar sendiri.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim bahan bakar alternatif pengganti Pertalite dan Pertamax yang terbuat dari fermentasi tetes (tebu) ini aman digunakan karena sudah dicoba diterapkan di banyak negara.

Oleh sebab itu, penggunaan bioethanol E5 jadi solusi mengurangi ketergantungan produk impor sekaligus mendorong kemajuan pertanian sawit di Indonesia. Karena, menurutnya, saat ini adalah waktunya sawit bangkit setelah lama dikekang oleh negara-negara maju seperti Uni Eropa.

“Ini juga menjadi jawaban Indonesia untuk komitmennya dalam menjawab tekanan negara barat untuk patuh pada Paris Sgreement dalam mengurangi polusi,” ujarnya.

Pengamat otomotif dari ITB itu juga menilai penggunaan bioetanol juga berpotensi membuka jalan bagi penggunaan produk mobil internal combustion engine (ICE) untuk memodifikasi sistem pembakarannya, baik untuk mobil baru dan lama.

Penggunaan bioetanol juga diharapkan dapat memenuhi berbagai kepentingan pelaku industri yang ada, dan juga berbagai kelompok masayrakat yang ada di Indonesia yang situasinya berbeda-beda di setiap wilayah, khususnya luar pulau Jawa.

Diprediksikan akan Lebih Mahal

Yannes memprediksi harga bioetanol akan lebih tinggi dari Pertalite. Karena, menurutnya, banyak faktor yang harus diperhitungkan untuk dapat menentukan harga, termasuk bahan baku, pengaruh harga CPO dan kurs rupiah terhadap dolar.

Faktor lain yang tidak kalah penting untuk menentukan harga adalah biaya produksi dan kebijakan pemerintah terkait subsidi.

“Secara teknis harga E5 mungkin akan sedikit lebih tinggi dari Pertalite. Hal ini disebabkan oleh biaya produksi bioetanol yang relatif lebih tinggi dibandingkan bensin. B30 atau B35 biaya produksinya juga lebih mahal dibandingkan solar murni (tanpa campuran biodiesel),” jelasnya.

Agar harga bahan bakar alternatif ini tidak terlalu mahal dan dapat terjangkau, ia berharap agar pemerintah memberikan subsidi untuk produk E5, B30, B35 dan B50.

“Bahkan B100 nanti tetap didukung subsidi kuat dari pemerintah, sehingga harga energi tersebut tetap terjangkau oleh masyarakat kelompok ekonomi menengah bawah yang menjadi motor penggerak ekonomi grass root di Indonesia untuk menjaga ketahanan ekonomi mereka,” ujarnya.

Keringanan Bea Masuk Komponen Pendukung

Sebelumnya, penggunaan bahan bakar alternatif buntuk B30 dan B35 sempat dikeluhkan pelaku usaha logistik karena harus keluar lebih banyak anggaran mengganti filter pendukung untuk B30.

“Untuk motor bakar diesel lama disarankan menggunakan filter bahan bakar yang direkomendasikan untuk B30/B35 dan mengganti seal dan selang bahan bakar terbuat dari bahan yang tahan terhadap biodiesel,” katanya.

Namun, di sisi lain, pemakaian aditif khusus biodiesel dapat membantu mencegah pembentukan gel dan menjaga kualitas bahan bakar.

Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah agar memberikan keringanan bea masuk untuk berbagai komponen impor fast moving hingga slow moving parts agar dapat kompatibel dengan bahan bakar alternatif tersebut.

“Intinya jangan terus-terusan membebani masyarakat ekonomi middle low. Kasihan sudah kebanyakan pungutan dan pajak, sementara ekonomi tidak naik-naik juga di kelompok ini,” pungkasnya.

Pemerintah Tetapkan Harga Bioetanol Rp15.100

Pada akhir Juli 2024 kemarin, Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) untuk Bahan Bakar Nabati, yakni biodiesel dan bioetanol, untuk bulan Agustus 2024.

Untuk biodiesel, harga yang ditetapkan adalah Rp12.382 per liter, sementara untuk bioetanol adalah Rp15.010 per liter.

Menurut informasi yang dipublikasikan melalui akun Instagram Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM pada Selasa, 30 Juli 2024, harga biodiesel sebesar Rp12.382 per liter belum termasuk biaya angkut.

Biaya angkut tersebut akan ditambahkan ke harga dasar yang telah ditetapkan.

Perhitungan Harga Indeks Pasar (HIP) untuk biodiesel dilakukan dengan rumus sebagai berikut: HIP = (Harga CPO KPB rata-rata + USD85/ton) x 870 kg/m³ + ongkos angkut.

Dalam perhitungan ini, harga CPO KPB rata-rata untuk periode 25 Juni 2024 hingga 24 Juli 2024 adalah Rp12.848 per kilogram.

USD85 per ton merupakan nilai konversi dari bahan baku CPO menjadi biodiesel, sedangkan 870 kg/m³ adalah faktor konversi dari kilogram ke liter. Ongkos angkut dihitung sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3.K/EK.05/DJE/2024.

Sementara itu, untuk perhitungan HIP bioetanol, digunakan rumus: HIP = (Harga tetes tebu KPB rata-rata periode 3 bulan x 4,125 kg/L) + USD0,25/L.

Dalam hal ini, harga tetes tebu KPB rata-rata untuk periode 15 Februari hingga 14 Juli 2024 adalah Rp2.647 per kilogram. Faktor 4,125 kg/L digunakan untuk konversi dari kilogram ke liter, dan USD0,25/L merupakan nilai konversi bahan baku menjadi bioetanol.