KABARBURSA.COM - Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede memprediksi pertumbuhan ekonomi di semester II tahun 2024 lebih rendah dari sebelumnya. Diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2024 berada di level 5,05 persen.
Josua memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di semester II ada di angka 5,04 persen. Dia menilai, pelambatan terjadi lantaran faktor pendorong di semester II 2024 tidak sebanyak periode sebelumnya.
“Pertumbuhan ekonomi di full year 2024 ini yang perkirakan 5,04 persen, memang kami melihat ada potensi perlambatan di semester kedua tahun ini,” kata Josua dalam acara ‘PIER Economic Review: Mid-Year 2024’ yang diikuti secara daring, Kamis, 8 Agustus 2024.
Diketahui, pada semester I tahun 2024, pertumbuhan ekonomi dalam negeri didorong oleh gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) hingga periode libur panjang pada momentum hari raya keagamaan.
“Sehingga akan memberikan dampak positif kepada pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Sementara di semester II, Josua menilai tak banyak momentum yang mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Kendati ada gelaran Pemilihan Kepala Daerah Serentak (Pilkada), dia menilai hal itu tidak akan berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi di semester II.
“Dampak dari Pilkada, namun kontribusinya terhadap performa nasional relatif lebih terbatas dibandingkan dampak dari Pileg dan juga Pilpres,” jelasnya.
Meski begitu, Josua meyakini laju pertumbuhan ekonomi dalam negeri tahun depan akan membaik seiring dengan perbaikan di berbagai sektor dan menguatnya konsumsi rumah tangga.
“Dengan catatan tadi bahwa ada pemulihan ataupun perbaikan dari sisi konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Di sisi lain, Josua juga menilai laju inflasi dalam negeri akan tetap terkendali di bawah 3 persen. Akan tetapi, dia mengingatkan, hal itu bisa terjadi jika pemerintah perlu menunda penetapan tarif cukai.
Diketahui, inflasi per bulan Juli 2024 berada pada level 2,13 persen, sedangkan berdasarkan kalender year-to-date, inflasi berada pada angka 0,89 persen. Adapun komoditas yang menyumbang inflasi utama diantaranya cabai rawit dan beras.
Josua menilai, penetapan tarif cukai mampu menyeret daya beli masyarakat kelas menengah lebih dalam. Hal itu akan berdampak pada meningkatnya laju inflasi dalam negeri.
Di sisi lain, dampak El Nino yang berangsur membaik juga cukup mendorong perbaikan inflasi dalam negeri. Dengan perbaikan dampak El Nino dan penundaan tarif cukai, Josua meyakini inflasi dalam negeri tetap terjaga di bawah 3 persen.
“Kami cukup optimis untuk inflasi tahun ini kalau kita mengamsumsikan pemerintah menunda melakukan pengenaan tarif cukai, kami melihat ada tadi inflasi akan tetap di bawah 3 persen,” jelasnya.
Sementara di sisi keseimbangan fiskal, Josua melihat ada kecenderungan meningkatnya pengeluaran di pemerintahan mendatang. Karenanya, dia menilai defisit fiskal di pemerintahan mendatang akan melebar dalam dua tahun mendatang.
Sementara dari sisi eksternal balance, Josua menilai ada kecenderungan penurunan surplus di sisi trade balance dan pelebaran current account deficit.
Di sisi lain, Josua menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di pertengahan tahun 2024 relatif lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara anggota G20.
Meski begitu, Josua menilai kebijakan ekonomi global turut mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota G20. Diketahui, pertumbuhan ekonomi dari dua negara besar, China dan Amerika Serikat (AS) mengalami perlambatan.
China, tutur Josua, mengalami perlambatan ekonomi di kuartal II tahun 2024 di bawah 5 persen. Dia menyebut, perlambatan ekonomi di China berdampak langsung kepada kinerja jalur perdagangan dan ekspor Indonesia.
“Kalau kita bandingkan sebenarnya secara umum, kalau kita bandingkan dalam grup G20 saja sebenarnya pertumbuhan sekitar 5 persen sampai dengan 5,1 persen secara umum masih cukup baik,” katanya.
Di kawasan benua Asia, tutur Josua, kinerja ekonomi terbesar dipimpin oleh India dengan rentang pertumbuhan di kisaran hingga 8 persen di tengah tensi geopolitik global sebagaimana yang terjadi antara Rusia-Ukraine yang disusul dengan naiknya harga komoditas.
Tingginya tensi geopolitik global juga telah direspons oleh Bank Indonesia (BI) dalam beberapa hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang melahirkan kebijakan moneter yang berdampak pada kinerja ekonomi di sektor riil dalam negeri.
Berdasarkan dara dari sejumlah lembaga ekonomi dunia, Josua mengungkap adanya konvergensi yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan akan lebih baik jika dibandingkan tahun ini kendati ekonomi global mengalami perlambatan, kususnya China dan AS.
Sementara di negara-negara Eropa dan Jepang, kata Josua, akan mengalami perbaikan kondisi di tahun depan. Dia menilai pertumbuhan ekonomi global terpantau variative yang dipengaruhi sentimen AS dan China yang cenderung melambat.
“Namun sebagian negara-negara seperti di ASEAN dan termasuk juga Indonesia ini akan cenderung membaik, plus ditambah lagi dengan Eropa dan juga Jepang,” tutupnya. (*)