KABARBURSA.COM - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa total nilai perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat mencapai 34,5 miliar dolar AS pada tahun 2023, mencatat surplus yang signifikan.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu Retno setelah mendampingi Presiden Joko Widodo dalam menerima surat kepercayaan dari duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (LBBP) dari berbagai negara sahabat, termasuk Amerika Serikat.
“Amerika Serikat merupakan mitra dagang utama bagi Indonesia. Nilai perdagangan kita melebihi 34,5 miliar dolar tahun lalu, dan kita mengalami surplus yang substansial,” ujar Menlu Retno kepada wartawan di Jakarta, Kamis 8 Agustus 2024.
Menlu Retno menjelaskan bahwa Amerika Serikat (AS) adalah salah satu mitra dagang utama Indonesia. Saat ini, pemerintah Indonesia sedang mendorong negosiasi mengenai perjanjian perdagangan mineral kritis (Critical Mineral Agreement) dan perpanjangan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dengan AS.
Selain hubungan dagang dengan AS, Indonesia juga mencatat surplus perdagangan dengan Rusia sebesar 3,3 miliar dolar AS sepanjang tahun 2023. Pemerintah sedang mendorong penyelesaian perundingan Indonesia-EU Russian Economic Union Free Trade Agreement yang diharapkan dapat meningkatkan perdagangan dengan Rusia dan negara-negara anggota Uni Eropa (UE).
Kementerian Luar Negeri juga mengundang sepuluh duta besar baru dari negara-negara sahabat untuk hadir dalam Trade Expo Indonesia, pameran perdagangan terbesar yang akan diadakan pada 9-12 Oktober di Jakarta.
“Kami juga akan membahas kerja sama dalam bidang pariwisata, konektivitas, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), dan berbagai aspek lainnya dengan sepuluh negara tersebut,” tambah Retno.
Kekhawatiran resesi di Amerika Serikat membuat indeks Dow Jones Industrial (DJI) terkoreksi tajam 494,82 poin atau 1,21 persen, ditutup di level 40.347,97. Koreksi ini mengakhiri tren naik jangka pendek yang berlangsung sekitar satu minggu menjelang pengumuman suku bunga The Fed.
Analis dari Komunitas Trader Saham RencanaTrading, Satrio Utomo atau Tommy, mengatakan sentimen negatif ini turut mempengaruhi pergerakan indeks di bursa utama kawasan Asia. Indeks Nikkei pagi ini turun 4,37 persen, sedangkan Indeks Hang Seng terkoreksi 2,02 persen.
“Resesi Amerika menyebabkan indeks di bursa Asia bergerak turun,” kata Tommy dalam Outlook hariannya kepada Kabar Bursa, Jumat, 2 Agustus 2024.
Tommy memperkirakan sentimen negatif ini juga akan menekan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hingga kemarin, IHSG masih berada dalam kisaran konsolidasi 7.210 – 7.345, meskipun candlestick terakhir menunjukkan tren naik jangka pendek. “IHSG hari ini diperkirakan bergerak bervariasi dengan kisaran utama antara suport 7.250 dan resisten 7.350,” jelasnya.
Level 7.210, lanjut Tommy, akan menjadi suport kedua untuk pergerakan IHSG hari ini. “Hanya penembusan suport kedua di 7.210 yang akan membuka ruang koreksi tambahan pada perdagangan minggu depan,” pungkasnya.
ebelumnya langkah The Fed untuk mempertahankan suku bunga, ditambah sinyal penurunan suku bunga mulai September, direspons positif oleh pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia. Tommy mengatakan meskipun terdapat berita negatif dalam negeri seperti turunnya Purchasing Managers’ Index atau PMI Manufacturing ke level 49,30–yang menandakan kontraksi pada sektor manufaktur–serta kinerja buruk yang dilaporkan oleh United Tractors (UNTR), pelaku pasar tidak terdorong untuk melakukan aksi jual.
“IHSG bergerak naik 70,223 poin atau 0,968 persen, ditutup pada level 7.325,99,” kata Tommy kepada KabarBursa, Kamis, 1 Agustus 2024.
Tommy menjelaskan, kenaikan ini didukung oleh saham-saham dengan kapitalisasi pasar besar atau big caps perbankan serta rebound pada saham-saham sektor konstruksi. Penutupan IHSG pada level 7.325,99 ini menandakan bahwa IHSG kembali berada dalam tren naik jangka pendek, meskipun potensi kenaikan masih belum terlalu jelas.
Lebih lanjut Tommy menerangkan turunnya PMI Manufacturing di bawah 50 menunjukkan kegiatan ekonomi sedang mengalami kontraksi. Kondisi ini mengingatkan pada periode Juli – Agustus 2021, ketika Indonesia masih dalam fase akhir pemulihan Covid-19. Menurut dia, di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, pertumbuhan ekonomi terlihat berada dalam ancaman.
“Meski, Pelaku Pasar sepertinya lebih memilih untuk merespons kemungkinan penurunan suku bunga ke depan, baik dari The Fed maupun dari Bank Indonesia,” kata Tommy.
The Fed sebelumnya memutuskan untuk mempertahankan suku bunga di level 5,5 persen sesuai dengan perkiraan analis. Dalam sesi tanya jawab, Chairman The Fed Jerome Powell membuka kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan September. Kabar ini mendorong rebound di pasar saham AS, dengan S&P 500 naik 1,58 persen, Nasdaq naik 2,64 persen, dan Dow Jones Industrial hanya naik tipis 0,24 persen.
Menurut Tommy, reaksipasar terhadap keputusan The Fed terlihat bervariasi di Asia. Pada pukul 08.30 WIB, kemarin, Indeks Nikkei terkoreksi 3,0 persen, sementara Hang Seng naik tipis 0,24 persen. Analis menilai bahwa reaksi pasar terhadap hasil Federal Open Market Committee atau FOMC cenderung berhati-hati atau netral.(*)