KABARBURSA.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak Vietnam untuk meningkatkan dan memperluas kerja sama di bidang perikanan, khususnya dalam budidaya tuna dan rumput laut.
"Saya mengundang investor dari Vietnam untuk berinvestasi dalam budi daya tuna dan rumput laut di Indonesia," kata Trenggono saat bertemu dengan Wakil Menteri Pertanian dan Pengembangan Pedesaan Vietnam, Phung Duc Tien, di Bali, Senin, 5 Agustus 2024.
Menurut Trenggono, sebelumnya KKP telah melakukan kerja sama budidaya lobster dengan Vietnam. Kerja sama tersebut telah diterapkan di Jembrana, Bali, dan saat ini masih berada dalam tahap pemeliharaan yang berlangsung selama tiga bulan.
Trenggono mengatakan, sistem budi daya lobster di Jembrana dilaksanakan dengan mengadopsi teknik yang diterapkan di Vietnam berupa penggunaaan kerangkeng dan pemeliharaan pada kedalaman 15 hingga 20 meter.
Selain itu, tata cara perlakuan penanganan benih bening lobster, penyegaran kembali, seleksi dan kontrol kualitas benih bening lobster dari nelayan di Instalasi Karantina Ikan sebelum ditransportasikan lagi pada unit budi daya.
"Saya mengucapkan terima kasih atas dukungan Kementerian Pertanian dan Pengembangan Pedesaan Vietnam atas kerja sama pengembangan perikanan di Indonesia, khsusnya komoditas lobster," ujar Wahyu Trenggono.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pertanian dan Pengembangan Pedesaan Vietnam, Phung Duc Tien menyatakan siap untuk mengimplemeikan kerja sama budi daya perikanan di komoditas tuna dan rumput laut dengan penandatangan perjanjian kerja sama.
Menurut Phung, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam produk budi daya perikanan tuna dan rumput laut.
"Kami akan siapkan draf kerja sama untuk pengembangan budi daya tuna dan rumput laut," kata Phung.
Beberapa waktu lalu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa selama sepuluh tahun terakhir, Indonesia tetap menjadi pemain utama dalam pasar ekspor rumput laut kering untuk konsumsi dan bahan baku industri. Namun, ekspor produk hilir rumput laut yang memiliki nilai tambah masih belum menunjukkan pertumbuhan signifikan.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menjelaskan bahwa ekspor rumput laut didominasi oleh rumput laut kering dengan proporsi sebesar 66,61 persen. Sedangkan produk olahan rumput laut, seperti karagenan dan agar-agar, hanya mencapai 33,39 persen.
"Rumput laut olahan seperti karagenan dan agar-agar masih cukup rendah, hanya 33,39 persen," ungkap Putu dalam acara Business Matching Industri Pengolahan Rumput Laut dengan Industri Pengguna di Jakarta, Selasa, 25 Juni 2024.
Sepanjang tahun 2023, Indonesia memproduksi sekitar 10,7 juta ton rumput laut basah. Dari jumlah tersebut, sebesar 77 persen digunakan dalam industri makanan dan minuman, sedangkan 23 persen lainnya digunakan untuk industri farmasi, kosmetik, dan sektor lainnya.
"Industri ini perlu lebih adaptif terhadap perubahan dan perkembangan pasar," ujar Putu.
Menurut laporan ‘The Global Seaweed: New and Emerging Market Report’ tahun 2023, terdapat potensi pasar baru untuk produk hilir rumput laut yang diperkirakan akan berkembang pada tahun 2030 dengan nilai mencapai USD 11,8 miliar.
Produk hilir rumput laut meliputi biostimulan, bioplastik, aditif pakan hewan, nutraseutikal, protein alternatif, farmasi, dan tekstil.
"Diharapkan pengembangan dan inovasi produk dapat mendorong hilirisasi rumput laut menjadi produk potensial tersebut," jelas Putu.
Untuk meningkatkan daya saing dan optimalisasi hilirisasi industri rumput laut dalam negeri, Kemenperin bekerja sama dengan berbagai kementerian dan lembaga melalui berbagai program dan kebijakan sesuai arahan Presiden untuk mempercepat hilirisasi industri rumput laut nasional.
Selain itu, Kemenperin berkomitmen untuk meningkatkan hilirisasi komoditas rumput laut melalui diversifikasi produk olahan rumput laut, mendorong kerjasama antara industri pengolahan rumput laut dengan industri pengguna, serta program sertifikasi TKDN dan restrukturisasi mesin atau peralatan bagi industri pengolahan rumput laut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menyoroti potensi besar pemanfaatan rumput laut di Indonesia dan pentingnya industri ini untuk masa depan ekonomi maritim Indonesia.
Saat menyampaikan pidato di ulang tahun HIPMI ke-52 di Jakarta, Senin, 10 Juni 2024, Luhut mengungkapkan bahwa seperti halnya nikel, rumput laut juga memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.
"Dalam konteks rumput laut, kita adalah negara terbesar di dunia, sama seperti dengan nikel," katanya.
"Rumput laut ini memiliki potensi besar, terutama bagi generasi muda yang ingin mencoba terjun ke dalam bisnis ini," ujarnya.
Selain itu, Luhut juga menyoroti potensi besar sektor kemaritiman yang masih belum banyak dieksplorasi. Meskipun kontribusinya masih kecil, peluangnya sangat besar.
Ia menyarankan generasi muda untuk tidak hanya fokus pada industri batu bara yang tengah mengalami pengawasan yang lebih ketat.
"Ikuti peluang di sektor kemaritiman. Jangan hanya fokus pada batu bara yang pengawasannya semakin ketat. Peluang di sektor kemaritiman sangat besar," ujar Luhut.
Dalam konteks bisnis, Luhut menekankan bahwa rumput laut dapat dikembangkan menjadi berbagai produk, seperti bioethanol, plastik biodegradable, dan pupuk organik.
Selain itu, ia juga menyoroti keberlangsungan lingkungan dan mengungkapkan bahwa rumput laut menjadi fokus program pemerintah ke depan.
"Saat ini, rumput laut telah diakui sebagai bahan ramah lingkungan. Potensinya untuk dijadikan bioethanol, plastik biodegradable, pupuk organik, dan produk lainnya sangat besar. Ini menjadi fokus program pemerintah ke depan," jelasnya.
Tidak hanya itu, Luhut juga mengungkapkan bahwa pemerintah sedang melakukan negosiasi dengan Uni Eropa terkait ekspor mineral dan produk turunannya.
Uni Eropa, yang sebelumnya melaporkan Indonesia ke WTO, kini bersedia bernegosiasi dengan syarat Indonesia tetap membuka jalur ekspor.
"Kami tengah melakukan negosiasi dengan Uni Eropa terkait ekspor mineral dan produk turunannya. Mereka yang sebelumnya melaporkan kita ke WTO, sekarang bersedia bernegosiasi dengan syarat kita tetap membuka jalur ekspor," tegas Luhut. (*)