KABARBURSA.COM - Indeks literasi keuangan di sektor perbankan mencapai 64,05 persen, menandakan peningkatan signifikan dalam pemahaman keuangan masyarakat.
"Khusus terkait dengan indeks untuk perbankan, kami sampaikan bahwa indeks literasi keuangan di perbankan ini sebesar 64,05 persen sangat tinggi, sementara tingkat literasi perbankan syariah sebesar 34,58 persen," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, di Jakarta, Selasa 6 Agustus 2024.
Indeks tersebut menunjukkan bahwa 64 dari 100 orang yang disurvei telah memahami keuangan perbankan dengan baik. Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2024, indeks inklusi di perbankan tercatat sebesar 68,88 persen, sedangkan indeks inklusi perbankan syariah sebesar 8,7 persen.
Friderica menuturkan bahwa salah satu faktor utama tingginya indeks literasi di perbankan adalah pengenalan produk-produk keuangan perbankan sejak usia dini. Produk keuangan perbankan juga dikenal sederhana, mudah diakses, dan memiliki jangkauan yang sangat luas.
"Kami mengimbau masyarakat sejak usia dini untuk mulai melakukan inklusi keuangan melalui kepemilikan rekening," ujarnya.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil SNLIK tahun 2024, indeks literasi keuangan masyarakat tercatat sebesar 65,43 persen, dan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen. Sementara itu, indeks literasi keuangan syariah mencapai 39,11 persen, dan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen.
Indeks literasi keuangan sebesar 65,43 persen mencerminkan bahwa dari 100 orang yang disurvei dalam rentang usia 15-79 tahun, terdapat 65 orang yang telah memahami keuangan dengan baik atau memenuhi lima aspek yang diukur: pengetahuan, keterampilan, keyakinan terhadap lembaga jasa keuangan, serta sikap dan perilaku keuangan.
Namun, meski indeks literasi keuangan masyarakat tinggi, masih banyak warga yang terjebak dalam modus penipuan (scam). Menurut Friderica, hal ini disebabkan oleh perilaku masyarakat yang sering kali kalah dengan keserakahan dan keinginan cepat mendapatkan keuntungan besar.
Oleh karena itu, penguatan literasi dan pemahaman keuangan harus dibarengi dengan penguatan regulasi dan penegakan hukum yang dilakukan secara kolaboratif oleh semua pihak.
"Kami selalu ajarkan prinsip 2L, legal dan logis, kepada masyarakat," ujarnya. Masyarakat juga diajarkan untuk tidak memberikan data identitas pribadi secara sembarangan agar tidak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sejak 2017 hingga Juni 2024, OJK telah memblokir total 9.889 entitas ilegal, terdiri dari 1.367 investasi ilegal, 8.271 pinjaman online (pinjol) ilegal, dan 251 gadai ilegal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar para guru harus memiliki pemahaman dasar tentang keuangan.
Hal ini penting karena guru dapat menularkan pengetahuan tersebut kepada murid-muridnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, banyak guru yang belum memahami produk dan jasa keuangan, termasuk cara membedakan produk keuangan yang ilegal.
“Guru berpendidikan, tetapi belum tentu memahami edukasi keuangan,” katanya usai acara Training of Trainers bagi Guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dalam rangka Hari Pendidikan Nasional, Senin, 20 Mei 2024.
Friderica menambahkan bahwa guru harus mempelajari prinsip legal dan logis dalam menilai tawaran jasa keuangan.
Para pelaku kejahatan keuangan sering kali menawarkan produk yang tampak seperti layanan resmi. Guru harus memeriksa legalitas lembaga keuangan ke OJK dan menilai apakah tawaran tersebut masuk akal.
“Kadang-kadang karena temannya ikut, logisnya berbeda. Bukan logis dari segi return, tapi karena teman saya sudah mendapatkannya. Padahal itu mungkin skema ponzi,” lanjutnya.
Friderica, yang akrab disapa Kiki, juga menyatakan bahwa banyak guru menjadi korban aktivitas keuangan ilegal.bBegitu juga dengan mahasiswa rentan terjerat karena kebutuhan yang tinggi.
Kiki menekankan pentingnya literasi digital dan keuangan agar tidak mudah terjebak produk keuangan yang tidak tepat.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Guru Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Rachmadi Widdiharto mengatakan, kementeriannya telah berupaya meningkatkan kesejahteraan guru. Ia berharap, ke depan guru memiliki literasi finansial yang lebih baik sehingga bisa bijak, hati-hati, waspada, dan mampu memilah kebutuhan dari keinginan.
Riset No Limit Indonesia 2021 menunjukkan bahwa guru adalah korban utama pinjaman online ilegal dengan persentase 42 persen, diikuti oleh korban PHK sebesar 21 persen, ibu rumah tangga 18 persen, karyawan 9 persen, pedagang 4 persen, pelajar 3 persen, tukang pangkas rambut 2 persen, dan ojek online 1 persen.
Di kesempatan itu, OJK juga mengungkapkan bahwa banyak insan pendidikan, termasuk guru, menjadi korban aktivitas keuangan ilegal, khususnya pinjaman online (pinjol) ilegal.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menjelaskan bahwa guru, pelajar, dan mahasiswa sering melaporkan masalah ini kepada OJK.
“Banyak kebutuhan konsumtif membuat mereka terjerat pinjol ilegal,” kata Friderica.
Di acara itu, beberapa guru berbagi pengalaman pahit mereka dengan produk jasa keuangan ilegal. Salah satu guru, Arlin, menerima telepon saat mengajar, diberitahu bahwa ia telah mendaftarkan asuransi kesehatan.
Meski meminta pembatalan, ia tetap menerima tagihan sebesar Rp3 juta. Karena menolak membayar, Arlin diteror melalui telepon dan bahkan didatangi di sekolahnya. Akhirnya, ia membayar tagihan tersebut.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.