Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekspor dan Konsumsi Topang Pertumbuhan Ekonomi RI Q2-2024

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 06 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Ekspor dan Konsumsi Topang Pertumbuhan Ekonomi RI Q2-2024

KABARBURSA.COM –Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk kuartal II tahun 2024 yang mencapai 5,05 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Salah satu pilar utama penopang pertumbuhan ini adalah konsumsi domestik dan kinerja ekspor.

Berdasarkan data dari BPS, kinerja ekspor, menurut Edy, tumbuh sebesar 8,28 persen yoy sepanjang kuartal II tahun 2024. Pada kuartal sebelumnya, kinerja ekspor berada di angka 7,73 persen.

Kinerja ekspor ini didukung oleh komoditas migas dan non-migas seperti batu bara, nikel, perhiasan, serta mesin dan peralatan listrik. Edy juga menyebut bahwa kinerja ekspor jasa meningkat seiring dengan bertambahnya kunjungan wisatawan mancanegara.

“Ekspor jasa turut didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke dalam negeri,” ujar Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, Moh. Edy Mahmud, pada Senin, 5 Agustus 2024.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi juga didorong oleh peningkatan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) di kuartal II tahun 2024. Edy menyatakan bahwa pertumbuhan PMTB dipacu oleh naiknya investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Menurut data BPS, PMTB tumbuh sebesar 4,43 persen yoy. Namun, secara tahunan, PMTB tahun ini mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai 4,63 persen.

“Sub-komponen PMTB yang mencatat pertumbuhan tinggi adalah mesin dan perlengkapan serta bangunan,” tutup Edy.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,93 persen yoy. Pertumbuhan ini didorong oleh perayaan hari besar keagamaan dan meningkatnya mobilitas masyarakat seiring dengan periode libur panjang.

“Sub-komponen rumah tangga yang mencatat pertumbuhan tinggi adalah transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel,” kata Edy.

Daya Beli 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, konsumsi rumah tangga pada kuartal II-2024 memang di bawah pertumbuhan nasional, hanya sebesar 4,93 persen.

Namun, kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap dominan, mencapai 54,53 persen. Airlangga menekankan bahwa dibandingkan dengan negara lain, daya beli atau konsumsi Indonesia masih relatif tinggi.

“Jika dibandingkan dengan negara lain, angka ini cukup tinggi, dan kontribusinya masih dominan, dengan konsumsi mencapai 54,53 persen dari total PDB,” ujar Airlangga di kantornya, Jakarta, Senin 5 Agustus 2024.

Beberapa sektor usaha yang terkait konsumsi rumah tangga, menurut Airlangga, masih tumbuh tinggi di atas pertumbuhan PDB nasional sebesar 5,05 persen per kuartal II-2024. Di antaranya sektor akomodasi dan makanan minuman yang tumbuh 10,17 persen, serta transportasi dan pergudangan yang tumbuh 9,56 persen.

“Konsumsi ini tentu kemarin kita didorong Ramadhan, Idul Fitri, dan kegiatan mobilitas masyarakat, termasuk kegiatan-kegiatan di hotel, restoran, dan cafe,” ujar Airlangga

Selain itu, inflasi tetap terkendali di kisaran 2 persen, seiring dengan kenaikan inflasi inti. Airlangga juga menyoroti bahwa impor barang konsumsi masih tumbuh sekitar 12 persen, mencerminkan likuiditas perekonomian yang memadai, penyaluran kredit yang meningkat, serta okupansi hotel di atas 50 persen.

“Jadi kalau kita banyak bicara inflasi, inflasi inti kita mendekati 2 persen, kredit konsumsi naik 10,4 persen, impor barang konsumsi 12 persen, peredaran uang (M2) tumbuh 7,2 persen, dan tingkat okupansi hotel 54 persen,” ungkap Airlangga.

Sebagaimana diketahui, konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 4,93 persen (year on year/yoy) pada kuartal II-2024. Meskipun masih menjadi pendorong utama perekonomian, konsumsi rumah tangga tetap berada di bawah 5 persen dalam tiga kuartal terakhir.

Namun, jika dibandingkan dengan kuartal II-2023, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga menurun karena pada saat itu masih mampu tumbuh 5,22 persen. Dibanding kuartal I-2024, pertumbuhannya pun stagnan karena pada periode tersebut tumbuh 4,91 persen.

Deflasi 

Sebelumnya, BPS menyebut penurunan daya beli masyarakat bukan faktor utama di balik deflasi yang terjadi secara beruntun di Indonesia. Sebaliknya, BPS menyebut deflasi justru disebabkan oleh melimpahnya pasokan di pasar.

Diketahui, BPS mencatat bahwa Indonesia kembali mengalami deflasi pada Juli 2024 sebesar 0,18 persen (month-to-month/mtm). Deflasi ini menandakan Indonesia telah mengalami penurunan harga secara umum selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei lalu.

“Kalau karena suplai pasokan pasar dari komoditas yang cukup di pasar dan kemudian ini yang menyebabkan penurunan harga karena meningkatnya pasokan ini tidak bisa langsung disimpulkan ini penurunan daya beli, justru deflasi ini terjadi karena pasokan yang melimpah,” kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis, 1 Agustus 2024.

Amalia menjelaskan bahwa peningkatan suplai terutama terjadi pada ketersediaan bahan makanan bergejolak atau volatile food. Komponen harga pangan bergejolak ini sangat mempengaruhi tingkat inflasi secara umum.

Dalam beberapa waktu terakhir, rapat pengendalian inflasi yang diadakan setiap pekan sangat memperhatikan ketersediaan pasokan pangan bergejolak di pasar. Salah satu bahan makanan yang disoroti adalah bawang merah dan cabai. Ketika pasokan kedua komoditas ini ditambah, harganya turun dan menyumbang pada deflasi.

“Harga cabai dan bawang merah ternyata menjadi penyebab terjadinya inflasi harga barang. Inilah yang menyebabkan deflasi untuk komponen makanan dan minuman, atau secara umum menjadi penyumbang deflasi pada harga pangan bergejolak,” ujar Amalia.

Deflasi bulan Juli disebabkan oleh turunnya harga bahan pangan bergejolak. Sementara itu, kenaikan harga tercatat pada komponen biaya sekolah, seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru. (*)