KABARBURSA.COM –Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja mengungkapkan bahwa rasio non-performing loan (NPL) atau kredit bermasalah di sektor perbankan domestik mengalami penurunan tipis. Data terbaru dari OJK menunjukkan bahwa rasio NPL gross perbankan mencapai 2,26 persen pada bulan Juni 2024.
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa angka ini menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,34 persen.
“Kualitas kredit tetap stabil dengan rasio NPL gross perbankan di angka 2,26 persen, menurun dari 2,34 persen pada bulan Mei,” jelas Dian dalam konferensi pers virtual pada Senin, 5 Agustus 2024.
Di sisi lain, OJK mencatat rasio NPL net sale perbankan berada pada 0,78 persen, sedikit menurun dari 0,79 persen pada bulan Mei. Sementara itu, loan at risk (LaR) perbankan juga menunjukkan tren positif dengan penurunan menjadi 10,51 persen, dari sebelumnya 10,75 persen pada Mei. Angka ini semakin mendekati level pra-pandemi yang tercatat sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.
Dalam segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), OJK melaporkan adanya perbaikan signifikan. Pada Juni 2024, rasio NPL UMKM menunjukkan kemajuan positif dibandingkan beberapa bulan terakhir, menandakan peningkatan kualitas kredit di sektor ini.
“Adapun NPL gross UMKM menurun menjadi 4,04 persen, di mana Mei yang lalu tercatat sebesar 4,27 persen dengan LaR kredit UMKM juga mengalami penurunan menjadi 13,50 persen, Mei yang lalu sebesar 13,83 persen. Dari tahun sebeblumnya sebesar 16,84 persen,” jelasnya.
Dian menuturkan, fungsi intermedia industri perbankan juga mengalami tren positif pada Juni 2024. Hal itu tercermin dari pertumbuhan penyaluran kredit yang tumbuh dua digit per Juni 2024 sebesar 12,36 persen.
“Pertumbuhan penyaluran kredit melanjutkan catatan double digit growth sebesar 12,36 persen yoy, yang (bulan Mei) sebelumnya 12,15 persen yoy,” jelasnya.
Secara month to month (mtm), kata Dian, penyaluran kredit tumbuh 1,39 persen menjadi sebesar Rp7,478 triliun. Dian menuturkan, pertumbuhan kredit ditopang oleh invesatsi sebesar 15,09 persen yoy.
Selain itu, pertumbuhan kredit juga ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi dengan masing-masing pertumbuhannya sebesar 11,68 dan 10,80 persen per Juni tahun ini.
OJK mencatat, penurunan profitabilitas bank sepanjang tahun ini. Penurunan ini sejalan dengan meningkatnya suku bunga dana pihak ketiga (DPK). Sementara itu, suku bunga dasar kredit (SBDK) tetap stagnan, tidak mengikuti kenaikan bunga deposito. Kredit modal kerja dan konsumsi mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu, hal ini disebabkan oleh prioritas bank dalam menjaga kualitas kredit. Demikian penjelasan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan pada Juli 2024.
Dian melanjutkan bahwa strategi menjaga kualitas kredit tersebut berdampak pada margin bunga bersih atau net interest margin bank, yang tergerus dari 4,8 persen pada Juni 2023 menjadi 4,57 persen pada periode yang sama tahun ini. Meskipun demikian, rasio return on assets (ROA) tetap tinggi, mencapai 2,66 persen pada Juni 2024, naik dari 2,56 persen pada Mei lalu. Ini menunjukkan bahwa kinerja perbankan tetap resilient dan stabil, didukung oleh rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 26,18 persen.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar menuturkan, tingkat permodalan dan likuiditas industri jasa keuangan dalam negeri tetap stabil kendati tinsi perang dagang dan geopolitik bergejolak.
“Sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai di tengah ketidakpastian global akibat meningkatnya tensi perang dagang dan geopolitik, serta normalisasi harga komoditas global,” kata Mahendra dalam konferensi persnya yang diikuti secara daring, Senin, 5 Agustus 2024.
Mahendra menyebut, perekonomian dalam negeri terpantau memiliki kinerja yang positif dan stabil dengan tingkat inflasi yang terjaga.
“Kinerja perekonomian nasional masih cukup positif dan cenderung stabil dengan tingkat inflasi yang terjaga, serta berlanjutnya surplus neraca perdagangan,” jelasnya.
Kendati demikian, Mahendra mengingatkan adanya ancaman di balik tren menurunnya harga komoditas yang termoderasi pada kinerja di sektor impor. Untuk menanggulangi dampak tersebut, OJK sendiri mengaku akan mencermati dinamika perekonomian global seiring dengan kondisi fluktuasi komoditas ekspor.
“Oleh karena itu, lembaga jasa keuangan agar tetap mencermati faktor-faktor tersebut secara berkala,” kata dia.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN), Nixon Napitupulu, menyatakan bahwa meskipun likuiditas saat ini tersedia, biayanya tinggi akibat dampak suku bunga yang tetap tinggi. “Likuiditas aman, tidak ada masalah likuiditas. Namun, harganya naik. Jika ditanya apakah likuiditas ketat, definisi ketat itu kan pesannya tidak ada. Likuiditas ada, tapi harganya naik,” kata Nixon beberapa waktu lalu. (*)