Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

BI Tambah Likuiditas Perbankan jadi Rp280 Triliun di 2024

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 03 August 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
BI Tambah Likuiditas Perbankan jadi Rp280 Triliun di 2024

KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) berencana untuk meningkatkan likuiditas perbankan melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), dengan target total mencapai Rp280 triliun hingga akhir tahun 2024.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan bahwa tambahan ini akan meningkatkan jumlah likuiditas dari posisi Juni 2024 yang sebesar Rp255,8 triliun menjadi Rp280 triliun. "Kami berencana untuk meningkatkan jumlah ini hingga Rp280 triliun di akhir tahun, naik dari Rp255,8 triliun pada Juni 2024," kata Perry dalam konferensi pers KSSK III 2024.

Perry menekankan bahwa penambahan insentif likuiditas ini tergantung pada performa penyaluran kredit perbankan. Insentif ini ditujukan untuk bank-bank yang aktif dalam menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas seperti hilirisasi mineral dan batu bara, pertanian, perkebunan, pariwisata, perumahan, UMKM, serta sektor-sektor ramah lingkungan.

Oleh karena itu, BI terus melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). "Kami bekerja sama dengan OJK untuk mendorong penyaluran kredit. OJK memastikan bank-bank menyalurkan kredit, sedangkan BI menambah likuiditas sepanjang kredit disalurkan ke sektor-sektor prioritas. Ini adalah bagian dari kebijakan makroprudensial kami," jelasnya.

Antara Maret dan Juni 2024, BI telah menambah insentif likuiditas sebesar Rp91 triliun, meningkatkan total dari Rp165 triliun pada Maret menjadi Rp255,8 triliun pada Juni. Penambahan ini termasuk kenaikan insentif untuk bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang meningkat dari Rp82 triliun pada Maret menjadi Rp118,4 triliun pada Juni, atau sebesar Rp36,4 triliun.

Bank swasta nasional juga mengalami kenaikan dari Rp64,8 triliun pada Maret menjadi Rp108,9 triliun pada Juni, naik sebesar Rp44,1 triliun. Bank Pembangunan Daerah (BPD) mendapat tambahan insentif sebesar Rp9 triliun, meningkat dari Rp15,9 triliun pada Maret menjadi Rp24,9 triliun pada Juni. Sementara itu, kantor cabang bank asing hanya mengalami kenaikan Rp1,3 triliun, dari Rp2,3 triliun pada Maret menjadi Rp3,5 triliun pada Juni.

Berdasarkan data OJK, likuiditas perbankan pada Juni 2024 tetap memadai dengan rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) masing-masing tercatat sebesar 112,33 persen dan 25,37 persen, jauh di atas ambang batas yang ditetapkan, yaitu 50 persen dan 10 persen. Risiko kredit juga terjaga dengan baik, dengan rasio non-performing loan (NPL) net dan NPL gross yang tetap rendah, masing-masing berada di level 0,78 persen dan 2,26 persen, masih di bawah batas ambang yang ditentukan.

BSPI 2030

Lebih lanjut, Perry mengatakan, Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030 fokus pada penguatan infrastruktur, inovasi hingga rupiah digital. "Kita harus lanjutkan BSPI 2019-2025 ke 2030. Ada lima inisiatif yang disingkat 4I-RD, yaitu infrastruktur, industri, inovasi, internasional, dan rupiah digital," ujarnya.

Perry mengatakan BSPI 2030 mengusung lima inisiatif sebagai tindak lanjut dari Visi BSPI 2030, yaitu infrastruktur, industri, inovasi, internasional, dan rupiah digital, atau disingkat 4I-RD.

Pada inisiatif infrastruktur, dilakukan modernisasi infrastruktur untuk semakin meningkatkan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat dalam bertransaksi melalui sistem pembayaran digital.

"Kita terus memodernisasi infrastruktur ritel yaitu BI-FAST, tentu saja harus kolaborasi nanti kita akan bangun, juga meng-invite industri retail payment supaya betul-betul bersama dengan policy maker Bank Indonesia," ujarnya

Inisiatif industri terkait dengan konsolidasi struktur melalui penataan akses dan entry policy sesuai profil risiko pelaku, penguatan manajemen risiko, dan reformasi regulasi.

Sementara, inisiatif inovasi berorientasi pada upaya menjamin keseimbangan antara inovasi dengan pelindungan konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat secara kolaboratif.

Sedangkan inisiatif internasional diarahkan pada perluasan konektivitas pembayaran antarnegara dengan menjaga kepentingan nasional melalui perluasan cakupan kerjasama QRIS antar negara dan interkoneksi sistem pembayaran ritel maupun wholesale.

Rupiah Digital berorientasi pada penguatan kapabilitas melalui eksperimentasi sekuritas digital untuk berbagai kasus penggunaan di pasar keuangan.

"Mari kita konsolidasi industri kita. Perbankan digital tetap menjadi center tetapi interlink dengan nonbank apakah kepesertaan atau yang lain tapi everybody harus on board sesuai dengan kemampuan manajemen, digital technology, maupun kapabilitas sumber daya manusia," ujarnya.

Aliran Modal Asing

Adapun BI melaporkan bahwa aliran modal asing masuk bersih di pasar keuangan domestik dari 1 Januari 2024 hingga 1 Agustus 2024 mencapai Rp143,08 triliun.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, menjelaskan bahwa nilai tersebut terdiri dari modal asing keluar bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp28,04 triliun dan di pasar saham sebesar Rp2,20 triliun, sedangkan modal asing masuk bersih di Sekuritas Rupiah BI (SRBI) mencapai Rp173,32 triliun.

Dalam periode transaksi dari 29 Juli hingga 1 Agustus 2024, aliran modal asing bersih ke Indonesia tercatat sebesar Rp10,27 triliun. Rinciannya mencakup Rp5,77 triliun di pasar SBN, Rp2,19 triliun di SRBI, dan Rp2,31 triliun di pasar saham.

Untuk semester II-2024 hingga 1 Agustus 2024, nonresiden tercatat melakukan pembelian bersih di SRBI sebesar Rp42,97 triliun dan di pasar SBN sebesar Rp5,92 triliun, meskipun terjadi penjualan bersih di pasar saham sebesar Rp2,54 triliun.

Erwin juga menyampaikan bahwa premi risiko investasi atau premi credit default swaps (CDS) untuk Indonesia dengan tenor 5 tahun pada 1 Agustus 2024 tercatat sebesar 75,81 basis poin (bps), meningkat dari 72,95 bps pada 26 Juli 2024. Imbal hasil atau yield SBN Indonesia tenor 10 tahun turun menjadi 6,79 persen pada 2 Agustus 2024, sementara yield surat utang AS tenor 10 tahun juga menurun menjadi 3,976 persen pada 1 Agustus 2024.

BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan guna mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia. Langkah-langkah ini penting untuk menjaga stabilitas dan daya tarik pasar keuangan domestik dalam menghadapi tantangan global. (*)