Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Peningkatan Aktivitas Digital Sektor Keuangan dan Risikonya

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 02 August 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Peningkatan Aktivitas Digital Sektor Keuangan dan Risikonya

KABARBURSA.COM - Peningkatan aktivitas digital tidak hanya memberikan kemajuan signifikan dalam sektor keuangan, tetapi juga membuka peluang bagi peningkatan kasus penipuan yang merugikan konsumen dan merusak kepercayaan pada sistem keuangan digital.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung, menyoroti masalah ini dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital dan Karya Kreatif Indonesia (FEKDI x KKI 2024), Kamis, 1 Agustus 2024.

Menurut data Bank Indonesia perihal Digital Payment Infinity: The Future of Seamless Transaction, transaksi pembayaran digital telah mencapai Rp60 ribu triliun, dengan 33 juta merchant QRIS, di mana 90 persen di antaranya adalah UMKM. Namun, derasnya inovasi dalam sistem pembayaran yang semakin kompleks membutuhkan mitigasi risiko yang lebih kuat. Risiko siber dan fraud menjadi tantangan besar yang harus dihadapi.

"Kasus-kasus penipuan dapat merugikan konsumen dan merusak kepercayaan pada sistem keuangan digital," ujar Juda Agung.

Kejahatan siber dan penipuan data pribadi telah menjadi ancaman nyata seiring dengan arus digitalisasi yang masif di berbagai sektor. Selain itu, Juda juga menekankan pentingnya inklusi keuangan. Meskipun banyak kemajuan telah dicapai dengan adanya digitalisasi, masih ada sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan keuangan digital.

"Inklusi keuangan masih menjadi tantangan besar, dan program edukasi serta literasi keuangan digital sangat diperlukan," jelasnya.

Bank Indonesia telah meluncurkan blueprint sistem pembayaran Indonesia atau BSPI 2030, yang bertujuan untuk mengembangkan sistem pembayaran yang inovatif dan inklusif sambil memastikan risiko-risiko yang berpotensi muncul dapat termitigasi. BSPI 2030 menekankan pada lima inisiatif utama, yaitu Infrastruktur, Industri, Inovasi, Internasional, dan Rupiah Digital.

Penggunaan teknologi biometrik seperti pemindaian sidik jari, pengenalan wajah, dan teknologi biometrik lainnya diharapkan dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam transaksi. Di sisi lain, teknologi kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin (ML) akan memainkan peranan penting dalam memberikan layanan yang lebih personal dan mencegah terjadinya penipuan.

"Penggunaan AI dalam mendeteksi penipuan akan menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya kasus fraud," kata Juda.

Juda melanjutkan, teknologi blockchain juga diharapkan dapat menawarkan transparansi dan keamanan yang lebih tinggi, yang kini banyak digunakan dalam mata uang digital dan penciptaan central bank digital currency (CBDC) atau rupiah digital.

Dalam rangka memperkuat perlindungan konsumen, kata Juda, Bank Indonesia terus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengedukasi masyarakat tentang literasi keuangan digital. Program-program edukasi dan literasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat agar dapat menggunakan layanan digital secara bijak dan aman.

Menurut Juda, Bank Indonesia juga telah menerbitkan peraturan terkait dengan keamanan dan ketahanan siber untuk memastikan bahwa pengguna layanan digital merasa aman dan terlindungi. "Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memperkuat keamanan siber guna memastikan bahwa pengguna layanan digital merasa aman," ujarnya.

Sampai saat ini, Bank Indonesia juga terus mengedepankan kolaborasi dengan kementerian dan lembaga, regulator, asosiasi, serta industri untuk memastikan terjadinya perlindungan konsumen yang komprehensif. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mendorong terwujudnya consumer confidence dan market confidence.

Juda pun mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam berinovasi membangun masa depan ekonomi dan keuangan digital yang lebih inklusif, aman, dan berdaya saing. Dia mengutip perkataan Steve Jobs, "Innovation distinguishes between a leader and a follower (Inovasi membedakan antara seorang pemimpin dan seorang pengikut).”

Korban Kejahatan Siber Banyak dari Kaum "Kepompong"

Pakar keamanan siber dari Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) mengungkapkan korban kejahatan siber terkait keuangan seperti model klik aplikasi biasanya terjadi pada kaum "kepompong". Istilah ini merupakan kependekan dari "kepo" (ingin tahu berlebihan) dan "rempong" (ribet atau repot).

"Kalau dapat aplikasi, misalnya, cek paket. Dia langsung 'rempong', siapa yang kirim. Atau dapat undangan, langsung 'siapa yang menikah aduh jangan mantan'. Dia klik," kata Ketua Komite Keamanan Siber Perbanas, Wani Sabu, Jumat, 2 Agustus 2024.

Menurut Wani, hal ini berbeda dengan model penipuan masa lalu seperti "mama minta pulsa". Model klik pun beragam, mulai dari klik aplikasi atau tautan untuk memeriksa kiriman barang dan surat undangan. Namun, uang tak serta merta hilang dari rekening hanya dengan satu kali klik.

"Saat seseorang melakukan klik pada satu link, biasanya sistem operasi di ponsel akan memberikan informasi bahwa link atau aplikasi yang akan diklik berbahaya. Tetapi karena rasa 'kepo', seseorang tetap melakukan klik terus-menerus dan akhirnya memberikan akses pada penjahat siber untuk mengakses rekening," jelasnya.

"Biasanya Android akan memberi tahu aplikasi ini berbahaya. Tetapi karena kita 'kepo', diklik 'ok'. Diberi peringatan jangan di-'download' karena aplikasi ini tidak resmi, tapi diklik 'yes'. Yes, ok," imbuhnya.

Wani menegaskan tindakan ini pada akhirnya memberikan akses kepada penjahat siber untuk mengakses rekening. Penipuan ini tidak hanya terbatas pada aplikasi atau tautan berbahaya, tetapi juga seringkali mengatasnamakan lembaga negara seperti BPJS Kesehatan. "Hati-hati kalau ada telepon yang mengatakan bahwa BPJS untuk membeli narkoba. Jangan percaya. Biasanya mereka membuat kita takut. Pura-pura ada telepon, membuat percaya itu BPJS," terangnya.

Wani juga mengingatkan masyarakat agar benar-benar memahami hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan kala sudah masuk ke dunia transaksi digital. "Ini mengingat adanya potensi orang-orang di luar sana yang menginginkan uang melalui cara ilegal," katanya. (*)