Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Perbankan Revisi Target 2024, Ternyata ini Penyebabnya

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 02 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Perbankan Revisi Target 2024, Ternyata ini Penyebabnya

KABARBURSA.COM - Semester I-2024 menjadi cermin bagi sejumlah perbankan untuk mengevaluasi kembali target mereka tahun ini. Beberapa bank bahkan memutuskan untuk merevisi target setelah melihat pencapaian di paruh pertama 2024.

Dalam paparan kinerja semester I-2024, Bank Mandiri mengumumkan perubahan target pertumbuhan kredit. Menariknya, Bank Mandiri justru optimis bahwa pertumbuhan kredit akan lebih tinggi dari target awal.

Awalnya, mereka menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 13 persen hingga 15 persen. Namun, sejalan dengan pertumbuhan kredit yang per Juni 2024 sudah mencapai 20,46 persen YoY, target kini dinaikkan menjadi 16 persen hingga 18 persen.

Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, menyatakan revisi tersebut dilakukan karena momentum kredit sedang sangat baik, terutama kredit korporasi yang selama ini menjadi andalan mereka.

“Pertumbuhan kredit kami didorong oleh segmen wholesale yang tumbuh 27 persen year-on-year di tengah permintaan yang masih kuat dari nasabah segmen ini,” ujar Darmawan, Rabu 31 Juli 2024 lalu.

Selain itu, Darmawan juga melihat kredit ritel turut mampu menopang pertumbuhan hingga akhir tahun. Kredit ritel Bank Mandiri tumbuh 10,8 persen YoY, lebih tinggi dari industri yang hanya tumbuh 8,6 persen YoY.

“Strategi pertumbuhan di segmen ritel dilakukan dengan pendekatan ekosistem, serta melalui sektor unggulan di masing-masing wilayah, melalui distribusi channel kami, baik cabang maupun platform digital,” jelasnya.

BTN menggunakan kesempatan revisi Rencana Bisnis Bank (RBB) di semester I-2024 dengan mengubah target pertumbuhan laba. Perbankan pelat merah ini lebih konservatif dalam melihat kinerja di sisa enam bulan 2024.

BTN mengubah target pertumbuhan laba dari kisaran 10 persen hingga 11 persen menjadi hanya sekitar 1 persen. Revisi ini dianggap cukup beralasan, mengingat bank yang fokus pada kredit properti tersebut menutup semester I-2024 dengan pertumbuhan laba 1,9 perempuan YoY menjadi Rp 1,5 triliun.

Direktur Utama BTN, Nixon L.P. Napitupulu, menegaskan bahwa revisi target ini adalah langkah konservatif yang realistis sesuai kondisi saat ini. “Saya lebih baik menurunkan target tapi bisa tercapai daripada berjanji tinggi namun tidak bisa terpenuhi,” ujar Nixon.

Tantangan utama BTN adalah tingginya cost of fund, sejalan dengan suku bunga acuan yang tinggi dan tidak sesuai prediksi awal tahun yang diperkirakan akan turun di separuh pertama 2024.

Sebagai gambaran, cost of fund BTN per Juni 2024 berada di level 4,1 persen, lebih tinggi dari posisi Juni 2023 dan Desember 2023 yang masing-masing di level 3,6 persen dan 3,7 persen.

“Berita positifnya, cost of fund BTN dalam dua bulan terakhir sudah turun meski belum signifikan,” tambahnya.

BTN berupaya menekan cost of fund dengan melakukan restrukturisasi pengelolaan pendanaan, sembari menunggu suku bunga acuan yang diperkirakan turun di akhir tahun 2024.

Restrukturisasi Kredit 

Restrukturisasi kredit adalah langkah strategis yang sering diambil oleh perbankan untuk mengelola portofolio kredit mereka, terutama dalam kondisi ekonomi yang menantang. Proses ini melibatkan penyesuaian syarat dan ketentuan pinjaman, seperti perpanjangan jangka waktu, penurunan suku bunga, atau perubahan jadwal pembayaran, dengan tujuan untuk membantu debitur yang mengalami kesulitan keuangan tetap memenuhi kewajiban mereka. Namun, langkah ini juga memiliki dampak signifikan terhadap target perbankan.

Restrukturisasi kredit sering kali melibatkan penurunan suku bunga atau perpanjangan jangka waktu pembayaran. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pendapatan bunga yang diperoleh bank dari pinjaman tersebut. Meskipun tujuannya adalah untuk memastikan pembayaran kembali yang lebih pasti, pendapatan bank dalam jangka pendek dapat terpengaruh, memaksa bank untuk merevisi target pendapatan mereka.

Bank harus menyisihkan cadangan kerugian untuk pinjaman yang direstrukturisasi, karena pinjaman ini dianggap memiliki risiko yang lebih tinggi. Peningkatan cadangan ini mengurangi laba bersih bank, yang pada gilirannya dapat menyebabkan bank menurunkan target laba mereka untuk tahun berjalan.

Restrukturisasi kredit bertujuan untuk mengurangi jumlah kredit bermasalah (NPL) dengan memberikan debitur kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangan mereka. Jika restrukturisasi berhasil, rasio NPL bank dapat menurun, yang merupakan indikator kesehatan keuangan yang lebih baik. Namun, jika banyak pinjaman yang tetap gagal setelah restrukturisasi, rasio NPL dapat tetap tinggi atau bahkan meningkat, mempengaruhi target kualitas aset bank.

Penyesuaian jadwal pembayaran melalui restrukturisasi dapat mempengaruhi aliran kas bank. Meskipun tujuannya adalah untuk memastikan pembayaran yang lebih stabil, dalam jangka pendek, ini bisa berarti penerimaan kas yang lebih rendah. Bank mungkin perlu menyesuaikan strategi likuiditas mereka dan merevisi target likuiditas untuk memastikan mereka tetap dapat memenuhi kewajiban jangka pendek.

Dengan fokus pada restrukturisasi kredit, bank mungkin menunda atau mengurangi penyaluran kredit baru untuk mengurangi risiko tambahan. Hal ini dapat mempengaruhi target pertumbuhan kredit bank, karena fokus utama beralih dari ekspansi kredit baru ke pengelolaan dan pemulihan kredit yang ada.

Restrukturisasi kredit sering kali memaksa bank untuk meninjau kembali strategi bisnis mereka. Bank mungkin perlu mengubah pendekatan mereka terhadap pemberian kredit, meningkatkan proses penilaian risiko, dan mengadopsi kebijakan yang lebih konservatif. Revisi ini dapat mempengaruhi berbagai target bisnis, termasuk ekspansi pasar, diversifikasi produk, dan inovasi layanan.

Pandemi COVID-19 merupakan contoh nyata di mana restrukturisasi kredit memiliki dampak besar terhadap target perbankan di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit untuk membantu debitur yang terdampak pandemi. Banyak bank besar di Indonesia, seperti Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia, harus merevisi target pendapatan dan laba mereka karena peningkatan cadangan kerugian kredit dan penurunan pendapatan bunga dari kredit yang direstrukturisasi.

Dalam jangka panjang, meskipun restrukturisasi kredit dapat membantu menjaga stabilitas keuangan debitur dan mengurangi risiko kredit bagi bank, dampak langsungnya sering kali mengharuskan bank untuk menyesuaikan target dan strategi mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya manajemen risiko yang adaptif dan perencanaan keuangan yang fleksibel dalam menghadapi dinamika ekonomi yang tidak menentu. (*)