Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Anjlok Permintaan Nikel RI Bisa Tumbuh?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 22 July 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Harga Anjlok Permintaan Nikel RI Bisa Tumbuh?

KABARBURSA.COM - Perusahaan pertambangan dan metalurgi global asal Prancis, Eramet SA, melalui anak usahanya Eramet Indonesia, memperkirakan bahwa harga nikel akan terus berfluktuasi di masa depan.

Namun, Direktur Eramet Indonesia, Bruno Faour, menegaskan bahwa permintaan terhadap komoditas pertambangan andalan Indonesia ini diperkirakan akan terus meningkat dalam jangka menengah hingga panjang.

"Secara umum, permintaan nikel telah menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dan kami yakin tren ini akan berlanjut," ungkap Faour, Senin 22 Juli 2024.

Menurut Faour, lonjakan permintaan nikel sebagian besar akan dipicu oleh penggunaan dalam baterai kendaraan listrik (EV), terutama dalam konteks transisi energi global.

Faour menyoroti bahwa meskipun terdapat fluktuasi antara permintaan dan penawaran dalam sejarah pasar logam, investasi dalam tambang atau pabrik pemurnian adalah proses yang memakan waktu.

Dalam hal ini, Eramet menilai bahwa Indonesia memainkan peran krusial di pasar nikel, berkat pengelolaan sumber daya dan pengembangan kapasitas yang sangat cepat.

Selain untuk baterai EV, nikel juga digunakan dalam pembuatan baja nirkarat, yang masih merupakan sektor utama pengguna nikel.

"Permintaan untuk baja nirkarat memang sedang tumbuh. Walaupun tidak sepesat baterai, pasar ini tetap signifikan. Perkembangan global menunjukkan bahwa kebutuhan akan stainless steel akan terus ada," kata Faour.

Perlu dicatat, harga nikel di London Metal Exchange (LME) ditutup pada level USD16.256 per ton pada perdagangan Jumat, turun 1,02 persen dari hari sebelumnya, mendekati level terendah tahun ini, yaitu USD15.921 per ton pada Februari.

Harga tersebut berada di bawah proyeksi BMI – cabang riset dari Fitch Solutions Company – yang memperkirakan harga nikel mencapai USD18.000 per ton.

Para ahli pertambangan menilai bahwa penurunan harga nikel di LME disebabkan oleh penurunan permintaan dari China.

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi), Rizal Kasli, mengaitkan penurunan permintaan dari China dengan lambatnya pemulihan ekonomi negara tersebut.

Penting untuk dicatat bahwa produk domestik bruto (PDB) China hanya tumbuh 4,7 persen pada kuartal II-2024 dibandingkan tahun sebelumnya, merupakan pertumbuhan terendah dalam lima kuartal.

Namun, Indonesia juga berkontribusi pada penurunan harga nikel. Produksi nikel Indonesia telah melebihi 1,7 juta ton pada 2023 dan diperkirakan akan meningkat pada 2024 serta tahun-tahun berikutnya, seiring dengan beberapa smelter yang memasuki tahap produksi komersial, berpotensi menambah pasokan nikel ke pasar global.

"Penurunan harga ini lebih disebabkan oleh penurunan permintaan dari China yang menyebabkan oversupply di pasar," jelas Rizal.

Permintaan Nikel Indonesia 2024

Permintaan nikel Indonesia di tahun 2024 diwarnai dengan optimisme dan tantangan. Di satu sisi, permintaan global untuk nikel diproyeksikan terus meningkat. Permintaan nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik (EV) terus meningkat pesat seiring dengan transisi global menuju energi hijau.

Permintaan nikel juga didorong oleh pembangunan infrastruktur di berbagai negara, seperti jalan raya, jembatan, dan gedung. Nikel juga digunakan dalam industri baja, dan permintaan ini diprediksikan akan stabil di tahun 2024.

Diperkirakan akan terjadi kelebihan pasokan nikel di pasar global di tahun 2024, yang dapat menekan harga nikel. Perlambatan ekonomi global dapat berdampak pada permintaan nikel, terutama dari sektor industri.  Kebijakan pemerintah di negara-negara penghasil nikel, seperti Indonesia, dapat memengaruhi pasokan dan harga nikel.

Secara keseluruhan, kinerja permintaan nikel Indonesia di tahun 2024 masih memiliki prospek yang positif. Namun, industri nikel Indonesia perlu beradaptasi dengan kondisi pasar global yang dinamis dan terus berinovasi untuk meningkatkan daya saingnya.

Permintaan nikel global diproyeksikan mencapai 3,8 juta ton di tahun 2024. Indonesia diperkirakan tetap menjadi produsen nikel terbesar di dunia dengan produksi mencapai 1,8 juta ton. Harga nikel diprediksikan akan berada di kisaran USD18.000-USD22.000 per ton di tahun 2024. Pemerintah Indonesia perlu fokus pada hilirisasi industri nikel untuk meningkatkan nilai tambah dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan baku.

Tahun 2024 diprediksi menjadi tahun penting bagi industri EV (Electric Vehicle) di Indonesia. Pemerintah Indonesia menargetkan peningkatan konsumsi EV sebesar 20 persen di tahun ini, dengan beberapa faktor pendorong:

Pertumbuhan konsumsi EV di Indonesia tahun 2024 memiliki potensi yang besar. Namun, masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti harga yang tinggi, infrastruktur yang terbatas, dan kurangnya edukasi. Dengan dukungan pemerintah, investasi dari industri, dan partisipasi masyarakat, Indonesia dapat menjadi pasar EV yang penting di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia memiliki populasi yang besar dan terus bertumbuh, dengan kelas menengah yang semakin berkembang. Hal ini membuka peluang pasar yang besar untuk EV di Indonesia.

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mendukung pengembangan industri EV di Indonesia. Berbagai kebijakan dan program pemerintah telah diluncurkan untuk mendorong adopsi EV. Teknologi EV terus berkembang dengan pesat, membuat EV lebih efisien, terjangkau, dan menarik bagi konsumen. (*)