Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pemerintah Tetapkan BMAD dan BMTP: Apa Isinya?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 15 July 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Pemerintah Tetapkan BMAD dan BMTP: Apa Isinya?

KABARBURSA.COM - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggunakan otoritasnya untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri melalui pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard.

"Kebijakan pengamanan perdagangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pengenaan BMAD dan BMTP atau safeguard," kata Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara K. Hasibuan di Jakarta, Senin 14 Juli 2024.

Bara menjelaskan bahwa komitmen serius untuk menyelamatkan industri dalam negeri terlihat dalam lima tahun terakhir (2019-2023) melalui banyaknya penyelidikan dan pengenaan instrumen trade remedies tersebut terhadap berbagai produk impor.

"Dalam lima tahun terakhir, Kemendag telah secara maksimal melindungi industri dalam negeri. Hal ini terlihat dari banyaknya penyelidikan yang sedang berjalan untuk produk-produk impor serta pengenaan BMAD maupun BMTP yang telah ditetapkan," ungkap Bara.

Ia menambahkan, penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berkaitan erat dengan produk-produk impor yang menjadi bahan baku penting bagi industri di dalam negeri.

"Produk-produk tersebut meliputi pakaian dan aksesori pakaian, kain, tirai, karpet, benang stapel, filamen benang (varn), ubin keramik, evaporator kulkas dan freezer, baja, kertas, lysine, pelapis keramik, dan plastik kemasan," pungkas Bara.

Risiko Dumping China

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tengah menghadapi ancaman serius dari risiko dumping China. Ancaman ini semakin mengkhawatirkan setelah Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024 yang merelaksasi kebijakan larangan dan/atau pembatasan (lartas) impor.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, menyatakan bahwa China masih menjadi sumber ketakutan terbesar bagi perkembangan industri TPT dalam negeri. Praktik dumping, di mana China menjual barang di luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan harga domestik, menjadi penyebab utama kekhawatiran ini.

“Saya pikir bukan hanya industri TPT Indonesia yang takut. Industri TPT negara lain juga takut dengan China karena China itu raksasa tekstil, menguasai 70 persen produksi TPT dunia dari material,” ujar Jemmy ketika dihubungi, Jumat 24 Mei 2024.

Sayangnya, pemerintah Indonesia justru semakin melemahkan hambatan, baik tarif maupun nontarif, dalam menangkis potensi dumping barang TPT China ke pasar domestik. Pemerintah melonggarkan syarat persetujuan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk mendapatkan persetujuan impor (PI) dari Kementerian Perdagangan terhadap produk TPT impor. Selain itu, bea masuk antidumping (BMAD) terhadap komoditas tersebut juga tidak lagi diberlakukan.

“Pemerintah sudah tidak lagi menerapkan BMAD untuk melindungi industri, terutama TPT, sejak perubahan kedua Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 jo 7/2024 jo 8/2024,” terang Jemmy.

Padahal, sebelumnya pemerintah telah memberikan hambatan nontarif melalui lartas produk TPT agar barang tekstil impor seperti pakaian jadi dan aksesori pakaian sulit masuk ke Indonesia atau mahal harganya.

“Sebetulnya Permendag No. 7/2024 itu bentuknya nontariff barrier, tetapi kemarin NTB-nya dicabut, disederhanakan untuk TPT. Untuk produk pakaian jadi dengan China itu belum ada BMAD-nya,” tambah Jemmy.

Dengan demikian, produk TPT China yang masuk ke Indonesia bersifat zero duty dan hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). “Sedangkan kalau dikirim dari jastip segala kan enggak kena PPN,” tegasnya.

Pemerintah baru-baru ini merevisi aturan impor melalui Permendag No. 8 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No. 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang sudah berlaku sejak 17 Mei 2024.

Regulasi baru ini merelaksasi lartas impor terhadap 18 komoditas manufaktur yang termasuk barang komplementer, kebutuhan tes pasar, atau untuk pelayanan purna jual oleh importir.

Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Arif Sutiyoso, menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya Permendag No. 36/2023 pada 10 Maret tahun ini, banyak pelaku industri mengeluhkan kesulitan impor karena regulasi pertek yang tertahan di Kemenperin. Oleh karena itu, dalam Permendag No. 8/2024, persyaratan pertimbangan teknis atau pertek tidak diperlukan lagi untuk 18 komoditas tersebut.

Komoditas yang direlaksasi meliputi:

  1. Produk hewan olahan
  2. Produk kehutanan
  3. Besi, baja, atau baja paduan dan produk turunannya
  4. Ban
  5. Keramik
  6. Kaca lembaran dan kaca pengaman
  7. Makanan dan minuman
  8. Obat tradisional dan suplemen kesehatan
  9. Kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga
  10. Barang tekstil jadi lainnya
  11. Mainan
  12. Tas
  13. Pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi
  14. Alas kaki
  15. Elektronik
  16. Bahan berbahaya
  17. Bahan kimia tertentu
  18. Katup.

Perdagangan Tidak Adil

Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) menyoroti potensi risiko praktik perdagangan tidak adil, seperti dumping komoditas besi dan baja, yang mungkin dihadapi oleh sektor industri tersebut dalam tahun ini, khususnya dari China yang masih dalam proses pemulihan ekonomi.

Ketua IISIA Purwono Widodo menyebutkan, mengacu pada proyeksi beberapa analis yang menduga penurunan permintaan dari China seiring belum pulihnya ekonomi mereka. “Peluang ekspor dan dumping dari China memang cukup mungkin terjadi, mengingat kapasitas produksi China yang sangat besar dan pertumbuhan permintaan yang terbatas,” ucap Purwono.

Penting bagi sektor baja nasional, karena China bukan hanya pasar terbesar bagi produk baja Indonesia tetapi juga menjadi penyumbang utama impor.” Dalam periode 2018—2022, China menjadi sumber utama impor baja Indonesia, diikuti oleh negara seperti Jepang, Oman, Korea Selatan, Rusia, dan Afrika Selatan,” sambung Purwono.