KABARBURSA.COM - Dunia ritel Indonesia kembali bergolak. Setelah pandemi menyisakan banyak ketidakpastian dalam kebiasaan belanja masyarakat, tahun 2025 membawa babak baru dengan kabar tutupnya beberapa jaringan supermarket besar.
Salah satu yang paling menyita perhatian adalah hengkangnya GS Supermarket asal Korea Selatan, yang akan menutup seluruh 10 gerainya di Indonesia pada akhir Mei 2025.
Informasi ini dikonfirmasi langsung oleh Ketua Hippindo Budihardjo Iduansjah, yang menyebut bahwa pasar ritel Indonesia 2025 tidak lagi mudah ditembus hanya dengan nama besar, apalagi tanpa pemahaman lokal yang kuat.
Di saat yang hampir bersamaan, LuLu Hypermarket dari Uni Emirat Arab juga menjadi sorotan karena diskon besar-besaran di sejumlah gerai mereka. Banyak yang mengira perusahaan itu bangkrut. Namun manajemen LuLu membantah kabar tersebut.
Mereka menyebut sedang melakukan penyesuaian lini bisnis, karena model hypermarket yang diusungnya sedang menghadapi tantangan berat secara global, termasuk di Indonesia.
Fenomena ini menjadi cermin kerasnya kompetisi sektor ritel modern. Munculnya e-commerce, gaya hidup serba cepat, serta konsumen yang makin selektif membuat banyak pemain, termasuk raksasa global, kewalahan. Apalagi bila tak cepat mengadaptasi model bisnis yang mendekat ke kebutuhan lokal.
Saham Ritel Indonesia 2025 Ikut Terdampak
Sejak awal tahun, sejumlah emiten ritel besar yang tergabung dalam indeks LQ45 dan IDX30 menunjukkan tren korektif. Contohnya, saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang telah turun lebih dari 30 persen hingga Mei 2025. Penurunan ini disebabkan oleh anjloknya daya beli kelas menengah dan turunnya trafik ke pusat perbelanjaan.
Laporan keuangan kuartal pertama bahkan memperlihatkan penurunan laba bersih lebih dari 40 persen secara tahunan.
Nasib serupa juga dialami PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS). Meskipun sempat mencoba promosi besar menjelang Lebaran, penjualan belum pulih. Saham RALS tercatat turun sekitar 28 persen secara year-to-date.
Tantangan terbesar yang dihadapi adalah sepinya gerai fisik dan digitalisasi yang belum maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa proyeksi saham ritel 2025 di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kesiapan transformasi digital.
Namun tak semua suram. PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) justru menunjukkan ketahanan di tengah badai. Sahamnya hanya terkoreksi sekitar 6 persen hingga awal Mei 2025.
Berkat fokus pada segmen premium, ekspansi digital, dan strategi omnichannel yang matang, MAPI masih mencatatkan pertumbuhan tipis di kuartal pertama. Portofolionya yang beragam di sektor gaya hidup dan olahraga membuat MAPI tetap dilirik dalam lanskap saham ritel sektor premium 2025.
Melihat kondisi ini, jelas bahwa industri ritel di Indonesia sedang mengalami seleksi alam. Yang bertahan bukan lagi mereka yang hanya punya skala besar, tetapi mereka yang mampu berinovasi, memahami pasar lokal, dan cepat menyesuaikan strategi.
Prospek saham ritel 2025 di BEI akan sangat bergantung pada kecepatan adaptasi tiap emiten dalam merespons perubahan perilaku belanja masyarakat yang kini makin mobile, digital, dan personal.
Bagi investor jangka menengah hingga panjang, narasi ini adalah alarm sekaligus peluang. Ketika banyak saham ritel tertekan, di situlah ruang akumulasi bisa dibuka, tentu dengan pemilihan emiten yang memiliki strategi digital kuat, diversifikasi produk, dan jejak finansial yang sehat.
Dalam peta pasar yang terus berubah ini, saham ritel Indonesia yang undervalued 2025 bisa jadi investasi menjanjikan, asal dibarengi riset yang cermat dan kesabaran dalam menanti momentum pemulihan.
Di tengah pemulihan ekonomi nasional dan tantangan global yang belum sepenuhnya mereda, sektor ritel Indonesia menunjukkan geliat positif. Banyak pelaku pasar dan analis mulai melirik emiten ritel 2025 sebagai salah satu sektor yang menjanjikan untuk pertumbuhan.
Proyeksi Kementerian Perdagangan menyebutkan bahwa sektor ini diperkirakan tumbuh hingga 5 persen tahun ini, ditopang oleh sinergi antara ritel modern dan tradisional.
Kolaborasi antara jaringan toko kelontong dan pelaku ritel modern tidak hanya memperluas jangkauan distribusi, tetapi juga memberikan napas baru bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Transformasi ini menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan yang inklusif.
Tak hanya itu, peningkatan keyakinan konsumen turut memperkuat ekspektasi pasar terhadap sektor ritel. Indeks Keyakinan Konsumen yang stabil di atas angka 120 menandakan bahwa masyarakat masih percaya diri dalam melakukan belanja, meski di tengah naiknya berbagai komponen biaya hidup.
Dari sisi komposisi, segmen makanan dan minuman (F&B) masih menjadi tulang punggung pertumbuhan. Banyak pusat perbelanjaan kini berevolusi menjadi destinasi kuliner, alih-alih hanya tempat belanja. Langkah ini terbukti berhasil menggenjot traffic pengunjung dan memperkuat pendapatan harian tenant.
Di sisi lain, pelaku usaha pun mulai memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mengoptimalkan operasional dan meningkatkan pengalaman pelanggan. Strategi yang dinilai penting untuk mempertahankan posisi kompetitif emiten ritel 2025 di era digital.
Namun, potensi yang besar ini juga diiringi oleh tantangan yang tak ringan. Rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen serta kenaikan upah minimum menjadi dua variabel yang harus diperhitungkan secara cermat oleh pengusaha ritel.
Beban operasional yang meningkat dapat berdampak pada margin keuntungan, terutama bagi pelaku usaha dengan struktur biaya yang belum efisien. Belum lagi tekanan dari ekonomi global yang belum stabil, memaksa beberapa jaringan ritel melakukan rasionalisasi, bahkan menutup gerai untuk menjaga kelangsungan bisnis.
Meski demikian, sentimen optimistis tetap terasa di lapangan. Adaptasi cepat dan strategi bisnis yang responsif terhadap perubahan perilaku konsumen menjadi kunci bertahan dan berkembang. Kolaborasi yang erat antar-pelaku industri serta pemanfaatan teknologi akan menjadi pembeda utama dalam kompetisi.
Dalam lanskap yang terus berubah ini, emiten ritel 2025 yang mampu menggabungkan efisiensi operasional dengan pemahaman mendalam terhadap pasar diprediksi akan muncul sebagai pemenang.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.