KABARBURSA.COM – Bitcoin (BTC) baru saja kembali mencetak sejarah dengan menembus level psikologis USD100.000 (sekitar Rp1,65 miliar). Pada 9 Mei 2025, berdasarkan data Coinmarketcap, BTC diperdagangkan di kisaran USD102.752 atau sekitar Rp1,69 miliar, naik 4,05 persen dalam 24 jam terakhir.
Data teknikal Investing memperlihatkan sinyal “Strong Buy”: indikator teknikal menunjukkan 7 sinyal beli, 1 netral, dan 0 jual, sementara Moving Averages lebih bullish dengan 11 sinyal beli versus 1 jual. Ini memperlihatkan momentum BTC masih kencang, tetapi juga menyimpan sinyal waspada.
Salah satu indikator kunci, Relative Strength Index (RSI), sudah berada di angka 70,089—tepat di ambang overbought. Ini memberi peringatan bahwa meski tren bullish masih dominan, pasar BTC mulai memasuki wilayah jenuh beli.
Stochastic Oscillator pun memperkuat sinyal itu dengan nilai 98,806 yang biasa menjadi pertanda bahwa reli BTC berpotensi melambat atau terkoreksi sebelum lanjut naik. MACD (1153,9) masih mengonfirmasi tren bullish, tapi Williams %R (-1,15) menambah catatan bahwa pasar BTC sedang “panas”.
Moving Averages mulai dari MA5 hingga MA200 tetap konsisten Buy. Ini menandakan tren jangka menengah hingga panjang masih mendukung arah naik. Pivot Points klasik menempatkan support kuat BTC ada di USD102.529,1 (Rp1,69 miliar) dan resistance terdekat di USD102.974,8 (Rp1,70 miliar)—zona krusial yang akan diuji pekan ini.
Euforia meliputi pasar kripto ketika BTC berhasil menembus level psikologis USD100.000 (sekitar Rp1,65 miliar) pekan ini. Namun di balik optimisme tersebut, pelaku pasar mulai mencermati tantangan berikutnya dalam sepekan ke depan.
Batas-batas resistensi baru diperkirakan terbentang di kisaran USD107.000 (Rp1,77 miliar) hingga USD120.000 (Rp1,98 miliar). Bahkan analis Standard Chartered, Geoffrey Kendrick, optimistis target BTC hingga USD120.000 pada kuartal ini “sangat bisa dicapai”. Sebuah proyeksi yang hingga sebulan lalu pun ia nilai mungkin terlalu rendah.
Kendrick menunjuk dukungan kuat investor institusional sebagai pendorong utama tren ini, di mana tercatat sekitar USD5,3 miliar dana mengalir ke BTC dalam tiga minggu terakhir dari pembeli kakap seperti sovereign wealth fund Abu Dhabi dan perusahaan Strategy (sebelumnya MicroStrategy).
Arus modal tersebut memperkuat keyakinan bahwa reli BTC masih punya “bahan bakar” untuk mendorong harga menuju level puncak baru di atas Rp1,8 miliar per koin.
Di sisi lain, sinyal kewaspadaan teknikal kian nyata. Reli kilat yang mengangkat harga BTC lebih dari 30 persen sejak awal April tanpa banyak koreksi antaranya telah mendorong indikator RSI harian ke zona overbought atau jenuh beli. Selain itu, indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) mulai menunjukkan divergensi bearish (kekuatan tren melemah meski harga naik). Ini merupakan pola klasik yang kerap mendahului pembalikan arah turun.
Bahkan, menurut Analis Teknikal Kripto, Valdrin Tahiri, di laman CCN mencatat gelombang Elliott Wave mengindikasikan BTC mungkin sudah memasuki wave kelima (terakhir) dari siklus kenaikan terbaru ini, yang berarti ruang kenaikan semakin terbatas sebelum koreksi wajar terjadi.
Tim riset Binance dan firma 10x Research mencatat hal senada, yakni Stochastic Oscillator BTC berada di wilayah overbought yang mengindikasikan fase puncak siklus pasar sehingga besar kemungkinan terjadi konsolidasi atau koreksi sehat dalam waktu dekat. Dengan kata lain, lonjakan agresif belakangan ini mulai memasuki wilayah “panas” secara teknikal, sehingga investor sebaiknya bersiap atas potensi pola napas sejenak.
Selain indikator, dinamika posisi jual pendek (short) turut mewarnai prospek jangka pendek. Pada level harga enam digit ini, sejumlah trader BTC mulai mengambil posisi short (bertaruh harga akan turun) yang dapat menambah tekanan jual jika momentum melemah.
Di sisi lain, reli BTC di atas USD100 ribu kemarin justru memeras banyak short seller awal. Data Coinglass yang mencatat hampir USD300 juta posisi short di seluruh pasar dilikuidasi dalam 24 jam terakhir dengan posisi short BTC menyumbang USD116 juta di antaranya.
Likuidasi besar-besaran ini menunjukkan banyak pihak yang sebelumnya bertaruh melawan BTC terpaksa menutup posisi akibat kekuatan beli yang tak terhentikan. Ke depan, munculnya gelombang short baru di level tinggi bisa mengubah dinamika. Jika momentum bullish BTC terhenti, tekanan dari akumulasi posisi short berpotensi memicu koreksi tajam.
Sebaliknya, bila reli berlanjut, posisi-posisi short tersebut malah berisiko terkena short squeeze lanjutan yang ironisnya mendorong harga kian tinggi. Lembaga sekelas JPMorgan pun mengingatkan agar investor tak terlena. Bank tersebut memperkirakan BTC akan terus menghadapi tekanan jangka pendek ke depan.
Salah satu level kunci yang diawasi adalah sekitar USD95.000 (Rp1,57 miliar). Analisis Bitfinex menunjukkan level ini sebagai pivot penting yang mendefinisikan struktur pasar beberapa bulan terakhir, di mana bertahan di atas USD95 ribu akan menjaga tren bullish tetap utuh (membuka jalan retest ATH USD109 ribu/ Rp1,80 miliar), sedangkan tembus ke bawahnya dapat memicu koreksi lebih dalam. Dengan volatilitas tinggi yang masih menyelimuti aset kripto, skenario reversal cepat tetap perlu diantisipasi sembari mengamati apakah support-support kuat mampu bertahan.
Terlepas dari risiko jangka pendek tersebut, prospek jangka panjang BTC tetap digadang positif oleh banyak analis. Laiknya pandangan Standard Chartered, lembaga investasi lain seperti CoinShares menegaskan fondasi bullish BTC belum goyah. James Butterfill, kepala riset CoinShares, bahkan berujar bahwa tidaklah berlebihan jika dalam beberapa tahun ke depan BTC meraih valuasi seperempat juta dolar AS per keping atau sekitar USD250.000 (Rp4,13 miliar) atau seperempat kapitalisasi emas dunia.
Meski demikian, Butterfill tak mengharap capaian setinggi itu terjadi segera. Ia memproyeksikan skenario tahun 2025 di mana BTC mungkin mencapai puncak sekitar USD150.000 (Rp2,48 miliar) menjelang akhir tahun. Namun bukan tanpa gejolak, koreksi dalam ke area USD80.000 (Rp1,32 miliar) dinilai tetap mungkin terjadi apabila ada katalis negatif besar seperti kekecewaan terhadap regulasi kripto.Artinya, volatilitas masih akan menjadi “teman perjalanan” investor BTC.
Menuju pekan depan, BTC ibarat berada di persimpangan antara euforia dan kewaspadaan. Target ambisius di rentang USD107 ribu hingga USD120 ribu kini terbentang di depan mata, didukung momentum teknikal dan derasnya modal institusi yang masuk.
Namun, sejarah pergerakannya mengajarkan bahwa reli spektakuler pada BTC sering kali disusul oleh jeda koreksi yang menyehatkan sebelum melanjutkan kenaikan. Apakah dalam minggu depan sang raja kripto mampu menembus resistensi kritis dan melaju menuju rekor baru? Atau justru tersandung oleh aksi ambil untung dan tekanan jual jangka pendek? Para pelaku pasar disarankan tetap waspada dan bijak.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.