KABARBURSA.COM – Nama Try Sutrisno belakangan kembali jadi sorotan hangat di jagat politik. Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang didorong Forum Purnawirawan TNI bikin nama mantan Wakil Presiden ke-6 RI itu mencuat ke permukaan. Puncaknya, momen halal bihalal purnawirawan TNI di Balai Kartini yang mempertemukan Try Sutrisno dan Presiden Prabowo Subianto jadi perbincangan nasional.
Tapi di balik riuh rendah politik tersebut, nama Try Sutrisno ternyata juga bergaung di ranah korporasi. Tanpa banyak gembar-gembor, putranya—Isfan Fajar Satryo—duduk sebagai Komisaris Independen di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS). Fakta ini menarik perhatian publik, terutama ketika kata kunci Try Sutrisno dan Krakatau Steel bertemu dalam satu narasi yang memadukan ranah politik dan dunia bisnis.
Isfan Fajar Satryo yang diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Krakatau Steel pada Januari 2023 dan mengisi kursi strategis sebagai Komisaris Independen. Di tengah sorotan tajam terhadap transparansi dan tata kelola BUMN, jabatan ini tentu punya bobot tersendiri dan publik patut tahu bagaimana komposisi kepengurusan KRAS berjalan di balik layar.
Isfan Fajar Satryo bukan nama baru di lingkungan BUMN. Sebelum diangkat sebagai Komisaris Independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk pada 18 Januari 2023, Isfan sudah lebih dulu terjun dalam berbagai posisi strategis. Ia pernah duduk sebagai Komisaris Independen di PT Dirgantara Indonesia (PTDI), salah satu BUMN besar di bidang kedirgantaraan. Selain itu, Isfan dikenal aktif di organisasi yang berkaitan erat dengan keluarga besar militer, khususnya TNI Angkatan Darat.
Ia menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Putra-Putri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD), sebuah organisasi yang menaungi anak-anak purnawirawan dan prajurit TNI AD. Tak hanya itu, ia juga berkiprah di dunia pendidikan, memimpin sebagai Ketua Dewan Pengawas Yayasan Krida Nusantara di Bandung. Rangkaian jabatan tersebut memperlihatkan rekam jejak yang memadukan pengalaman profesional di lingkup BUMN dan pengabdian sosial, sesuatu yang menjadi modal penting untuk menjalankan fungsi pengawasan di perusahaan negara seperti Krakatau Steel.
Pengangkatan Isfan sebagai komisaris independen Krakatau Steel sejatinya tak lepas dari mandat besar untuk memperkuat prinsip transparansi dan tata kelola yang baik di tubuh BUMN. Komisaris independen punya peran vital sebagai pengawas yang berdiri di luar lingkaran manajemen perusahaan.
Dalam aturan resmi, seperti yang termuat dalam Peraturan OJK Nomor 33/POJK.04/2014, komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak punya hubungan kepemilikan saham, afiliasi bisnis, atau keterkaitan keluarga dengan direksi maupun pemegang saham pengendali perusahaan. Intinya, mereka harus steril dari konflik kepentingan agar bisa menjalankan tugas secara objektif.
Komisaris independen ditunjuk melalui mekanisme RUPS dan kehadirannya bukan sekadar formalitas. Tugas mereka mencakup mengawasi jalannya bisnis perusahaan dan memastikan prinsip tata kelola korporasi ditegakkan—khususnya dalam hal transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran.
Peraturan juga menetapkan syarat ketat agar posisi ini benar-benar diisi oleh figur yang tak punya jejak jabatan eksekutif di perusahaan setidaknya dalam enam bulan terakhir sebelum diangkat. Selain itu, komisaris independen dilarang memiliki keterkaitan finansial yang bisa menimbulkan bias dalam pengambilan keputusan.
Dalam konteks BUMN, keberadaan komisaris independen bersifat wajib untuk perusahaan yang sudah melantai di bursa. Tujuannya adalah menjadi penyeimbang di tubuh dewan komisaris agar tidak hanya mewakili kepentingan pemegang saham mayoritas, tetapi juga memproteksi hak-hak investor publik dan pemegang saham minoritas.
Masuknya Isfan Fajar Satryo ke jajaran komisaris Krakatau Steel menegaskan komitmen perusahaan untuk menjaga tata kelola yang bersih dan terbuka. Dengan pengalaman lintas sektor yang ia bawa, Isfan diharapkan mampu menjalankan tugas secara profesional dan independen.
Krakatau Steel atau yang lebih dikenal dengan kode saham KRAS adalah nama yang sudah puluhan tahun malang melintang di industri baja Indonesia. Berdiri sejak 1970 dan berbasis di Cilegon, Banten, perusahaan pelat merah ini dipercaya negara untuk memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.
Dengan kapasitas produksi yang mencapai sekitar 3,15 juta ton per tahun, Krakatau Steel bukan hanya besar secara ukuran, tapi juga punya peran strategis yang tak tergantikan di ekosistem industri baja nasional. Sejak resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 2010, sekitar 20 persen sahamnya dilepas ke publik, membuka lembaran baru dalam transparansi dan akuntabilitas korporasi negara.
Dalam perjalanannya yang sudah lebih dari setengah abad, Krakatau Steel tumbuh menjadi pemain dominan. Perusahaan ini satu-satunya di Indonesia yang punya fasilitas produksi baja terpadu – mulai dari hulu sampai hilir – semuanya ada di kawasan industri Cilegon. Produk-produknya beragam, dari baja lembaran panas (HRC), baja lembaran dingin (CRC), batang kawat, sampai baja profil yang menyuplai kebutuhan berbagai sektor penting: mulai dari konstruksi, otomotif, sampai industri manufaktur.
Kontribusi nyata Krakatau Steel juga tampak dalam proyek-proyek besar milik negara. Lewat anak-anak usahanya, mereka bukan cuma memproduksi baja, tapi juga menyediakan pipa untuk jaringan gas, mengelola fasilitas pengolahan air industri, hingga membangun dan mengoperasikan pelabuhan. Semua ini menegaskan betapa vitalnya Krakatau Steel dalam menjaga ketahanan rantai pasok baja nasional dan mengurangi ketergantungan pada produk impor.
Di atas kertas, Krakatau Steel memang terlihat seperti raksasa yang kokoh. Tapi dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan ini terus berjuang menghadapi tantangan berat. Setelah sempat mencatat laba bersih sekitar Rp300 miliar pada 2022, KRAS kembali masuk zona merah pada 2023. Pendapatannya anjlok tajam jadi sekitar USD1,45 miliar atau Rp22,4 triliun, turun sekitar 35 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD2,23 miliar.
Akibatnya, laba yang sempat diraih tahun sebelumnya berubah menjadi rugi bersih sekitar USD130 juta, atau sekitar Rp2 triliun. Penyebab utamanya? Selain permintaan baja global yang melemah, ekspor yang turun, dan harga komoditas yang fluktuatif, Krakatau Steel juga masih dibebani biaya keuangan yang besar.
Meski begitu, manajemen perusahaan tidak tinggal diam. Memasuki 2024 dan 2025, Krakatau Steel tancap gas dengan berbagai langkah restrukturisasi dan efisiensi. Ada secercah harapan di Triwulan I 2025, di mana pendapatan KRAS naik tipis 1,28 persen secara tahunan jadi USD234,76 juta atau sekitar Rp3,88 triliun.
Sayangnya, sisi profitabilitas masih menjadi pekerjaan rumah. Rugi bersih pada kuartal pertama 2025 membengkak jadi USD46,9 juta (sekitar Rp780 miliar), naik sekitar 61 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Meski masih rugi, ada kabar baik, efisiensi mulai terasa. Biaya operasional turun 11 persen year-on-year, dan perusahaan berhasil mencatat laba kotor sekitar USD12,95 juta dengan margin bruto 5,5 persen.
Salah satu langkah penting yang diambil adalah pengoperasian kembali pabrik Hot Strip Mill 1 di awal 2025 yang diharapkan mampu mendongkrak kapasitas produksi. Selain itu, restrukturisasi utang jumbo senilai USD1,5 miliar masih terus berjalan dengan mayoritas kreditur dikabarkan sudah memberi lampu hijau.
Untuk memperkuat keuangan, manajemen juga menjajaki rencana IPO anak usaha dan menjual aset non-inti guna mengamankan dana yang dibutuhkan, termasuk membayar kewajiban tranche B senilai USD234 juta. Semua langkah ini diharapkan bisa mengubah wajah keuangan KRAS dan membawa perusahaan ini kembali ke jalur yang lebih sehat.(*)