Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Wall Street Bervariasi Usai The Fed Tahan Suku Bunga

The Fed melihat perekonomian domestik bergerak dalam laju yang solid, namun ketidakpastian terhadap arah ekonomi meningkat.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 08 May 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Wall Street Bervariasi Usai The Fed Tahan Suku Bunga Ilustrasi Wall Street yang bergerak variatif usai Fed pertahankan suku bunga. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM - Pasar saham Amerika Serikat bergerak atau Wall Street ditutup berfluktuasi pada perdagangan Rabu sore waktu setempat, 7 Mei 2025. Hal ini terjadi menyusul keputusan Federal Reserve atau The Fed yang tetap mempertahankan suku bunga acuan.

Kebijakan ini sebenarnya sudah banyak diprediksi oleh pelaku pasar sebelumnya. Namun, pernyataan dari bank sentral yang menyoroti meningkatnya risiko ekonomi, membuat pasar bersikap lebih hati-hati.

Dari kabar itu, Indeks S&P 500 mencatat kenaikan tipis sebesar 0,2 persen. Indeks saham yang mencerminkan kinerja 500 perusahaan publik terbesar di Amerika Serikat ini mengakhiri tren pelemahan selama dua hari berturut-turut, setelah sebelumnya mencetak reli sembilan hari. 

Sementara, Dow Jones Industrial Average melesat 268 poin atau sekitar 0,7 persen dan Nasdaq justru mengalami koreksi tipis sebesar 0,3 persen. 

Pergerakan yang tak searah ini mencerminkan pasar yang sedang menimbang antara prospek pertumbuhan ekonomi dan potensi tekanan inflasi.

Optimisme sempat merebak di awal perdagangan. Harapan muncul setelah terungkap rencana pertemuan pejabat tinggi AS dan China akhir pekan ini di Swiss. Langkah ini sebenarnya menjadi sebuah langkah awal yang dinilai bisa membuka kembali jalur dialog di tengah ketegangan perdagangan yang terus memanas. 

Namun, sentimen itu tak bertahan lama. Presiden AS Donald Trump menegaskan bahwa ia tidak akan mencabut tarif 145 persen atas barang-barang China. Padahal, pencabutan tarif ini menjadi syarat utama dari Beijing untuk memulai perundingan. 

Kabar ini akhirnya menghapus sebagian besar optimisme pasar dan kembali menegaskan betapa rapuhnya prospek kesepakatan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.

Inflasi AS Bertahan di Atas Target

Meski begitu, The Fed tetap melihat perekonomian domestik bergerak dalam laju yang solid. Namun, dalam pernyataan resminya, bank sentral juga mengingatkan bahwa ketidakpastian terhadap arah ekonomi meningkat, dengan risiko membayangi pasar tenaga kerja dan inflasi yang bertahan di atas target 2 persen. 

Ketua The Fed Jerome Powell, menegaskan bahwa jika tarif tinggi terus diberlakukan, dampaknya bisa terasa dalam bentuk lonjakan harga, pelemahan aktivitas bisnis, dan meningkatnya pengangguran.

Kondisi semacam itu berpotensi menjerumuskan ekonomi ke dalam skenario stagflasi, yaitu situasi di mana inflasi tinggi terjadi bersamaan dengan pertumbuhan yang lesu. 

Powell mengakui bahwa skenario seperti ini menyulitkan pengambilan kebijakan, karena pemangkasan suku bunga bisa memicu inflasi lebih lanjut. Sementara itu, kenaikan suku bunga bisa memperlambat ekonomi yang sudah lemah.

Untuk saat ini, Powell menekankan bahwa The Fed belum perlu mengambil keputusan baru dan masih memiliki ruang untuk menunggu kejelasan dari data ekonomi selanjutnya. Inflasi memang sedikit di atas target, tetapi masih dalam batas yang bisa ditoleransi, sementara pasar kerja dinilai tetap tangguh.

Di sisi korporasi, kinerja keuangan perusahaan-perusahaan besar menunjukkan hasil yang cukup solid di awal 2025. Walt Disney Co. mencatat lonjakan harga saham lebih dari 10 persen setelah berhasil melampaui ekspektasi laba analis. 

Walt Disney berhasil menaikkan proyeksi keuangan dan mencatatkan penambahan lebih dari satu juta pelanggan layanan streaming. Angka ini memberikan kepercayaan bahwa sektor hiburan digital masih menyimpan potensi besar di tengah tekanan ekonomi.

Namun, tidak semua perusahaan berada dalam posisi yang sama. Super Micro Computer memangkas proyeksi pendapatannya untuk tahun ini dan langsung direspons negatif oleh pasar dengan penurunan harga saham sebesar 6,1 persen. 

Sementara itu, Marvell Technology harus menunda agenda investor day tanpa tanggal pengganti. Langkah ini menjadi pemicu kekhawatiran dan membuat sahamnya turun tajam hingga 10,5 persen.

Di pasar obligasi, imbal hasil Treasury 10-tahun turun ke level 4,27 persen dari 4,30 persen sehari sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan peningkatan permintaan atas aset-aset berisiko rendah di tengah kecemasan pasar.

Alphabet Tersandung, Apple Isyaratkan Perubahan Arah Safari

Salah satu yang menarik perhatian adalah pergerakan saham Alphabet Inc., induk perusahaan Google, yang jatuh lebih dari 8 persen setelah laporan menyebutkan bahwa Apple melihat penurunan aktivitas pencarian di Safari. Penurunan disebut-sebut dipicu oleh meningkatnya minat pengguna terhadap mesin pencari berbasis kecerdasan buatan. 

Sinyal dari Apple ini bukan hanya mengguncang posisi Alphabet di pasar saham, tetapi juga mengisyaratkan pergeseran mendasar dalam kebiasaan pengguna internet.

Dalam beberapa tahun terakhir, Safari menjadi salah satu pintu masuk utama lalu lintas pencarian bagi Google, terutama dari perangkat iPhone dan iPad. Namun kini, Apple menyebut bahwa penggunaan fitur pencarian di Safari mulai menurun. 

Apa penyebab? Popularitas mesin pencari berbasis AI semakin menguat. 

Nama-nama baru seperti Perplexity dan produk pencarian AI lainnya mulai mencuri perhatian. Keseluruhan menawarkan pengalaman pencarian yang lebih interaktif dan berbasis konteks, sesuatu yang selama ini belum sepenuhnya ditawarkan oleh Google Search.

Lebih dari sekadar statistik, pernyataan dari Apple itu menunjukkan bahwa perusahaan tengah mempertimbangkan langkah serius untuk memperkuat fitur AI dalam Safari. 

Bila Apple benar-benar mengembangkan sistem pencarian internal berbasis AI atau menjalin kerja sama baru di luar Google, maka posisi Alphabet sebagai mesin pencari default di Safari bisa terancam. Ini bukan hanya soal kehilangan pengguna, tapi juga soal pendapatan iklan miliaran dolar yang selama ini menjadi tulang punggung Google.

Reaksi pasar pun cepat dan tajam. Harga saham Alphabet langsung terkoreksi. Kondisi ini mencerminkan kekhawatiran investor atas masa depan model bisnis utama Google. Ketergantungan pada pendapatan iklan dari pencarian menjadikan setiap potensi gangguan sebagai ancaman serius.

Namun yang lebih penting dari pergerakan harga saham adalah pesan yang terkandung di baliknya: lanskap industri pencarian digital sedang berubah. AI bukan lagi sekadar alat bantu, melainkan potensi pengganti. Dan jika perusahaan seperti Apple mulai beralih ke arah itu, maka para raksasa teknologi lainnya bisa saja mengikuti.

Bagi para investor, perkembangan ini menjadi pengingat bahwa dominasi di sektor teknologi bisa bergeser sewaktu-waktu. Untuk Alphabet, ini mungkin saatnya meninjau ulang strategi pencarian mereka di era di mana AI bukan hanya pelengkap, tapi menjadi pusat perhatian.


Pasar Global Bergerak Bervariasi

Pergerakan pasar global juga turut mencerminkan sentimen yang beragam. Bursa Eropa cenderung melemah, sedangkan pasar Asia, termasuk Hong Kong dan Shanghai, justru menguat setelah pemerintah China mengambil langkah pemangkasan suku bunga dan memberikan stimulus tambahan untuk menopang ekonomi yang terkena tekanan dari tarif AS.

Situasi saat ini menegaskan bahwa pelaku pasar sedang berada dalam fase menunggu: antara kebijakan moneter, tensi geopolitik, dan kinerja korporasi. 

Ketidakpastian masih akan membayangi, namun bukan berarti tanpa peluang. Yang dibutuhkan adalah strategi yang terukur, pandangan yang tajam, dan kesiapan untuk merespons setiap perubahan arah angin ekonomi global.