KABARBURSA.COM - Ketegangan geopolitik antara India dan Pakistan kembali memanas. Meski konflik ini terjadi di kawasan Asia Selatan, dampaknya berpotensi menjalar lebih luas, termasuk ke Indonesia, terutama dalam sektor perdagangan dan energi.
Ketegangan militer yang terus meningkat di antara dua negara bertetangga itu dikhawatirkan akan mengganggu distribusi perdagangan, kelancaran pasokan energi, serta stabilitas harga minyak dunia. Situasi ini memicu kekhawatiran akan potensi efek domino yang bisa dirasakan hingga di luar wilayah konflik.
Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa eskalasi militer antara India dan Pakistan dapat mengganggu jalur perdagangan utama di kawasan. “Konflik India-Pakistan berpotensi mengganggu aktivitas perdagangan regional, terutama jika pelabuhan dan jalur distribusi utama di Asia Selatan terganggu oleh konflik militer,” ujarnya kepada Kabarbursa.com, Rabu, 7 Mei 2025.
Syafruddin menjelaskan, meskipun secara langsung nilai ekspor Indonesia ke Pakistan masih tergolong kecil, Indonesia tetap tidak bisa menghindari dampak dari gangguan regional. Terlebih lagi, hubungan dagang antara Indonesia dan India cukup intens, terutama dalam komoditas seperti batu bara, minyak sawit mentah (CPO), dan produk kimia.
“Ketika harga minyak mentah dunia meningkat akibat risiko geopolitik, Indonesia akan menghadapi tekanan pada harga BBM dan logistik domestik,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa tekanan harga tersebut bisa berdampak luas terhadap stabilitas ekonomi domestik. Jika harga minyak terus merangkak naik, hal ini dapat mendorong inflasi dari sisi biaya produksi dan distribusi. Efeknya pun akan merembet ke berbagai sektor strategis seperti energi, transportasi, hingga pangan, yang pada akhirnya menekan daya beli masyarakat.
“Ketegangan ini bisa memengaruhi kelancaran pengapalan, menimbulkan keterlambatan logistik, atau memicu lonjakan biaya pengangkutan,” kata Syafruddin.
Melihat potensi risiko yang mungkin muncul, ia menyarankan agar para pelaku ekspor dan impor di Indonesia mulai mengambil langkah antisipatif. Menurutnya, perluasan pasar serta penguatan jalur logistik alternatif menjadi penting untuk menghindari ketergantungan pada satu rute perdagangan saja.
“Langkah mitigasi cepat, seperti peningkatan peran atase perdagangan dan dukungan pembiayaan ekspor, bisa memperkecil dampaknya terhadap stabilitas ekspor nasional,” tandasnya.
Pada tahun 2024, hubungan dagang antara Indonesia dan India menunjukkan surplus yang signifikan bagi Indonesia. Menurut data dari Kementerian Perdagangan, surplus perdagangan nonmigas Indonesia dengan India mencapai USD15,39 miliar.
India menjadi negara mitra dagang kedua terbesar yang memberikan surplus bagi Indonesia, setelah Amerika Serikat yang mencatatkan surplus sebesar USD16,84 miliar.
Ekspor utama Indonesia ke India didominasi oleh komoditas strategis, antara lain batu bara senilai USD7,256 juta, minyak kelapa sawit sebesar USD4,516 juta, besi tahan karat senilai USD1,254 juta, bijih tembaga sebesar USD931 juta, dan perhiasan senilai USD466 juta.
Sementara itu, impor utama Indonesia dari India mencakup minyak bumi (selain mentah) senilai USD921 juta, kendaraan bermotor sebesar USD555 juta, daging sapi senilai USD320 juta, kacang tanah sebesar USD259 juta, serta suku cadang traktor senilai USD226 juta.
Sementara itu, perdagangan Indonesia dengan Pakistan juga mengalami pertumbuhan. Data dari Kemendag juga menunjukkan bahwa impor nonmigas Indonesia dari Pakistan meningkat sebesar 100,97 persen pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, nilai total perdagangan antara Indonesia dan Pakistan masih lebih kecil dibandingkan dengan India.
Impor nonmigas Indonesia dari Pakistan meningkat sebesar 100,97 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Salah satu komoditas yang mengalami perkembangan signifikan adalah produk kertas. Setelah Pengadilan Tinggi Lahore membatalkan kebijakan bea masuk antidumping terhadap kertas Indonesia pada November 2024, Indonesia bersiap untuk kembali mendominasi pasar kertas di Pakistan.
Selain itu, Indonesia dan Pakistan sedang dalam proses negosiasi untuk memperluas cakupan perjanjian perdagangan barang dari Preferential Trade Agreement (PTA) menjadi Trade in Goods Agreement (IP-TIGA), yang akan mencakup keseluruhan pos tarif Indonesia dan Pakistan.
Secara keseluruhan, total nilai ekspor Indonesia pada tahun 2024 mencapai USD264,70 miliar, meningkat 2,29 persen dibandingkan tahun 2023. Nilai ekspor nonmigas mencapai USD248,83 miliar, naik 2,46 persen dari tahun sebelumnya. Sektor pertanian mencatatkan peningkatan ekspor paling signifikan sebesar 29,81 persen, diikuti oleh sektor industri yang meningkat 5,33 persen.
India tetap menjadi salah satu pasar utama ekspor nonmigas Indonesia, bersama dengan China dan Amerika Serikat. Ketiga negara ini berkontribusi sebesar 42,94 persen dari total ekspor nonmigas nasional Indonesia pada tahun 2024.
Data ini menunjukkan pentingnya peran India dan Pakistan dalam perdagangan internasional Indonesia, serta potensi yang dapat terus dikembangkan di masa mendatang. (*)