KABARBURSA.COM - Di tengah tekanan global yang belum mereda, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh sebesar 4,87 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada triwulan I 2025. Pemerintah menyebut capaian ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi nasional, meski tanda-tanda perlambatan dan ketimpangan antar sektor mulai terlihat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah tetap optimis meski menghadapi dinamika ekonomi global yang tidak mudah.
“Di tengah tantangan perlambatan ekonomi dan ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang cukup resilien. Optimisme terus dijaga, didukung komitmen Pemerintah dengan memastikan APBN bekerja optimal dalam melindungi masyarakat, termasuk memastikan ekonomi tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa 6 Mei 2025.
Adapun, pertumbuhan ekonomi triwulan I ini ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,89 persen, didorong oleh libur tahun baru, pergeseran Ramadan dan Idulfitri ke awal tahun, serta daya beli masyarakat yang ditopang berbagai insentif fiskal.
Pemerintah memberikan berbagai stimulus seperti THR, diskon tarif listrik dan tol, insentif PPN DTP untuk properti, dan PPh 21 DTP untuk sektor padat karya. Harga pangan juga dinilai tetap terkendali berkat peran Bulog dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga.
Namun, di sisi investasi, pertumbuhan tercatat terbatas hanya 2,12 persen. Investasi bangunan melambat, mencerminkan kinerja sektor konstruksi yang juga tumbuh terbatas di angka 2,18 persen. Selain itu, investasi mesin non-kendaraan juga mengalami perlambatan.
Konsumsi Pemerintah bahkan terkontraksi 1,38 persen akibat basis data belanja yang tinggi pada triwulan I 2024, saat pemilu dan penyaluran bansos dipercepat karena dampak El Nino.
Ekspor tumbuh stabil 6,78 persen, terutama ditopang oleh kenaikan ekspor sawit dan besi baja. Dari sisi produksi, sektor pertanian menunjukkan lonjakan signifikan sebesar 10,52 persen berkat panen raya dan peningkatan permintaan selama Ramadan.
Pemerintah mencatat produksi beras nasional pada awal 2025 tumbuh lebih dari 60 persen dibandingkan tahun sebelumnya, dengan stok di Bulog mencapai 2,5 juta ton.
Sementara itu, sektor industri pengolahan tumbuh 4,55 persen didukung hilirisasi, dan sektor perdagangan tumbuh 5,03 persen. Mobilitas masyarakat yang meningkat turut mendorong sektor transportasi dan akomodasi tumbuh masing-masing 9,01 persen dan 5,75 persen. Sektor jasa informasi dan komunikasi juga mencatat pertumbuhan tinggi 7,72 persen, dipacu oleh adopsi teknologi digital dan AI.
Meski demikian, tidak semua sektor bergerak positif. Sektor pertambangan mengalami kontraksi akibat harga komoditas global yang melemah.
Sektor konstruksi juga lesu, dipengaruhi oleh sikap wait and see investor. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan belum merata dan masih bergantung pada konsumsi serta insentif fiskal pemerintah.
Dari sisi kesejahteraan, angka pengangguran menurun tipis dari 4,82 persen pada 2024 menjadi 4,76 persen. Lapangan kerja tercipta bagi 3,59 juta orang, naik dari 3,55 juta orang pada tahun sebelumnya.
Pemerintah mengakui bahwa tantangan ekonomi ke depan masih berat. Sri Mulyani mengaku akan terus memantau dinamika global serta memperkuat strategi mitigasi, termasuk melalui deregulasi dan pembentukan satgas ketenagakerjaan. Selain itu, kerja sama internasional terus didorong dalam berbagai forum seperti G20, ASEAN+3, dan ADB.
“Diperlukan pemantauan secara berkala dan upaya mitigasi dampak ketidakpastian, antara lain melalui deregulasi, pembentukan satgas ketenagakerjaan, serta strategi memitigasi risiko untuk menjaga stabilitas ekonomi, serta melindungi dunia usaha dan menjaga daya beli masyarakat,” terang Sri Mulyani.
Pemerintah juga mendorong pemetaan produk unggulan untuk menembus pasar ASEAN+3, Uni Eropa, dan BRICS.
Program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) serta insentif sektor perumahan melalui FLPP juga mulai digencarkan. Termasuk dengan perluasan target perumahan melalui FLPP menjadi lebih tinggi dari sebelumnya 220 ribu," tuturnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,87% yoy pada triwulan I-2025 memberikan sinyal resiliensi ekonomi nasional. Meski bukan capaian yang spektakuler, angka ini bisa menjaga sentimen positif di pasar karena menunjukkan bahwa Indonesia masih mampu tumbuh di tengah tekanan global.
Efek pada investor:
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,89% menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih terjaga, didukung berbagai stimulus fiskal seperti THR, diskon listrik/tol, dan insentif PPN DTP.
Efek pada investor:
Pertumbuhan investasi hanya 2,12% dan konsumsi pemerintah bahkan minus 1,38% menunjukkan ketidakpastian dan perlambatan sektor-sektor modal dan infrastruktur.
Efek pada investor:
Beberapa sektor yang mencatat pertumbuhan tinggi:
Efek pada investor:
Tekanan dari:
Efek pada investor:
Langkah-langkah seperti pembentukan Satgas Ketenagakerjaan, deregulasi, serta insentif FLPP dan MBG menunjukkan bahwa pemerintah berupaya menstimulasi pertumbuhan dan perlindungan sosial.
Efek pada investor:
Netral ke Positif: Meskipun terdapat tanda-tanda perlambatan, fundamental domestik masih kokoh, terutama dari sisi konsumsi masyarakat dan ekspor selektif (sawit, besi baja).
Strategi investor:
Salin Edit| Sektor/Aspek Ekonomi | Kondisi Saat Ini | Efek terhadap Investor | Rekomendasi Strategi | |----------------------------------|-----------------------------------------------------------|----------------------------------------------------------------|----------------------------------------| | Konsumsi Rumah Tangga | Tumbuh 4,89% ditopang insentif dan daya beli kuat | Positif untuk sektor konsumsi dan ritel | Akumulasi saham consumer goods | | Investasi | Tumbuh terbatas 2,12%, sektor konstruksi melambat | Negatif bagi properti dan infrastruktur | Hindari sektor konstruksi jangka pendek| | Konsumsi Pemerintah | Kontraksi 1,38% karena high base effect tahun lalu | Potensi hambatan belanja fiskal di Q1 | Monitor stimulus lanjutan | | Ekspor | Tumbuh 6,78% (sawit, besi baja) | Positif untuk sektor komoditas tertentu | Pilih saham eksportir unggulan | | Sektor Pertanian | Tumbuh tinggi 10,52% karena panen raya | Potensial untuk saham agri dan pangan | Perhatikan emiten agribisnis | | Industri Pengolahan | Tumbuh 4,55% didukung hilirisasi | Stabil dan menarik untuk jangka menengah | Fokus pada manufaktur terintegrasi | | Transportasi dan Akomodasi | Tumbuh 9,01% dan 5,75% karena mobilitas meningkat | Momentum kuat di sektor logistik dan pariwisata | Entry point saham logistik/aviation | | Teknologi Informasi dan Komunikasi| Tumbuh 7,72% karena digitalisasi dan AI | Menarik untuk sektor digital dan IT | Akumulasi saham teknologi | | Pertambangan | Kontraksi akibat harga komoditas global melemah | Risiko tinggi untuk saham batu bara dan logam | Hindari sementara sektor ini | | Pengangguran dan Tenaga Kerja | Pengangguran turun tipis, penciptaan kerja meningkat | Stabil dari sisi konsumsi jangka panjang | Lihat sektor padat karya dan UMKM | | Kebijakan Pemerintah | Insentif fiskal, FLPP, satgas ketenagakerjaan | Memberi sentimen positif pada sektor perumahan dan sosial | Perhatikan saham terkait program pemerintah |