Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Dolar dan The Fed Dorong Harga Emas Naik Dua Persen

Harga emas menguat 2,3 persen ke USD 3.315 per troy ounce seiring pelemahan dolar AS dan ekspektasi kebijakan suku bunga The Fed pekan ini.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 06 May 2025 | Penulis: Syahrianto | Editor: Syahrianto
Dolar dan The Fed Dorong Harga Emas Naik Dua Persen Ilustrasi sebongkah emas batangan (Foto: AI untuk KabarBursa)

KABARBURSA.COM – Harga emas global menguat tajam lebih dari 2 persen pada perdagangan Senin (6/5), seiring pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya permintaan aset aman (safe haven), menjelang pengumuman kebijakan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), pekan ini.

Seperti dikutip dari Reuters, harga spot emas tercatat naik 2,3 persen ke level USD 3.315,09 per troy ounce pada pukul 13:52 waktu New York (ET) atau 17:52 GMT. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS (U.S. gold futures) ditutup menguat 2,4 persen menjadi USD 3.322,30 per troy ounce.

Pelemahan indeks dolar AS sebesar 0,1 persen menjadi salah satu pemicu utama penguatan emas, karena membuat harga logam mulia ini menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain.

Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh pengumuman Presiden AS Donald Trump pada Minggu, 4 Mei 2025, mengenai pengenaan tarif sebesar 100 persen terhadap film yang diproduksi di luar negeri. Kebijakan ini memicu kembali kekhawatiran akan potensi perang dagang global yang dapat memperburuk prospek ekonomi dunia.

“Permintaan terhadap aset aman terus mengalir dan mendorong harga emas tetap tinggi. Dalam waktu dekat, harga diperkirakan tetap bertahan di atas level USD 3.000,” ujar Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals.

Wyckoff juga menambahkan bahwa tidak ada ekspektasi perubahan suku bunga pada pertemuan The Fed kali ini, tetapi investor tetap mencermati pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell yang dijadwalkan pada Rabu (8/5) untuk mencari sinyal arah kebijakan berikutnya.

Sejak Desember lalu, The Fed mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen. Meski pertemuan minggu ini diperkirakan tidak akan menghasilkan perubahan suku bunga, pengaruh kebijakan tarif Presiden Trump menambah lapisan ketidakpastian terhadap proyeksi ekonomi ke depan.

Emas yang dikenal sebagai aset lindung nilai terhadap ketidakpastian dan biasanya menguat dalam kondisi suku bunga rendah, telah mencatat beberapa rekor tertinggi dan menguat lebih dari 26 persen sepanjang tahun ini.

Bank investasi Goldman Sachs memperkirakan emas akan terus mengungguli perak dalam performa harga. Namun, mengingat tingginya korelasi permintaan antara keduanya, lonjakan minat pada emas pada 2025 diprediksi turut mendorong harga perak naik.

Harga spot perak naik 1 persen ke level USD 32,31 per troy ounce. Sementara itu, harga platinum turun 0,4 persen menjadi USD 956,05 dan harga palladium melemah 1,5 persen ke USD 939,55 per troy ounce. 

Komentar Pejabat, Ketidakpastian Dagang, dan Awan Gelap Ekonomi AS

Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa kebijakan tarif, pemangkasan pajak, dan deregulasi dari Presiden Donald Trump ditujukan untuk menarik investasi jangka panjang ke dalam negeri. Menurutnya, gejolak jangka pendek yang muncul akibat kebijakan ini masih dapat ditoleransi oleh pasar.

Namun, di pasar keuangan, kekhawatiran meningkat. “Naiknya S&P 500 selama sembilan hari berturut-turut sulit untuk dipertahankan,” ujar Art Hogan, Kepala Strategi Pasar di B Riley Wealth, Boston. “Pasar mulai memperhitungkan kemungkinan kesepakatan dagang, tetapi waktu kian menipis. Setiap pekan tanpa kesepakatan baru berisiko menimbulkan kerusakan ekonomi.”

Kebijakan tarif juga berimbas pada tekanan harga. Survei Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan sektor jasa di AS mengalami percepatan pertumbuhan pada April, dengan indeks PMI naik menjadi 51,6 dari 50,8. Namun, indeks harga yang dibayar oleh pelaku usaha melonjak ke titik tertinggi dalam lebih dari dua tahun terakhir, mencerminkan tekanan inflasi dari kebijakan perdagangan. Hal ini diperkuat oleh data S&P Global yang menunjukkan bahwa aktivitas bisnis AS melambat ke level terendah dalam 16 bulan, sementara harga barang dan jasa naik ke level tertinggi dalam 13 bulan.

Selain itu, sentimen masyarakat terhadap perekonomian juga melemah. Indeks Sentimen Konsumen Universitas Michigan turun tajam menjadi 52,2 pada April dari 57 di bulan sebelumnya. Penurunan 32 persen dalam indeks ekspektasi sejak Januari menjadi yang terparah sejak resesi awal 1990-an.

Sementara itu, survei American Association of Individual Investors (AAII) menunjukkan bahwa 61,9 persen investor ritel bersikap bearish pada awal April, rekor tertinggi sepanjang 38 tahun sejarah survei tersebut.

Proyeksi ekonomi AS juga semakin suram. Survei Reuters pada April mengungkapkan bahwa para ekonom memperkirakan pertumbuhan PDB AS hanya mencapai 1,4 persen pada 2025, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,2 persen. Risiko resesi dalam 12 bulan ke depan melonjak menjadi 45 persen dari 25 persen pada Maret lalu. Kebijakan tarif yang agresif disebut-sebut sebagai penyebab utama melemahnya prospek bisnis dan investasi. (*)