KABARBURSA.COM – Lonjakan angka pengangguran Indonesia jadi sorotan utama Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan sebanyak 83.000 orang.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan pemerintah akan menganalisis data ini secara komprehensif sebelum merumuskan kebijakan, termasuk pembentukan Satgas PHK dan penguatan upah minimum sesuai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
“Nanti kita harus lihat berapa penambahan pengangguran dibandingkan dengan kesempatan kerja,” ujar Yassierli di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025.
Menurut Yassierli, pihaknya belum dapat memberikan pernyataan menyeluruh sebelum pertemuan resmi dengan BPS yang dijadwalkan berlangsung esok hari.
“Tim dari BPS akan ke kementerian besok, jadi saya belum bisa komentar lebih lanjut. Nanti kita lihat bersama datanya seperti apa, analisisnya seperti apa,” katanya.
Ia menegaskan bahwa data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) akan menjadi dasar penting dalam merumuskan arah kebijakan ketenagakerjaan pemerintah ke depan.
Menyikapi fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus menghantui sektor ketenagakerjaan di tengah tekanan ekonomi global, Yassierli memastikan bahwa pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK tengah dalam tahap finalisasi.
“Satgas PHK ini masih dalam proses finalisasi. Nanti terakhir tentu menunggu keputusan Presiden, apakah akan berbentuk Perpres atau mekanisme lainnya, kita tunggu saja,” ungkapnya.
Satgas ini, kata Yassierli, akan beranggotakan perwakilan dari unsur pemerintah pusat, serikat pekerja, pengusaha, akademisi, hingga kementerian/lembaga terkait. Format tersebut merupakan arahan langsung Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam sarasehan ketenagakerjaan beberapa waktu lalu.
Namun yang lebih krusial, lanjutnya, adalah fungsi dari Satgas itu sendiri. “Harapan kami, Satgas PHK ini tidak hanya menjadi pemadam kebakaran di hilir, tapi juga bergerak ke hulu. Ke hulu itu termasuk antisipasi dan kepastian perluasan lapangan kerja seperti apa,” tegas Yassierli.
Menanggapi isu mengenai tekanan pengusaha agar Indonesia bisa lebih kompetitif dalam hal biaya tenaga kerja dibandingkan negara seperti Vietnam, Yassierli menegaskan bahwa prinsip upah minimum yang sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tetap menjadi pijakan utama pemerintah.
“Kalau upah itu sudah jelas, tidak bisa ditawar. Upah itu harus menggambarkan KHL. Itu putusan Mahkamah Konstitusi juga menegaskan hal tersebut,” katanya tegas.
Pemerintah, tambahnya, memiliki tanggung jawab untuk memastikan keberlangsungan komponen-komponen KHL sebagai dasar perhitungan upah minimum.
“Di situlah peran pemerintah, memastikan komponen KHL itu sesuai dengan kenyataan hidup pekerja,” ujarnya.
Terkait dengan stimulus ekonomi dan dukungan lain seperti program padat karya, Yassierli menyebut hal tersebut berada dalam koordinasi lintas kementerian, khususnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Namun demikian, ia menekankan bahwa Kemnaker akan terus fokus dalam memastikan jaminan sosial tenaga kerja dan ketersediaan pekerjaan yang layak.
“Jaminan sosial dan upah yang layak, itu dua hal yang menjadi concern kami. Harus mencerminkan kebutuhan hidup layak bagi para pekerja,” katanya.
Jumlah pengangguran di Indonesia memang turun, tapi lapisan persoalannya jauh lebih tebal dari sekadar angka. BPS mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari 2025 mencapai 4,76 persen, turun tipis 0,06 persen poin dibanding Februari tahun lalu. Secara jumlah, itu berarti sekitar 7,28 juta orang menganggur dari total angkatan kerja nasional sebanyak 153,05 juta orang.
Namun, di balik angka itu, ada satu catatan penting: lebih dari 49 juta orang bekerja tidak penuh alias hanya 1–34 jam per minggu. Jumlah ini mencakup 8 persen setengah pengangguran dan 25,81 persen pekerja paruh waktu. Sementara mereka yang bekerja penuh (≥35 jam per minggu) berjumlah 96,48 juta orang atau sekitar 66,19 persen.
Tren ini menandakan satu hal: meski lebih banyak orang bekerja, belum tentu mereka mendapat pekerjaan yang layak secara jam kerja. Bahkan, ketika angkatan kerja bertambah 3,67 juta orang dan jumlah penduduk bekerja naik 3,59 juta orang dalam setahun terakhir, kualitas jam kerja tetap jadi pekerjaan rumah besar.
Lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi, serta perawatan mobil dan sepeda motor. Sektor ini menambah sekitar 980 ribu pekerja baru, mengalahkan sektor lain. Namun, kenaikan rata-rata upah buruh nasional justru cuma 1,78 persen, dari Rp3,04 juta menjadi Rp3,09 juta. Artinya, kenaikan upah kalah cepat dibanding kenaikan kebutuhan hidup sehari-hari.
BPS mencatat proporsi pekerja penuh mengalami sedikit peningkatan dibanding Februari 2024, tapi ini belum cukup untuk memutar keadaan. Di tengah tekanan ekonomi global, kenaikan proporsi pekerja penuh dari sekitar 65,6 persen (Februari 2024) ke 66,19 persen (Februari 2025) masih rapuh dan mudah terpukul oleh gejolak sektor industri atau perdagangan.
Di tingkat kebijakan, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli sudah mewanti-wanti soal pembentukan Satgas PHK. Ia berharap Satgas ini tidak hanya sibuk memadamkan masalah di hilir, tapi juga menyiapkan perluasan lapangan kerja dari hulu. Dengan lebih dari 7 juta pengangguran plus 49 juta pekerja tidak penuh, tantangan sektor ketenagakerjaan Indonesia jelas tidak sederhana.(*)