KABARBURSA.COM — Batu bara kalori rendah, yang sering dipandang sebelah mata, bakal naik kelas di tangan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Lewat proyek jumbo senilai USD3,2 miliar (sekitar Rp51 triliun), PTBA siap mengubah cadangan batu bara Tanjung Enim menjadi gas sintetis alias Synthetic Natural Gas (SNG).
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, mengatakan hilirisasi batu bara kalori rendah menjadi gas sintetis bukan hanya soal bisnis, tapi juga langkah strategis mengurangi ketergantungan Indonesia pada LNG impor. “Proyek hilirisasi batubara kami lainnya ini adalah menjadi Synthetic Natural Gas (SNG) yang saat ini tengah kami kembangkan bersama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Tujuannya untuk mencari alternatif solusi terhadap kebutuhan gas nasional sekaligus menambah diversifikasi portofolio energi nasional,” kata Arsal saat rapat bersama Komisi XII di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025.
Menurut Arsal, proyek energi strategis ini akan memanfaatkan sekitar 8,7 juta ton batu bara per tahun, mayoritas dari jenis batu bara kalori rendah sekitar 3.700 kkal/kg. Dari jumlah itu, diproyeksikan akan dihasilkan volume gas sintetis sekitar 240 Billion British Thermal Unit (BBTU) per hari. “Cadangan batu bara yang kami miliki, terutama di Tanjung Enim, sangat besar dan mayoritas merupakan batu bara kalori rendah. Ini sangat ideal untuk dikonversi menjadi gas sintetis,” jelas Arsal.
Pemilihan lokasi di Tanjung Enim bukan tanpa alasan. Dengan infrastruktur jaringan transmisi gas milik PGN yang sudah terhubung ke Sumatera Selatan dan Jawa Barat, proyek hilirisasi PTBA ini hanya membutuhkan tambahan pipa sekitar 57 kilometer. “Tanjung Enim ini memiliki posisi yang sangat strategis karena berada dekat dengan infrastruktur gas PGN,” papar Arsal.
Berdasarkan kajian awal, investasi energi nasional yang dibutuhkan untuk proyek konversi gas sintetis ini mencapai USD3,2 miliar atau sekitar Rp51 triliun. Nilai jumbo ini mencakup fasilitas produksi, distribusi tambahan, dan teknologi konversi yang diadopsi dari mitra global. “Proyek ini memang besar, namun nilai strategis dan jangka panjangnya jauh lebih besar. Ini bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal kontribusi terhadap ketahanan energi nasional dan pengurangan ketergantungan pada LNG impor,” kata Arsal.
Proyek hilirisasi gas sintetis senilai Rp51 triliun yang digarap PTBA bukan cuma soal investasi jumbo, tapi juga soal memanfaatkan resource-based advantage yang dimiliki perusahaan. Mengutip Barney dkk. (2001) dalam artikel berjudul The Resource-Based View of the Firm: Ten Years After 1991 yang diterbitkan di jurnal Journal of Management, Resource-Based View (RBV) menekankan bahwa sumber daya yang bernilai, langka, sulit ditiru, dan sulit tergantikan adalah kunci utama menciptakan keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Dalam kasus PTBA, cadangan batu bara kalori rendah sebesar 2,9 miliar ton bisa dibilang memenuhi kriteria ini. Sumber daya ini tidak hanya melimpah, tapi juga bisa “naik kelas” lewat teknologi konversi menjadi Synthetic Natural Gas atau SNG) yang bakal memperluas portofolio energi nasional. Seperti dijelaskan Barney dkk., “Firms achieve sustainable competitive advantage when they exploit internal strengths, particularly those that competitors find difficult to duplicate (Perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan ketika mereka mengeksploitasi kekuatan internal, khususnya yang sulit diduplikasi oleh para pesaing)."
Tak cuma soal batu bara sebagai aset fisik, PTBA juga punya aset tak berwujud yang penting, yakni kolaborasi strategis lintas BUMN (PGN dan Pertamina), serta akses ke jaringan transmisi gas. Semua ini termasuk ke dalam kapabilitas organisasi yang menurut RBV sulit direplikasi pesaing, apalagi jika sudah melekat dalam sistem kerja dan sinergi internal.
Selain itu, investasi besar pada teknologi konversi (USD3,2 miliar) mencerminkan pendekatan kapabilitas dinamis—yaitu kemampuan perusahaan beradaptasi, membangun ulang sumber daya, dan mengantisipasi perubahan pasar. Barney dkk. mencatat, “Dynamic capabilities allow firms to reconfigure resources in rapidly changing environments, ensuring continued alignment with market opportunities (Kapabilitas yang dinamis memungkinkan perusahaan untuk mengonfigurasi ulang sumber daya mereka di lingkungan yang berubah cepat seraya memastikan tetap selaras dengan peluang pasar)."
Maksudnya, perusahaan yang kuat itu tak cuma duduk manis mengandalkan aset lama, tapi juga punya kemampuan untuk menyesuaikan, mengadaptasi, bahkan memutar ulang sumber dayanya supaya tetap relevan menghadapi perubahan pasar. Dengan kata lain, hilirisasi SNG bukan cuma soal menjual lebih banyak batu bara, tapi juga soal menciptakan nilai tambah yang tidak semua pemain di pasar energi Indonesia mampu tiru.
Dampak bagi Investor
Bagi investor, proyek ini menghadirkan dua sisi mata uang. Di satu sisi, hilirisasi SNG membuka potensi pertumbuhan baru yang--jika berhasil dieksekusi---bisa meningkatkan valuasi PTBA, mendongkrak citra ESG, dan memberi peluang ekspansi pendapatan jangka panjang. Ini sejalan dengan pandangan RBV, bahwa keunggulan kompetitif datang dari pemanfaatan optimal atas sumber daya unik.
Namun di sisi lain, investor harus mencermati risiko eksekusi. Seperti ditekankan Barney dkk., “Resources must be effectively organized and deployed to realize their full potential in generating advantage (Sumber daya harus diorganisasi dan diterapkan secara efektif agar dapat merealisasikan potensi penuhnya dalam menciptakan keunggulan)." Artinya, tanpa organisasi, eksekusi, dan pengelolaan yang tepat, proyek besar seperti ini justru bisa membebani neraca keuangan dan meningkatkan risiko leverage.
Intinya, proyek SNG menawarkan peluang menarik untuk mendiversifikasi bisnis PTBA di luar batu bara mentah, tetapi juga membawa tantangan besar yang harus dicermati secara realistis. Investor disarankan menilai kesiapan manajemen, kelayakan teknologi, dan kejelasan roadmap komersial sebelum mengambil keputusan investasi berbasis hype semata.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.