KABARBURSA.COM - Siapa sangka, batu bara yang selama ini identik dengan cerobong asap dan polusi, ternyata bisa berubah wujud jadi material baterai? Ya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) lagi sibuk membuktikan bahwa bongkahan hitam itu tak cuma bisa dibakar, tapi juga bisa ikut masuk dalam ekosistem energi masa depan.
Lewat sederet proyek hilirisasi, PTBA menggandeng lembaga riset dan kampus-kampus top untuk mengubah batubara jadi artificial graphite, anodasit, bahkan synthetic natural gas (SNG). Semuanya diarahkan ke satu tujuan, yakni mmebuat Indonesia tak cuma jadi pengebor, tapi juga produsen teknologi bernilai tambah.
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, mengatakan sejumlah proyek hilirisasi batu bara saat ini tengah berada dalam tahap penelitian dan pengembangan (R&D) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Proyek ini sudah memasuki tahap soft launching dan digadang-gadang akan menjadi elemen penting dalam pengembangan ekosistem baterai nasional.
"Konversi batubara menjadi artificial graphite ini merupakan lompatan besar bagi PTBA. Kami tidak hanya bicara soal energi fosil, tapi juga bagaimana batubara bisa menjelma menjadi material teknologi tinggi yang sangat dibutuhkan di masa depan," ujar Arsal dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2025.
Arsal menjelaskan, artificial graphite hasil olahan batu bara ini nantinya bakal diproses jadi anodasit—salah satu bahan utama dalam baterai litium tipe NMC811. Jalurnya panjang, mulai dari batu bara yang diolah jadi kolaid, terus dikembangkan jadi artificial graphite, lalu dibentuk jadi lembaran anodasit. Bayangkan saja, komponen ini menyumbang sekitar 22 persen dari isi baterai litium dan bikin peran batubara di industri baterai makin tak bisa diremehkan.
Tak cuma soal baterai, PTBA juga menggandeng Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk melakukan riset produksi asam humat dari batu bara kalori rendah. Asam humat ini punya potensi besar di dunia pertanian dan reklamasi lahan, sekaligus buka peluang komersialisasi produk turunan batu bara non-energi. Jadi, batu bara yang biasanya dipandang cuma sebagai sumber energi kotor, sekarang mulai dirombak jadi bahan bernilai tambah lintas sektor.
"Kami ingin membuktikan bahwa batu bara kalori rendah, yang selama ini dianggap sebagai limbah industri, dapat diubah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi," kata Arsal.
Langkah PTBA juga mencakup kerja sama penelitian dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT untuk mengembangkan SNG sebagai alternatif LNG. Dengan cadangan batu bara melimpah, SNG diyakini mampu menjadi energi substitusi yang kompetitif dan lebih mandiri secara nasional.
PTBA juga ambil bagian dalam proyek coal to DME (dimethyl ether) bersama PT Pertamina, di mana PTBA berperan sebagai penyedia utama bahan baku batu bara. Proyek ini menjadi bagian penting dari kebijakan pemerintah dalam mengurangi impor LPG dan mendukung kemandirian energi nasional. "Seluruh upaya ini merupakan bentuk nyata komitmen kami untuk menghadirkan hilirisasi batu bara yang berbasis riset, terintegrasi, dan mendukung kebijakan strategis energi nasional," kata Arsal.
Dalam proyek konversi batu bara menjadi artificial graphite dan anodasit, PTBA menargetkan penyelesaian tahap basic engineering design pada akhir 2025. Selanjutnya, perusahaan merencanakan pembangunan pilot plant di Tanjung Enim pada 2026. Proyek ini akan menjadi tonggak penting dalam proses transisi menuju skala produksi komersial. "Total estimasi biaya dari tahap riset hingga pilot plant mencapai Rp287 miliar. Ini bukan beban, melainkan investasi strategis jangka panjang bagi transformasi industri energi dan teknologi Indonesia," jelas Arsal.
Investasi besar ini juga mencerminkan keberanian PTBA dalam mengambil peran penting di tengah tuntutan transisi energi global. Di saat banyak pihak masih berkutat pada eksploitasi sumber daya, PTBA melangkah lebih jauh dengan menjadikan batu bara sebagai material masa depan. Arsal mengatakan PTBA tidak berjalan sendiri. Seluruh inisiatif hilirisasi ini melibatkan sinergi lintas sektor: pemerintah, akademisi, dan pelaku industri.
Menurutnya, sinergi ini adalah kunci keberhasilan dalam membangun ekosistem energi nasional yang berkelanjutan dan berdaya saing global. "Kami percaya bahwa masa depan energi Indonesia akan ditentukan oleh seberapa kuat kita menguasai teknologi dan mengembangkan industri berbasis riset. PTBA ingin menjadi pelopor dalam bidang ini," kata Arsal.
Keterlibatan dalam ekosistem baterai nasional, menurut dia, juga selaras dengan visi Indonesia menuju industri kendaraan listrik dan energi terbarukan. PTBA ingin memastikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga pemain utama dalam rantai pasok global.
"Ketika kita bicara baterai, kita bicara tentang masa depan kendaraan listrik, penyimpanan energi, dan revolusi industri. Batubara Indonesia harus menjadi bagian dari masa depan itu, bukan hanya masa lalu," katanya.
Dengan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari hulu ke hilir, PTBA meletakkan fondasi baru dalam pengelolaan sumber daya energi. Strategi ini tidak hanya meningkatkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga menjawab tantangan lingkungan dan tuntutan zaman. Proyek-proyek hilirisasi ini juga diharapkan menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kapasitas SDM nasional, dan memperkuat posisi Indonesia dalam peta industri global.
"Setiap proyek riset yang kami jalankan juga menjadi ajang transfer pengetahuan, tempat lahirnya inovasi, dan basis pembentukan industri baru. Ini yang menjadi semangat kami di PTBA," kata Arsal.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.