Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekonomi RI Tumbuh 4,87 Persen, Konsumsi Lemah Jadi Alarm

BPS catat ekonomi tumbuh, tapi kontraksi konsumsi dan belanja jadi sorotan

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 05 May 2025 | Penulis: Syahrianto | Editor: Syahrianto
Ekonomi RI Tumbuh 4,87 Persen, Konsumsi Lemah Jadi Alarm Suasana transaksi di pasar tradisional Sentul, Bogor, Senin, 28 April 2025. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2025 mencapai 4,87 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), didorong oleh performa kuat sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 10,52 persen. Meski secara tahunan tumbuh positif, ekonomi nasional terkontraksi 0,98 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).

Dalam paparan resmi BPS, Direktur Neraca Produksi BPS, Puji Agus Kurniawan, menjelaskan bahwa PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada periode Januari–Maret 2025 tercatat sebesar Rp5.665,9 triliun. Sementara itu, jika dihitung menggunakan harga konstan 2010, nilainya mencapai Rp3.264,5 triliun. Menurutnya, dinamika ekonomi global yang masih dibayangi ketidakpastian, serta pola musiman belanja pemerintah menjadi faktor yang memengaruhi kinerja kuartalan ekonomi nasional.

"Kontraksi secara kuartalan sebesar 0,98 persen disebabkan oleh penurunan signifikan dalam belanja pemerintah, yang tercermin dari kontraksi komponen konsumsi pemerintah sebesar 39,89 persen. Namun, secara tahunan, perekonomian kita masih menunjukkan tren pertumbuhan positif," ujar Puji dalam konferensi pers BRS PDB triwulan I-2025, Senin, 5 Mei 2025.

Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi penopang utama pertumbuhan, menyumbang kontribusi signifikan dalam struktur PDB. Selain itu, lapangan usaha jasa lainnya, jasa perusahaan, serta transportasi dan pergudangan juga mencatat pertumbuhan tinggi, masing-masing sebesar 9,84 persen, 9,27 persen, dan 9,01 persen yoy. Namun, sektor pertambangan dan penggalian justru mengalami kontraksi sebesar 1,23 persen secara tahunan, dan lebih dalam secara kuartalan, yaitu -7,42 persen.

Adapun struktur PDB triwulan I-2025 masih didominasi oleh industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 19,25 persen, diikuti oleh perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 13,22 persen, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 12,66 persen.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dengan laju 6,78 persen secara tahunan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT), yang mencakup lebih dari setengah PDB Indonesia, tumbuh sebesar 4,89 persen. Komponen lainnya yang mencatat pertumbuhan adalah konsumsi lembaga nonprofit (PK-LNPRT) sebesar 3,07 persen dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 2,12 persen.

Direktur Neraca Pengeluaran BPS, Pipit Helly Sorayan, menambahkan bahwa pelemahan ekonomi secara kuartalan juga terlihat dari sisi pengeluaran. “Hampir seluruh komponen pengeluaran mengalami kontraksi. Selain konsumsi pemerintah yang turun tajam, ekspor dan impor barang serta jasa juga terkontraksi masing-masing sebesar 6,11 persen dan 10,20 persen,” ujar Pipit dalam kesempatan yang sama.

Secara spasial, kelompok provinsi di Pulau Jawa kembali menjadi motor utama perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 57,43 persen dan pertumbuhan 4,99 persen yoy. Provinsi di Pulau Sulawesi mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 6,40 persen, sementara kelompok provinsi di Maluku dan Papua menjadi yang terendah dengan pertumbuhan hanya 1,69 persen.

Kinerja sektoral pada triwulan ini juga memperlihatkan dampak musiman. Sektor jasa pendidikan, misalnya, mencatat kontraksi terdalam secara kuartalan sebesar 8,45 persen, disusul oleh jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang turun 6,97 persen. Sementara itu, sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial tumbuh tinggi sebesar 7,92 persen qtq.

Dengan dinamika tersebut, BPS mencatat bahwa kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB tetap dominan di angka 54,53 persen. Sedangkan komponen investasi (PMTB) menyumbang 28,03 persen dan ekspor bersih (ekspor dikurangi impor) memberi kontribusi positif dalam struktur pengeluaran nasional.

Puji Agus menekankan bahwa meski terjadi kontraksi secara kuartalan, Indonesia tetap berada pada jalur pertumbuhan. “Tantangan global masih tinggi, tapi beberapa indikator konsumsi dan ekspor masih menunjukkan resiliensi. Ini perlu kita perkuat dengan menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat,” tutupnya.

BPS akan terus memantau perkembangan ekonomi pada triwulan berikutnya dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk belanja pemerintah, tren konsumsi domestik, serta kondisi eksternal seperti harga komoditas dan stabilitas perdagangan internasional.

Di tengah capaian pertumbuhan tahunan yang terjaga, sejumlah ekonom menilai pentingnya memperhatikan keberlanjutan konsumsi domestik yang menjadi pilar utama ekonomi nasional. Konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,89 persen memang menjadi penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto. Namun, pertumbuhan ini dinilai masih belum cukup kuat untuk mengimbangi tekanan dari kontraksi sektor-sektor lainnya, terutama di tengah tren global yang belum menentu serta dampak kebijakan fiskal yang bersifat musiman.

Lebih jauh, prospek ekonomi pada kuartal berikutnya diperkirakan akan sangat bergantung pada kecepatan pemerintah dalam mencairkan anggaran belanja, stabilitas harga bahan pokok, dan keberlanjutan ekspor di tengah perang dagang global. 

Dukungan moneter seperti penguatan nilai tukar rupiah serta langkah Bank Indonesia dalam menjaga likuiditas pasar akan menjadi penentu dalam menjaga momentum pertumbuhan. Dengan menjaga komunikasi publik yang efektif dan menjaga kepercayaan pelaku usaha, pemerintah dinilai dapat meminimalkan gejolak yang muncul akibat tekanan domestik maupun eksternal. (*)