Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Kunci Tahan Krisis: RI Pacu Ekspor Komoditas Berbasis RCA

Perdagangan intra-ASEAN akan menjadi fokus utama dalam strategi menghadapi ketidakpastian global.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 27 April 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Yunila Wati
Kunci Tahan Krisis: RI Pacu Ekspor Komoditas Berbasis RCA Komoditas unggulan RI yang siap ekspor. Ilustrasi: dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com

KABARBURSA.COM Ancaman perlambatan perdagangan global akibat kebijakan tarif Amerika Serikat mendorong pemerintah Indonesia untuk mempererat hubungan dagang dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa perdagangan intra-ASEAN akan menjadi fokus utama dalam strategi menghadapi ketidakpastian global.

“Ini menjadi target kami karena memang negara-negara berkembang dan negara-negara di blok regional itu menjadi salah satu shockbreaker untuk mengerem ketidakpastian gejolak ke depan,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring pada Jumat, 25 April 2025.

Langkah ini merupakan bagian dari kesepakatan yang tercapai dalam pertemuan para menteri ekonomi ASEAN. Pemerintah menilai pentingnya memperkuat kerja sama regional sebagai penyangga ekonomi nasional, terutama di tengah dinamika geopolitik dan tekanan ekonomi global.

Selain mempererat perdagangan di kawasan, Airlangga juga mengingatkan pentingnya kesiapan pelaku usaha nasional dalam menghadapi perubahan pasar global. Ia mendorong dunia usaha untuk segera mencari alternatif pasar baru sekaligus meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

Kekhawatiran Airlangga bukan tanpa alasan. Dana Moneter Internasional (IMF) telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3 persen menjadi 2,8 persen sebagai imbas dari tarif impor AS. Kondisi ini menjadi sinyal kuat bahwa tekanan ekonomi akan berdampak langsung pada kinerja ekspor negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Senada dengan Airlangga, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak tarif impor AS yang sudah mulai terlihat. Menurutnya, pengenaan tarif 10 persen oleh Amerika Serikat telah menurunkan volume pengiriman barang antar negara.

“Pemerintah sedang berupaya mencari peluang ekspor baru,” kata Sri Mulyani.

Ia menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan telah melakukan kajian mendalam untuk mengidentifikasi komoditas ekspor unggulan nasional yang memiliki Revealed Comparative Advantage (RCA) di atas satu. Komoditas dengan nilai RCA tinggi dianggap cukup kompetitif untuk menembus pasar global, termasuk di luar Amerika.

”Nanti akan kami sampaikan kepada Pak Menko untuk bisa kita bahas bersama apa yang bisa dilakukan untuk mendorong industri-industri nasional yang memang memiliki Comparative Advantage yang sangat kuat. Sehingga dia mampu menembus tidak hanya pasar di Amerika tapi juga ke pasar-pasar yang lain,” ujar Sri Mulyani.

Potensi Keuntungan dari Primadona Ekspor RI

Dalam menghadapi tantangan ketidakpastian global, Indonesia terus mengandalkan kekuatan sektor ekspor, khususnya melalui komoditas-komoditas yang memiliki keunggulan komparatif tinggi. 

Berdasarkan data terbaru, sejumlah komoditas Indonesia menunjukkan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) di atas 1, yang berarti produk-produk ini memiliki daya saing kuat di pasar global dan menjadi andalan dalam memperkuat neraca perdagangan nasional.

Salah satu komoditas utama adalah minyak kelapa sawit (CPO). Indonesia bukan hanya produsen terbesar dunia, tetapi juga eksportir utama untuk produk ini. 

Pada Maret 2025, ekspor CPO Indonesia tercatat mencapai nilai fantastis sebesar USD2,19 miliar, mengalami peningkatan hampir 41 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dengan nilai RCA rata-rata 2,891 selama satu dekade terakhir, CPO menjadi tulang punggung utama ekspor non-migas nasional.

Selain CPO, nikel juga menjadi primadona ekspor. Indonesia saat ini merupakan produsen nikel terbesar dunia, dan pada Maret 2025, nilai ekspor nikel melonjak hingga USD2,38 miliar, naik 12 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

Kontribusi nikel menjadi sangat penting mengingat perannya dalam industri baterai kendaraan listrik global, yang permintaannya terus tumbuh pesat.

Di sektor pertanian, karet alam tetap menjadi salah satu komoditas andalan. Daya saing ekspor karet Indonesia tercermin dari nilai RCA yang konsisten di atas 1 di berbagai pasar utama. 

Ini memperlihatkan bahwa karet Indonesia tetap menjadi pilihan utama dunia, bahkan di tengah tekanan fluktuasi harga komoditas.

Komoditas lain yang juga memperlihatkan kekuatan adalah minyak atsiri. Produk ini memiliki nilai RCA di atas 1 di seluruh negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat, India, Prancis, Tiongkok, dan Singapura. 

Pasar minyak atsiri global yang terus bertumbuh di sektor kosmetik, farmasi, dan makanan, membuka ruang lebih luas bagi Indonesia untuk mengoptimalkan ekspor produk ini.

Tak kalah menarik, pati sagu muncul sebagai komoditas alternatif dengan potensi besar. Analisis RCA dan Export Product Dynamics (EPD) mengonfirmasi bahwa pati sagu Indonesia mampu bersaing di pasar global, dengan potensi ekspansi ke negara-negara seperti Filipina, Tiongkok, dan Sri Lanka.

Secara keseluruhan, komoditas-komoditas tersebut menawarkan peluang keuntungan yang besar bagi Indonesia, khususnya di tengah perlambatan perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan tarif proteksionis. 

Strategi pemerintah untuk mempererat hubungan dagang intra-ASEAN dan mencari pasar ekspor baru di luar Amerika Serikat menjadi langkah kunci dalam memaksimalkan potensi dari produk-produk dengan keunggulan komparatif ini.

Dengan memperkuat basis ekspor berbasis RCA, Indonesia tidak hanya mampu menjaga ketahanan ekonominya, tetapi juga meningkatkan kontribusi sektor perdagangan terhadap pertumbuhan nasional di tengah dinamika global yang menantang.(*)