Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Harga Brent dan WTI Menguat di Tengah Pelemahan Dolar AS

Minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi patokan global, naik sebesar 43 sen atau 0,7 persen ke posisi USD66,55 per barel.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 25 April 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Harga Brent dan WTI Menguat di Tengah Pelemahan Dolar AS Ilustrasi. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM - Harga minyak dunia ditutup menguat pada perdagangan Kamis, 24 April 2025, seiring dengan beragam sentimen global yang mewarnai pasar energi. Investor mencermati pergerakan dolar Amerika Serikat yang mengalami pelemahan.

Selain itu, potensi kebijakan peningkatan produksi oleh negara-negara OPEC+, serta kabar terbaru dari konflik Rusia-Ukraina dan perkembangan negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan China, juga menjadi perhatian.

Minyak mentah berjangka Brent, yang menjadi patokan global, naik sebesar 43 sen atau 0,7 persen ke posisi USD66,55 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) sebagai acuan Amerika Serikat turut menguat 52 sen atau 0,8 persen ke level USD62,79 per barel. 

Kenaikan ini terjadi meskipun pasar menghadapi banyak ketidakpastian terkait dengan arah kebijakan energi dan dinamika geopolitik.

Pelemahan dolar AS menjadi salah satu faktor utama yang mendorong harga minyak naik. Dalam perdagangan internasional, harga minyak yang ditetapkan dalam dolar menjadi lebih murah bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain ketika dolar melemah. 

Penurunan nilai tukar dolar terjadi di tengah kekhawatiran pasar atas minimnya kemajuan dalam penyelesaian perang dagang antara AS dan China, yang selama ini menjadi sumber volatilitas pasar global.

Dari sisi ekonomi makro, data terbaru dari Amerika Serikat menunjukkan adanya peningkatan ringan dalam klaim tunjangan pengangguran mingguan. Meskipun demikian, data ini sekaligus mencerminkan ketahanan pasar tenaga kerja di tengah gejolak ekonomi akibat kebijakan tarif. 

Beberapa perusahaan di AS diketahui menaikkan harga dan melakukan revisi terhadap panduan keuangan mereka, menyusul meningkatnya biaya operasional yang dipicu oleh perang dagang dan gangguan rantai pasok.

Dalam wawancara media, sejumlah pejabat Federal Reserve menyatakan bahwa mereka belum melihat urgensi untuk menyesuaikan kebijakan moneter saat ini. Mereka masih menunggu informasi yang lebih lengkap mengenai bagaimana kebijakan tarif akan memengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan. 

Pandangan ini menunjukkan pendekatan hati-hati yang diambil oleh otoritas moneter dalam menghadapi tantangan eksternal.

Ketidakpastian pasokan minyak global juga menjadi perhatian pasar. Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi, menyampaikan kesiapan untuk mengadakan perundingan dengan pihak Eropa mengenai program nuklir Teheran. 

Pemerintah Prancis mengisyaratkan kesiapan untuk berdialog asalkan Iran menunjukkan komitmen yang serius. Jika perundingan ini membuahkan hasil positif, ada kemungkinan sanksi terhadap ekspor minyak Iran akan dicabut, yang bisa membuka kembali pasokan dari salah satu produsen utama OPEC.

Di sisi lain, situasi geopolitik di Eropa Timur masih memanas. Rusia kembali meluncurkan serangan rudal dan drone ke ibu kota Ukraina, Kyiv, pada malam sebelumnya. 

Presiden AS Donald Trump menanggapi kejadian ini dengan kritik tajam terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin, yang mencerminkan eskalasi dalam retorika politik kedua negara. Trump juga menyebut bahwa pemimpin Ukraina turut menghambat proses negosiasi damai. 

Sementara itu, Rusia tetap menjadi pemain penting dalam pasar minyak dunia sebagai anggota OPEC+ bersama dengan Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Respons dari negara-negara Eropa terhadap konflik Rusia-Ukraina juga berdampak pada dinamika pasokan energi. Uni Eropa telah berkomitmen untuk menghentikan ketergantungan terhadap bahan bakar fosil asal Rusia paling lambat tahun 2027. 

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, mengatakan bahwa dalam dua minggu ke depan pihaknya akan merilis roadmap strategis untuk mewujudkan target tersebut.

Sementara itu, laporan menyebutkan bahwa sejumlah negara anggota OPEC+ mempertimbangkan untuk mempercepat peningkatan produksi minyak pada bulan Juni mendatang. Langkah ini muncul di tengah kondisi pasar yang masih tertekan akibat perang dagang global dan kebijakan tarif yang belum menemukan titik terang. 

Beberapa analis menilai bahwa keputusan menambah pasokan di tengah ketidakstabilan ini akan memperumit pemulihan ekonomi yang masih rentan terhadap guncangan.

Dengan kondisi global yang kompleks dan penuh ketidakpastian, pergerakan harga minyak dunia saat ini mencerminkan sensitivitas tinggi terhadap berbagai faktor, mulai dari geopolitik, kebijakan perdagangan, hingga sinyal kebijakan moneter. Pasar energi pun terus menjadi barometer bagi ketahanan ekonomi global dalam menghadapi tekanan yang datang dari berbagai arah.

Performa Emiten Energi Menguat 

Dua emiten sektor energi, PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), mencatatkan penguatan harga saham seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Kinerja positif ini tercermin dalam pergerakan saham kedua perusahaan di Bursa Efek Indonesia pada perdagangan Kamis, 16 Januari 2025.

Saham MEDC ditutup menguat sebesar 1,67 persen, sedangkan saham ENRG naik 2,40 persen pada hari yang sama. Penguatan tersebut berlangsung bersamaan dengan meningkatnya harga minyak mentah global yang menyentuh level tertinggi dalam lima bulan terakhir. 

Kenaikan harga minyak ini menjadi salah satu faktor eksternal yang turut berkontribusi pada pergerakan saham perusahaan yang bergerak di sektor eksplorasi dan produksi migas.

Baik MEDC maupun ENRG merupakan perusahaan dengan portofolio eksplorasi minyak dan gas di dalam dan luar negeri. Harga minyak global yang lebih tinggi dapat berdampak pada peningkatan pendapatan perusahaan di sektor hulu energi, mengingat harga jual produk yang umumnya mengacu pada harga pasar internasional.

Penguatan ini terjadi di tengah latar belakang dinamika pasar energi global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pelemahan dolar AS, ketidakpastian pasokan akibat ketegangan geopolitik, serta sinyal kebijakan produksi dari negara-negara anggota OPEC+.

Data perdagangan ini menunjukkan bahwa sektor energi tetap menjadi salah satu sektor yang mencerminkan sensitivitas tinggi terhadap perubahan harga komoditas utama seperti minyak mentah. Perkembangan ini menjadi indikator yang relevan dalam memantau performa pasar saham energi secara keseluruhan.(*)