KABARBURSA.COM — Di dunia kripto, naik-turun harga memang sudah biasa. Tapi kalau ada satu token bisa loncat lebih dari 60 persen gara-gara undangan makan malam, itu cuma bisa terjadi di Amerika dan koin itu bernama $TRUMP.
Rabu kemarin, token meme yang menyandang nama Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, itu meroket setelah pengumuman di situs promosinya mengabarkan “undangan paling eksklusif di dunia.” Isinya adalah gala dinner bareng Trump di klub golf miliknya, khusus buat 220 pembeli terbesar koin ini. Acara akan digelar pada 22 Mei 2025 di Trump National Golf Club, Washington D.C. Top 25 pemilik koin juga dijanjikan bisa ngopi bareng dalam resepsi VIP dan ikut tur spesial ke tempat yang tak dijelaskan.
Token ini seperti hidup dalam dunia paralel karena ia bukan sekadar alat tukar digital, tapi semacam tiket politik versi kripto. Nilainya sempat terbang ke USD74,59 (sekitar Rp1,24 juta) sebelum anjlok ke USD7,14 (sekitar Rp119 ribu) pada 7 April lalu. Kini, setelah Trump menyentil dunia lewat undangan gala makan malam itu, harganya kembali melenting lebih dari 60 persen.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana dinamika pasar kripto dapat tersulut bukan oleh teknologi atau adopsi massal, melainkan oleh simbolisme dan janji eksklusivitas politik. Dalam hal ini, $TRUMP menjadi semacam representasi keunikan era digital, ketika loyalitas dan modal bisa dikonversi menjadi akses terhadap tokoh politik.
Trump memang sedang tancap gas jadi presiden kripto pertama Amerika. Ia getol menghapus regulasi yang dinilai menghambat industri blockchain, sambil keluarganya diam-diam menyelam dalam samudera kripto lewat bisnis pertukaran baru bernama World Liberty Financial dan pergeseran Trump Media & Technology Group ke arah keuangan digital.
Menurut firma Chainalysis, hingga 12 Maret 2025, token ini sudah menghasilkan lebih dari USD350 juta (sekitar Rp5,84 triliun) dalam bentuk fee untuk entitas yang terafiliasi dengan Trump. Itu belum termasuk koin-koin NFT dan proyek sejenis yang bermunculan pasca kampanye digital dimulai.
Namun seperti biasa, di balik pesta, ada tanya. Tony Carrk, direktur eksekutif dari lembaga pengawas etik pemerintah Accountable.US, menyebut ajakan makan malam ini sebagai bentuk "balapan ke jurang dalam hal penyalahgunaan jabatan presiden."
"Belum pernah ada presiden yang begitu terang-terangan menjadikan jabatannya sebagai alat cari untung. Ini membuka potensi konflik kepentingan dan jual-beli pengaruh yang bisa mengancam kepentingan publik," ujarnya dikutip dari Reuters di Jakarta, Kamis, 24 April 2024.
Pihak Gedung Putih, lewat juru bicara Anna Kelly, mencoba meredakan suasana. "Aset Presiden Trump berada dalam trust yang dikelola oleh anak-anaknya. Tidak ada konflik kepentingan," katanya.
Yang bikin makin lucu, situs resmi $TRUMP sendiri menyisipkan disclaimer: “Presiden Trump mungkin tidak bisa hadir secara langsung.” Kalau tidak datang, para pemilik koin teratas cukup puas dengan NFT bergambar Trump yang katanya “edisi sangat terbatas.”
Di titik ini, $TRUMP bukan sekadar token. Ia adalah eksperimen politik, komedi digital, dan mungkin, cerminan zaman. Makan malam jadi janji, koin jadi akses, dan presiden, entah jadi influencer atau sesuatu yang lebih besar. Yang jelas, nilai satu koin ini bisa bikin dompet tebal. Begitulah dunia kripto. Kadang bukan soal teknologinya, tapi siapa yang menarik panggung.
Bitcoin Juga Tersulut Sentimen Politik
Fenomena $TRUMP ini memperkuat satu kesimpulan penting yang mulai sulit dibantah, yakni politik dan kripto kini berkelindan lebih rapat dari sebelumnya. Dan $TRUMP bukan satu-satunya contoh. Sebelumnya Bitcoin (BTC) juga kembali unjuk gigi. Per Rabu, 23 April 2025, harga Bitcoin menembus USD93.000 atau sekitar Rp1,57 miliar (kurs Rp16.900), naik lebih dari tujuh persen dalam sehari. Kenaikan ini juga dipengaruhi oleh sentimen politik.
Naiknya BTC kali ini bukan sekadar urusan chart atau golden cross. Ia naik karena Donald Trump kembali bikin gaduh—kali ini soal Ketua The Fed, Jerome Powell. Gara-gara pernyataannya yang ambigu soal pemecatan Powell, pasar langsung gelisah. Tapi Bitcoin malah sumringah.
Kejadian dimulai ketika Trump melempar komentar di platform Truth Social yang isinya mendesak The Fed agar lebih agresif menurunkan suku bunga. Ia bilang, “The Fed akan jauh lebih baik jika menurunkan suku bunga, karena tarif AS mulai masuk ke dalam perekonomian. Lakukan hal yang benar.” Satu kalimat itu cukup bikin mata para trader melek semalaman.
Spekulasi pun merebak bahwa Trump berniat mengganti Jerome Powell sebelum masa jabatannya habis. Dan meskipun belakangan ia mengklarifikasi bahwa tidak ada niat memecat Powell, sentimen sudah terlanjur bergerak. Bitcoin melejit, dolar melemah, dan grafik BTC/USD naik tajam seolah sedang didorong oleh tangan-tangan tak kasatmata di Wall Street.
Ini bukan pertama kalinya Bitcoin terpengaruh peristiwa politik. Tapi frekuensinya makin sering. Dalam tiga bulan terakhir, harga BTC terlihat semakin sensitif terhadap segala hal yang menyangkut kebijakan moneter, suku bunga, bahkan pernyataan konyol dari politisi.
“Bitcoin adalah bentuk lindung nilai terhadap risiko dari TradFi dan juga risiko dari obligasi pemerintah AS. Ancaman untuk memecat Ketua The Fed masuk dalam kategori risiko Treasury — jadi lindung nilainya pun aktif,” ujar Kendrick, Kepala Riset Aset Digital di Standard Chartered, dilansir dari BeInCrypto di Jakarta, Rabu, 23 April 2025.
Menurutnya, ancaman terhadap Ketua The Fed sendiri sudah cukup untuk dikategorikan sebagai risiko Treasury—dan respons alami dari pasar adalah melirik Bitcoin.
Hal serupa juga dilontarkan oleh Arthur Hayes, pendiri BitMEX, yang secara sarkastik menulis, “Trump bilang mau pecat JAYPOW – dolar melemah, BTC naik. Trump bilang tidak mau pecat JAYPOW – dolar menguat, BTC… tetap naik.” Sentimen pasar memang tak pernah bisa ditebak dengan logika linear. Tapi pola itu jelas: ketidakpastian bikin orang cari alternatif.
Dan alternatif itu, dalam lanskap tahun 2025, bernama Bitcoin.
Dulu, Bitcoin sering dianggap terpisah dari sistem keuangan global. Tapi sekarang, aset ini justru bergerak seirama dengan berita makroekonomi. Trader dan fund manager besar memperlakukan BTC layaknya emas digital—tangguh saat krisis, sensitif terhadap berita ekonomi.
Tak hanya wacana pemecatan Powell yang mempengaruhi harga BTC. Stabilitas politik juga punya pengaruh besar. Seperti yang disorot oleh Tom Emmer, anggota Kongres AS, kenaikan rekrutmen militer di bawah administrasi Trump menjadi simbol dari “The Trump Effect”—yakni strategi “perdamaian lewat kekuatan”.
Pernyataan ini meski tidak langsung berkaitan dengan kripto, tetap beresonansi ke pasar. Hari ketika Emmer merilis pernyataannya, volume perdagangan BTC/USD di Binance naik sepuluh persen, dan RSI Bitcoin menunjukkan angka 68—indikator teknikal yang mencerminkan sentimen pasar yang optimis tapi waspada.
Data on-chain juga menguatkan cerita ini. Jumlah alamat aktif Bitcoin naik tiga persen menjadi 950 ribu, mencerminkan minat pasar yang hidup kembali. Pasar bukan cuma mendengar, tapi bergerak.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.