Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pasar Terbuka: Risiko Mengintai Emiten Lokal

Salah satunya adalah potensi tekanan dari barang impor murah yang masuk ke pasar domestik.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 20 April 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Yunila Wati
Pasar Terbuka: Risiko Mengintai Emiten Lokal Ilustrasi perdagangan bebas dan pengaruhnya pada sejumlah emiten lokal. (Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM – Kesepakatan perdagangan bebas atau FTA antara Indonesia dan Rusia dinilai membawa peluang baru sekaligus tantangan bagi pelaku pasar. 

Pengamat Pasar Modal Wahyu Tri Laksono menilai, keterbukaan pasar ini bisa menjadi katalis positif bagi beberapa sektor ekspor, namun juga menyimpan risiko bagi emiten-emiten domestik yang belum siap menghadapi arus barang impor yang lebih kompetitif.

“Kalau skenario ini berjalan, sektor berorientasi ekspor seperti pertanian, perikanan, dan beberapa subsektor manufaktur bisa menikmati pertumbuhan kinerja. Pasar Rusia dan kawasan Eurasia bisa menjadi ceruk baru yang potensial,” ujar Wahyu kepada KabarBursa.com di Jakarta, Minggu, 20 April 2025.

Namun di sisi lain, ia mengingatkan adanya risiko yang harus dicermati investor, terutama investor ritel. Salah satunya adalah potensi tekanan dari barang impor murah yang masuk ke pasar domestik, yang berisiko menurunkan penjualan dan profitabilitas emiten lokal.

“Emiten-emiten di sektor tekstil, elektronik, hingga otomotif komponen perlu lebih hati-hati. Jika tidak siap bersaing secara harga maupun kualitas, mereka bisa kehilangan pangsa pasar,” jelasnya.

Menurut Wahyu, FTA seperti ini bisa mengubah lanskap industri nasional. 

“Beberapa perusahaan harus beradaptasi, meningkatkan efisiensi, memperkuat inovasi produk, atau mencari pasar ekspor baru. Ini bukan cuma soal akses pasar, tapi juga kemampuan bertahan dalam kompetisi terbuka,” katanya.

Ia juga menekankan pentingnya investor menganalisis ulang portofolio mereka. 

“Lihat bagaimana strategi emiten menghadapi FTA. Apakah mereka siap menangkap peluang ekspor atau justru rentan terhadap tekanan impor. Jangan cuma lihat prospek, tapi juga mitigasi risikonya,” pungkas Wahyu.

Perkuat Hubungan Dagang

Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Rusia Alexey Gruzdev, menegaskan komitmen negaranya untuk memperkuat hubungan dagang dengan Indonesia melalui skema Perjanjian Perdagangan Bebas atas FTA.

Gruzdev mengatakan Rusia akan menghapus hambatan perdagangan demi memperdalam kerja sama bilateral. 

“Kami sangat ambisius terkait FTA ini, jadi kami berupaya sefleksibel mungkin dari kedua belah pihak,” ujarnya di forum bisnis Rusia-Indonesia.

Ia menambahkan, target utama dari kesepakatan ini adalah mengeliminasi sebagian besar hambatan dagang. Namun, karena masih dalam tahap negosiasi, detail lebih lanjut belum dapat diungkapkan. 

Menanggapi pertanyaan mengenai tarif timbal balik dari Amerika Serikat (AS) dan apakah Rusia akan memanfaatkannya untuk kepentingan bilateral dengan Indonesia, Gruzdev menegaskan isu tersebut seharusnya ditangani secara terpisah.

“Itu adalah hal yang seharusnya ditangani secara independen, tapi dalam hal ini, FTA (Perjanjian Perdagangan Bebas) justru bisa menjadi jaminan bagi perdagangan bilateral, terlepas dari semua tarif timbal balik,” jelasnya.

"Kami akan memastikan bahwa setidaknya perdagangan bilateral kami tetap menjadi saluran yang terpisah," imbuhnya.

Gruzdev mengatakan Rusia tidak akan memanfaatkan situasi ketika suatu negara sedang menghadapi tekanan ekonomi dari negara lain sebagai celah untuk mendistribusikan barang. Menurutnya, tindakan semacam itu bukanlah pendekatan yang akan diambil Rusia.

Pernyataan ini mencerminkan pendekatan Rusia yang berhati-hati namun strategis dalam memperluas kemitraan global di tengah dinamika geopolitik dan ketegangan dagang global. 

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia akan mengirimkan sejumlah menteri ke Washington DC pada 16 hingga 23 April mendatang sebagai bagian dari upaya strategis menghadapi kebijakan tarif baru yang diberlakukan AS.

Perhatikan Emiten-emiten ini saat FCA Berlaku

Kesepakatan perdagangan bebas (FTA) antara Indonesia dan Rusia membawa babak baru dalam hubungan ekonomi bilateral kedua negara. Bagi pasar modal, FTA ini bukan sekadar peluang terbuka, tetapi juga tantangan nyata yang harus diantisipasi. 

Sejumlah emiten diperkirakan akan terdampak langsung oleh perjanjian ini, baik dari sisi potensi ekspor maupun tekanan dari arus barang impor yang lebih kompetitif.

Emiten yang Diuntungkan: Sektor Ekspor Siap Tancap Gas

Sektor-sektor berorientasi ekspor menjadi pihak yang paling berpotensi memetik keuntungan dari keterbukaan pasar Rusia dan kawasan Eurasia.

1. Pertanian dan Perkebunan

Emiten seperti Astra Agro Lestari (AALI), PP London Sumatra Indonesia (LSIP), dan Sinar Mas Agro Resources and Technology (SMAR) diperkirakan akan diuntungkan dengan kemudahan akses ekspor produk kelapa sawit dan turunannya. Pasar Rusia dapat menjadi ceruk baru yang strategis di tengah fluktuasi permintaan global.

2. Perikanan

Emiten seperti Dharma Samudera Fishing Industries (DSFI) akan mendapat manfaat langsung dari meningkatnya permintaan produk laut di pasar Rusia. Potensi pertumbuhan ekspor dari subsektor ini sangat besar, terutama bagi perusahaan yang sudah memiliki infrastruktur ekspor yang matang.

3. Manufaktur Berorientasi Ekspor

Perusahaan seperti Polychem Indonesia (ADMG) dan Selamat Sempurna (SMSM) yang memproduksi bahan kimia, serat sintetis, serta komponen otomotif, dinilai punya peluang ekspansi di kawasan Eurasia, terutama jika mampu bersaing dari sisi kualitas dan harga.

4. Makanan dan Minuman

Emiten consumer goods seperti Indofood CBP (ICBP) dan Mayora Indah (MYOR) juga masuk radar positif. Dengan pengalaman ekspor global dan daya saing produk yang tinggi, FTA ini dapat memperkuat penetrasi mereka ke pasar Rusia yang selama ini belum terlalu tergarap optimal.

Di sisi lain, FTA juga membuka pintu masuk bagi produk impor dari Rusia dan negara-negara mitra Eurasia. Hal ini bisa menjadi ancaman bagi beberapa sektor industri domestik.

1. Tekstil dan Garmen

Sektor tekstil dinilai paling rentan. Emiten seperti Pan Brothers (PBRX) dan Asia Pacific Investama (MYTX) berpotensi tertekan jika produk tekstil dari luar masuk dengan harga yang jauh lebih murah. Tanpa efisiensi biaya dan peningkatan kualitas, emiten-emiten ini bisa kehilangan daya saing di pasar lokal.

2. Elektronik dan Bahan Baku

Persaingan juga bakal terjadi di sektor elektronik dan bahan baku kimia. Asia Pacific Fibers (POLY) dan produsen baja seperti Gunung Raja Paksi (GDST) harus bersiap menghadapi potensi banjir produk impor dengan harga yang kompetitif.

3. Otomotif dan Komponen

Sektor otomotif dan komponennya juga tak luput dari risiko. Astra Otoparts (AUTO) dan Dharma Polimetal (DRMA) dapat terdesak jika komponen otomotif murah dari Rusia atau negara-negara eks-Uni Soviet masuk dalam jumlah besar. Tanpa adaptasi teknologi dan efisiensi produksi, pangsa pasar domestik bisa tergerus.

Peluang Ada, Risiko Nyata

FTA Indonesia–Rusia bukanlah sekadar soal pembebasan tarif, tapi juga ujian ketahanan industri nasional. Bagi investor, ini menjadi momen penting untuk menganalisis ulang portofolio, mencermati kesiapan strategi ekspor emiten, serta mewaspadai tekanan dari produk impor yang lebih kompetitif.

Kunci utama dalam menyikapi FTA ini adalah selektif memilih emiten yang adaptif, memiliki rekam jejak ekspor kuat, serta mampu bertahan dalam iklim persaingan yang semakin terbuka.(*)