KABARBURSA.COM -Bursa saham Wall Street mengalami tekanan hebat pada perdagangan Rabu, 16 April 2025 waktu setempat, dengan ketiga indeks utama merosot tajam menyusul meningkatnya kekhawatiran investor atas prospek ekonomi Amerika Serikat serta memanasnya kembali tensi dagang antara AS dan Tiongkok.
Indeks Dow Jones Industrial Average terkoreksi hingga 699,57 poin atau 1,73 persen dan ditutup pada level 39.669,39. Sementara itu, S&P 500 anjlok 2,24 persen ke posisi 5.275,70, dan Nasdaq Composite mencatatkan penurunan paling dalam dengan kejatuhan sebesar 3,07 persen ke level 16.307,16, setelah sempat menyentuh titik terendah intraday di 16.066,46.
Pelemahan pasar saham kali ini dipicu oleh pernyataan Chairman Federal Reserve Jerome Powell serta laporan dari raksasa teknologi Nvidia yang memicu sentimen negatif secara simultan. Dalam pidatonya di Economic Club of Chicago, Powell menyampaikan bahwa tanda-tanda perlambatan pertumbuhan ekonomi semakin nyata.
Ia juga mengindikasikan bahwa inflasi bisa saja bertahan lebih tinggi untuk periode yang lebih lama dari perkiraan sebelumnya, menyusul tekanan harga akibat kenaikan tarif baru terhadap barang-barang impor. Powell menegaskan bahwa The Fed masih akan menunggu data-data lanjutan sebelum menentukan arah kebijakan suku bunga, namun komentarnya itu cukup untuk membuat pelaku pasar semakin cemas dan mengambil posisi defensif.
Di saat yang sama, Nvidia mengumumkan bahwa perusahaan diperkirakan akan menanggung kerugian hingga USD5,5 miliar akibat pembatasan baru pemerintah AS terhadap ekspor chip AI H20 ke China. China selama ini merupakan salah satu pasar utama bagi chip canggih buatan Nvidia, sehingga larangan ini menimbulkan kekhawatiran besar terkait keberlanjutan pendapatan perusahaan dan masa depan industri semikonduktor secara keseluruhan.
Saham Nvidia langsung melorot 6,9 persen, dan tekanan juga merembet ke saham-saham semikonduktor lain seperti AMD yang kehilangan nilai hingga 7,3 persen. Indeks sektor semikonduktor secara keseluruhan turun 4,1 persen.
Tak hanya dari sisi perusahaan AS, gejolak juga datang dari arah Beijing. Pemerintah China merespons kenaikan tarif Amerika Serikat dengan menaikkan tarif balasan terhadap produk-produk asal AS hingga 125 persen, sebagai bagian dari eskalasi perang dagang terbaru. Situasi ini membuat iklim investasi global semakin tidak pasti dan membebani ekspektasi pertumbuhan global.
Bahkan perusahaan besar seperti ASML dari Belanda turut menyatakan bahwa kenaikan tarif telah menciptakan ketidakpastian signifikan terhadap prospek bisnis mereka ke depan.
Kondisi pasar pun semakin mencerminkan ketegangan tersebut. Indeks Volatilitas Cboe, yang dikenal sebagai “indeks ketakutan” Wall Street, melonjak sebesar 8,37 persen menjadi 32,64, mencerminkan lonjakan tajam dalam kecemasan investor. Volume transaksi di bursa Wall Street mencapai 16,08 miliar saham, sedikit di bawah rata-rata 18 miliar dalam 20 hari perdagangan terakhir, yang mencerminkan sikap wait-and-see sebagian pelaku pasar.
Jumlah saham yang turun jauh melampaui yang naik, mencerminkan tekanan jual yang luas di pasar. Di bursa NYSE, rasio saham menurun terhadap yang menguat adalah 1,58 banding 1. Sedangkan di Nasdaq, rasio tersebut lebih ekstrem, yakni 2,02 banding 1.
Menurut sejumlah analis, pasar kini berada dalam posisi yang sangat sensitif terhadap sentimen dan arah kebijakan. Kombinasi antara kebijakan dagang yang agresif, ketidakpastian inflasi, dan potensi pelemahan ekonomi menjadikan 2025 sebagai tahun penuh tantangan bagi investor.
Seperti dikatakan Gina Bolvin dari Bolvin Wealth Management, tahun ini tidak akan semudah dua tahun terakhir dan pasar benar-benar membutuhkan kepastian agar dapat kembali stabil.
Secara keseluruhan, hari ini perdagangan mencerminkan kekhawatiran mendalam pasar terhadap ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik yang meningkat, serta tekanan nyata yang dirasakan sektor teknologi akibat dinamika global yang semakin kompleks.
Saham-saham Tangguh Terkoreksi
Di tengah tekanan besar yang melanda Wall Street akibat kekhawatiran makroekonomi dan tensi geopolitik yang memanas, performa saham-saham tertentu justru menunjukkan dinamika yang kontras. Beberapa emiten berhasil mencatatkan penguatan signifikan, sementara lainnya terjerembab cukup dalam, menggambarkan pergeseran sentimen investor yang sangat selektif terhadap sektor dan fundamental perusahaan.
Di jajaran indeks Dow Jones Industrial Average, meskipun indeks secara keseluruhan mengalami koreksi tajam, sejumlah saham justru mampu menorehkan kinerja positif. Travelers Companies menjadi yang paling mencolok dengan kenaikan sebesar 1,13 persen, diikuti oleh Chevron yang menguat 0,62 persen serta Boeing yang terapresiasi 0,61 persen.
Kinerja apik ketiganya mencerminkan bahwa sektor asuransi dan energi masih mampu memberikan harapan di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik. Travelers diuntungkan oleh ekspektasi premi yang lebih tinggi, sementara Chevron terdorong oleh potensi reli harga minyak menyusul ketegangan global.
Sebaliknya, sejumlah saham unggulan Dow tampil buruk. Nvidia memimpin pelemahan dengan koreksi tajam sebesar 6,87 persen setelah laporan kerugian miliaran dolar akibat pembatasan ekspor chip ke China. Saham Amgen merosot 4,28 persen, kemungkinan akibat kekhawatiran terhadap biaya riset dan pengembangan di sektor farmasi, sementara Apple jatuh 3,89 persen, mencerminkan tekanan berkelanjutan dari persaingan global dan risiko pelemahan permintaan konsumen.
Pada indeks S&P 500, sejumlah saham energi dan kesehatan justru tampil gemilang. APA Corporation mencatatkan kenaikan tertinggi sebesar 3,22 persen, diikuti oleh Targa Resources dan Abbott Laboratories, keduanya naik 2,76 persen. Kenaikan ini mencerminkan pergeseran minat investor ke sektor-sektor defensif dan energi yang dinilai lebih tahan terhadap tekanan inflasi dan perlambatan ekonomi.
Di sisi lain, saham JB Hunt Transport Services anjlok 7,65 persen, menjadi yang terburuk di indeks ini, diikuti IPG dengan penurunan 7,44 persen dan AMD yang menyusut 7,35 persen. Penurunan AMD berkorelasi dengan dampak negatif dari sentimen Nvidia, mengingat keduanya berada dalam industri semikonduktor yang kini dalam tekanan berat akibat konflik dagang dan regulasi baru.
Sementara itu, Nasdaq yang cenderung padat oleh saham-saham teknologi dan perusahaan pertumbuhan, menunjukkan pergerakan ekstrem di dua kutub. American Resources Corporation mencatatkan lonjakan luar biasa sebesar 82,28 persen, disusul Treasure Global dengan 81,74 persen, dan Odyssey Marine Exploration yang menguat 62,69 persen.
Kenaikan ini dipicu oleh spekulasi investor terhadap potensi ekspansi bisnis atau katalis korporasi yang spesifik, meskipun biasanya disertai risiko tinggi dan volatilitas besar.
Namun, tak sedikit saham Nasdaq yang terkapar dalam sesi perdagangan ini. Click Holdings mengalami kejatuhan drastis hingga 74,20 persen, diikuti iOThree yang ambles 54,21 persen, serta Sunation Energy yang kehilangan lebih dari setengah nilai pasarnya, tepatnya 52,20 persen.
Penurunan tajam ini kemungkinan besar berkaitan dengan hasil keuangan yang mengecewakan atau penurunan minat investor terhadap saham-saham berkapitalisasi kecil yang berisiko tinggi di tengah pasar yang sedang goyah.
Fenomena yang terjadi di berbagai indeks ini menunjukkan bahwa pasar saat ini berada dalam fase seleksi yang ketat. Investor semakin menghindari risiko, menjauhi saham-saham teknologi yang rentan terhadap regulasi dan tensi global, serta mulai melirik sektor energi, asuransi, dan layanan kesehatan yang lebih defensif.
Namun, ketidakpastian tetap tinggi, dan volatilitas menjadi ciri khas utama perdagangan, seperti tercermin dari lonjakan indeks VIX yang menandakan naiknya rasa takut di pasar. Dalam kondisi seperti ini, hanya saham dengan fundamental kuat dan daya tahan tinggi yang kemungkinan bisa bertahan dan menjadi incaran investor.(*)