Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

'Rumah BUMN' Pertamina Fasilitasi Sertifikasi UMKM Binaan

Program sertifikasi yang difasilitasi selama periode Januari hingga Maret 2025 mencakup berbagai jenis legalitas dan standar mutu usaha.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 16 April 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
'Rumah BUMN' Pertamina Fasilitasi Sertifikasi UMKM Binaan Salah satu UMKM yang telah mengikuti sertifikasi UMKM Binaan lewat program Rumah Binaan Pertamina. Foto: Istimewa

KABARBURSA.COM - PT Pertamina (Persero) melalui program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) Rumah BUMN (RB) telah memfasilitasi proses sertifikasi bagi ribuan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) binaan di 30 Rumah BUMN di berbagai daerah. 

Langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan kesejahteraan ekonomi yang berkelanjutan.

Program sertifikasi yang difasilitasi selama periode Januari hingga Maret 2025 mencakup berbagai jenis legalitas dan standar mutu usaha. Sebanyak 443 UMKM telah melaksanakan Sertifikasi Halal, 407 UMKM memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), 127 UMKM telah mendapatkan Sertifikat Produk Industri Rumah Tangga (PIRT), dan 4 UMKM memperoleh Sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). 

Selain itu, 329 UMKM telah memperoleh Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dari Dinas Lingkungan Hidup, dan 83 UMKM mendapatkan sertifikasi lain seperti SNI, BPOM, serta NPWP.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengungkapkan bahwa program fasilitasi sertifikasi dan pendampingan bagi UMKM binaan ini menunjukkan komitmen Pertamina dalam memberdayakan UMKM dan meningkatkan profesionalisme mereka.

"Program ini bertujuan untuk menciptakan UMKM yang legal, berkualitas, dan siap bersaing di pasar nasional maupun global. Sertifikasi adalah fondasi penting dalam proses transformasi UMKM, yang tidak hanya bertahan tetapi juga tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan," ujarnya.

Selain proses legalisasi usaha, peserta juga mendapatkan pendampingan administratif serta pelatihan mengenai standar mutu, branding, dan strategi pemasaran. Langkah ini bertujuan untuk membentuk ekosistem UMKM yang tangguh, inovatif, dan adaptif terhadap perkembangan pasar.

Salah satu pelaku UMKM, Ni Nengah Sudiarti, pemilik Rumah Potong Unggas (RPU) Lintang Chicken asal Lampung Tengah, mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan Pertamina.

“Proses sertifikasi sebelumnya terasa rumit dan mahal bagi kami. Dengan adanya fasilitasi dari Rumah BUMN, usaha kami kini lebih siap bersaing dan dipercaya konsumen,” katanya.

Inisiatif ini juga sejalan dengan arah pembangunan nasional, khususnya poin ke-3 Asta Cita Presiden Prabowo yang bertujuan meningkatkan lapangan kerja berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, serta melanjutkan pengembangan infrastruktur.

Sebagai perusahaan terkemuka di bidang transisi energi, Pertamina berkomitmen mendukung target net zero emission 2060 dan terus mendorong program-program yang berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). 

Upaya tersebut juga sejalan dengan penerapan prinsip Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina.

Kemendag Janji Fokus Stabilitas UMKM

Beberapa waktu lalu, Kementerian Perdagangan atau Kemendag mengalami pemangkasan anggaran sebesar 38,88 persen dari total pagu 2025. Pemotongan yang setara dengan Rp721 miliar tersebut mencakup pengurangan biaya perjalanan dinas, alat tulis kantor (ATK), seminar, acara seremonial, honorarium, serta belanja operasional lainnya.

“Anggaran Kementerian Perdagangan akan menjadi sebesar Rp1,132 triliun, berkurang dari sebelumnya Rp1,853 triliun. Pemangkasan ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan belanja pegawai dan operasional dasar pelayanan publik,” ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin, Senayan, Jakarta Pusat, 10 Februari 2025.

Dari total anggaran pasca-rekonstruksi, Rp694,037 miliar dialokasikan untuk belanja pegawai, sementara Rp438,6 miliar diperuntukkan bagi operasional dasar pelayanan publik serta dukungan terhadap program-program prioritas Kemendag.

Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan di pimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Erlangga Hartarto di Gedung Ali Wardhana Kemenko Perekonomian, Senin, 16 Desember 2024. Foto: Kabar Bursa/abbas sandji[/caption]

Meskipun mengalami pemangkasan anggaran, Budi mengatakan program-program prioritas tetap menjadi fokus utama. Program utama Kemendag yang ia maksud berkaitan dengan pengamanan pasar domestik, perluasan ekspor, serta pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menurut Budi, efisiensi ini tidak akan mengurangi komitmen Kemendag dalam menjaga stabilitas pasar dalam negeri maupun memperkuat sektor ekspor. “Efisiensi anggaran ini harus tetap mengedepankan kepentingan publik. Kami akan memastikan bahwa meskipun ada pemangkasan anggaran, pelayanan publik dan program-program prioritas tetap berjalan dengan baik,” kata Budi.

DPR Soroti Penghapusan Kuota Impor 

Ada hal penting yang disoroti DPR RI terkait UMKM, yaitu penghapusan kuota impor. Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini, menilai kebijakan tersebut berisiko melemahkan ekonomi nasional secara signifikan, terutama bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Novita berpendapat, tanpa pengawasan ketat, Indonesia bisa digulung “tsunami” produk asing yang memicu persaingan tak sehat, mematikan industri lokal, hingga memicu gelombang PHK.

"Persaingan pasar menjadi timpang. Produk impor dengan harga lebih murah dan biaya produksi rendah berpotensi menyingkirkan produk lokal," jelasnya dalam keterangan, di Jakarta, Jumat, 11 April 2025.

Lebih jauh ia menilai, penghapusan kuota impor akan menurunkan permintaan produk nasional karena konsumen beralih ke barang impor yang lebih murah. Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini juga menegaskan, industri dalam negeri yang masih berkembang berisiko gagal tumbuh akibat tekanan pasar.

"Peningkatan pengangguran tak terelakkan jika UMKM dan industri lokal mulai gulung tikar. Ini diperburuk oleh kondisi daerah dengan UMR rendah atau SDM terbatas. Neraca perdagangan Indonesia bisa defisit akibat banjir impor tanpa penyeimbang ekspor dan kebijakan protektif," tambahnya.

Legislator asal Jawa Timur itu mengatakan, jika UMKM, yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional, menghadapi risiko terbesar. Tanpa proteksi selektif dan dukungan pemerintah, mereka bisa kehilangan pangsa pasar dan mengalami penurunan pendapatan drastis. 

Barang impor yang lebih murah dan lebih dikenal menggerus keberadaan produk lokal. Meski ada dampak positif seperti variasi pilihan barang, dorongan inovasi, dan potensi transfer teknologi, dampak ini lebih terasa di sisi konsumen, bukan pelaku usaha. Sementara bagi ekonomi nasional, manfaat tersebut bersifat jangka panjang dan belum tentu inklusif.

"Perlu Kebijakan Protektif dan Dukungan Nyata dalam merespons wacana penghapusan kuota impor, pemerintah perlu menetapkan langkah-langkah tegas. Misalnya: memberikan subsidi dan insentif kepada UMKM agar tetap kompetitif. Mendorong kampanye nasional untuk mempromosikan produk lokal. Menyediakan pelatihan digital dan pemasaran sebagai program advokasi UMKM. Menetapkan standar mutu impor untuk menyaring barang berkualitas rendah. Menyusun regulasi jelas atas jenis produk yang boleh diimpor, khususnya bahan pokok atau baku yang belum diproduksi dalam negeri," paparnya.

Indonesia bukan negara liberal yang menyerahkan semuanya pada pasar.

"Negara wajib hadir melindungi pelaku usaha lokal dan memastikan keberlangsungan ekonomi yang adil dan berdaulat. Dibutuhkan pengawasan ketat dan keberpihakan nyata agar kebijakan ini tidak menjadi bumerang bagi perekonomian nasional," tutupnya.(Info-Bks/*)