Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Gubernur BI Lantik Tiga Pimpinan Satuan Kerja

Pelantikan merupakan bagian dari langkah memperkuat fondasi kelembagaan BI menuju transformasi sebagai bank sentral digital yang adaptif dan unggul di antara negara emerging markets.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 April 2025 | Penulis: Deden Muhammad Rojani | Editor: Yunila Wati
Gubernur BI Lantik Tiga Pimpinan Satuan Kerja Logo Bank Indonesia. Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji

KABARBURSA.COM – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, melantik tiga pimpinan baru di lingkungan Bank Indonesia yang diklaim sebagai upaya transformasi organisasi dan penguatan sumber daya manusia.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa pelantikan ini merupakan bagian dari langkah memperkuat fondasi kelembagaan BI menuju transformasi sebagai bank sentral digital yang adaptif dan unggul di antara negara emerging markets.

“Dengan tata kelola kuat, yang berkontribusi nyata terhadap perekonomian nasional dan terbaik di antara negara emerging markets,” jelas Ramdan dalam keterangan resminya, Sabtu, 12 April 2025.

Pelantikan ini berlangsung pada Jumat, 11 April 2025 di Jakarta, Ramdan menyebut perombakan struktur BI ini merupakan komitmen BI untuk meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan tugas-tugas strategis bank sentral.

Nama-nama Pimpinan Baru yang Dilantik

Adapun tiga pejabat yang dilantik adalah:

• Erwin Gunawan Hutapea, sebelumnya menjabat sebagai Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, kini menduduki posisi sebagai Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas, efektif sejak 27 Maret 2025 dan selambatnya 15 April 2025.

• Ibrahim, sebelumnya menjabat sebagai Kepala Perwakilan BI Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, kini dipromosikan menjadi Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, dengan masa efektif yang sama.

• Agustina Dharmayanti, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Grup Pengembangan Pelaku dan Infrastruktur PUVA di Departemen Pengembangan Pasar Keuangan, kini resmi menjabat sebagai Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan, efektif per 27 Maret 2025.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari penyelarasan strategi BI dalam menghadapi tantangan global dan domestik, serta memperkuat kapasitas kelembagaan dalam menjalankan peran sebagai penjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan nasional.

Krisis Kepercayaan, BI Diminta Tampilkan Tindakan Nyata

Di tengah dinamika global dan tekanan pasar keuangan, sejumlah pengamat menyoroti pentingnya konsistensi kebijakan dan komunikasi publik dari otoritas moneter. 

Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi, menyebut bahwa tantangan ekonomi Indonesia saat ini bukan disebabkan oleh krisis politik atau kejatuhan sistem keuangan seperti 1998, melainkan oleh krisis kepercayaan terhadap kredibilitas Bank Indonesia.

“Bank Indonesia berkukuh bahwa saat ini tidak ada krisis karena tidak ada gejolak politik seperti 1998. Namun, hal yang harus dipahami adalah bahwa krisis tidak selalu berwujud sama. Tahun 2025 bukan 1998,” ujar Syafruddin.

Ia menegaskan bahwa gejala krisis kepercayaan sulit diukur secara kasat mata, namun dapat memicu ketidakstabilan makroekonomi. Struktur ekonomi Indonesia dinilainya tengah berada dalam tekanan, ditandai dengan ketergantungan terhadap arus modal asing dan tingginya utang sektor korporasi.

“Yang dibutuhkan adalah komunikasi jujur, langkah terukur, dan strategi jangka menengah yang mampu menjaga daya tahan ekonomi nasional,” lanjutnya.

Menurut Syafruddin, kestabilan nilai tukar rupiah tidak akan terwujud hanya melalui pernyataan verbal, melainkan harus ditopang oleh kebijakan konkret yang terkoordinasi dan kredibel. 

“Rupiah bisa stabil bukan karena retorika, tetapi karena realitas kebijakan yang tepat, terkoordinasi, dan kredibel. Dan saat ini, publik menunggu bukti dari tindakan itu—bukan sekadar kata-kata,” tegasnya.

BI Pastikan Ketahanan Sistem Keuangan Terjaga

Sementara itu, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M. Juhro, menekankan bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibandingkan masa krisis 1998. Ia menyoroti bahwa struktur pengawasan, kerangka makroprudensial, dan koordinasi lintas lembaga melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah jauh lebih siap dalam menghadapi guncangan global.

“Situasi saat ini sangat berbeda dari tahun 1998. Pasca krisis keuangan Asia, kita melakukan banyak pembenahan, baik dari sisi regulasi maupun kerangka pengawasan,” jelas Solikin.

Ia menyebutkan, saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada kisaran 4 persen, sementara inflasi dan tekanan nilai tukar masih dapat dikendalikan dengan intervensi yang proporsional dan strategi bauran kebijakan yang terintegrasi.

Data yang dirilis Bank Indonesia mencerminkan kondisi sektor keuangan yang solid. Kredit perbankan tumbuh 10,30 persen secara tahunan pada Februari 2025. Sektor dengan pertumbuhan kredit tertinggi adalah lain-lain sebesar 29,41 persen, disusul industri pengolahan 11,45 persen, dan perdagangan 7,22 persen. Dana pihak ketiga tetap tumbuh positif yang berarti mendukung fungsi intermediasi.

Capital Adequacy Ratio perbankan berada di posisi 27,01 persen. Hal ini menunjukkan kekuatan modal yang cukup untuk menyerap risiko. Risiko kredit pun relatif terkendali, tercermin dari rasio NPL bruto 2,18 persen dan neto 0,79 persen.

Di sisi lain, sektor UMKM masih menunjukkan perlambatan. Kredit UMKM hanya tumbuh 3,37 persen secara tahunan dan bahkan melambat ke 2,51 persen di awal 2025. Realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) baru mencapai Rp42,74 triliun dari target Rp280 triliun sepanjang tahun ini.

Permintaan domestik tetap memberikan harapan. Kinerja korporasi tercatat positif dengan pertumbuhan penjualan yang masih berlanjut meski moderat. Belanja modal tetap ekspansif dan rasio cakupan bunga atau Interest Coverage Ratio stabil di atas 2,0. Jumlah perusahaan dengan rasio di bawah 1,0 terus menurun.

Ekspektasi pendapatan rumah tangga berada di zona optimis. Indeks kelompok dengan pengeluaran di atas Rp5 juta mencapai 158,88, sedangkan kelompok di atas Rp4 juta berada di 145,73, dan di atas Rp1 juta di 139,87.

Loan at Risk (LAR) rumah tangga menunjukkan tren perbaikan. Rasio kredit bermasalah menurun ke 13,99 persen dengan rincian LAR tertinggi pada kredit konsumtif sebesar 11,82 persen, diikuti oleh kredit kendaraan bermotor 9,32 persen, KPR 4,82 persen, dan peralatan rumah tangga 4,02 persen. (*)