KABARBURSA.COM – Langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menangguhkan kebijakan tarif selama 90 hari menjadi sorotan dunia. Meski tampak seperti langkah kompromi, sejumlah pengamat ekonomi justru melihatnya sebagai sinyal bahwa tekanan dagang AS mulai mendapat perlawanan. Indonesia pun diminta tidak bersikap terlalu lunak dalam menanggapi kesempatan ini.
Strategi Tunda Tarif: Ruang Negosiasi atau Taktik Politik?
Dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi menilai, jeda 90 hari yang diberikan Trump merupakan bentuk kalkulasi politik yang sangat hati-hati. Ia menyebut keputusan itu sebagai upaya Trump untuk menghindari skenario “incredible threat”—ancaman yang terlalu ekstrem hingga tidak lagi dianggap serius dan justru memicu perlawanan global secara kolektif.
“Dalam kerangka game theory, Trump membuka ruang waktu bukan karena ingin berkompromi, tetapi karena ia tahu bahwa jika semua negara menolak tunduk, strateginya akan gagal total,” ujarnya kepada KabarBursa.com, Kamis, 10 April 2025.
Menurut Syafruddin, Indonesia seharusnya tidak menyambut jeda ini dengan sikap kompromistis berlebihan. Sebaliknya, momen ini perlu digunakan untuk memperkuat posisi tawar di mata global, termasuk menjalin koalisi dagang dengan negara-negara lain yang juga terdampak.
“Strategi terbaik adalah menunjukkan bahwa Indonesia tidak mudah ditekan, namun siap berdialog dalam kerangka yang adil,” tambahnya.
Ia menegaskan bahwa hal tersebut dapat menghindarkan Indonesia dari jebakan konsesi sepihak sekaligus menjadi bagian dari pembentukan tatanan perdagangan global yang lebih berkeadilan.
Trump Naikkan Tarif Impor China Jadi 104 Persen, IHSG Sempat Anjlok
Meskipun menunda tarif terhadap sebagian negara, Trump tetap melanjutkan kebijakan keras terhadap China. Pada Rabu (9/4), AS resmi menaikkan tarif impor dari China menjadi 104 persen. Bursa saham AS sempat menguat namun berakhir melemah di penutupan, menandakan pasar belum sepenuhnya yakin arah kebijakan akan mereda.
Di sisi lain, pasar saham Indonesia sempat terpuruk. IHSG sempat terkoreksi hingga 5 persen sebelum akhirnya ditutup menguat kembali seiring adanya respons positif atas upaya diplomatik pemerintah.
Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa pergerakan IHSG saat ini berada dalam gelombang teknikal yang cukup kritis.
“Jika skenario negatif terjadi, support IHSG berada di level 5.500 sebagai bagian dari wave (c) alternatif satu. Namun jika tekanan global mereda, terdapat peluang penguatan ke level 6.808 atau bahkan 7.709,” jelasnya kepada KabarBursa.com melalui telepon, Kamis, 10 April 2025.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya jalur diplomasi yang saat ini diambil oleh pemerintah Indonesia, termasuk rencana pengiriman delegasi tiga menteri ke AS: Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan.
“Negosiasi adalah jalur yang paling strategis untuk mendapatkan kesepakatan yang bersifat win-win solution,” ujarnya.
Pertaruhan Kemandirian Ekonomi dan Diplomasi Aktif
Nafan menekankan bahwa Indonesia harus tetap menaruh perhatian utama pada stabilitas pertumbuhan ekonomi domestik. Ia mengapresiasi pendekatan diplomasi yang diambil pemerintah sebagai bentuk adaptasi terhadap dinamika global, sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
“Daripada melakukan retaliasi, lebih baik kita menempuh perundingan agar bisa mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, sembari tetap memperjuangkan kepentingan nasional,” tegasnya.
Menurutnya, langkah Indonesia yang memilih jalur diplomasi telah memberikan dampak positif terhadap kepercayaan pelaku pasar, terbukti dari rebound IHSG pada perdagangan hari ini.
“Dengan pendekatan seperti ini, kita bisa menjaga stabilitas ekonomi dan tetap menarik bagi investor global, meski ketegangan dagang masih berlangsung,” lanjut Nafan.
Menjaga Momentum dan Kepentingan Nasional
Ke depan, diplomasi ekonomi Indonesia diharapkan bisa terus diarahkan untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif globalisasi yang tidak adil. Sembari menjajaki peluang ekspor baru, Indonesia perlu mempertegas sikap bahwa kemandirian ekonomi tetap menjadi prioritas.
Syafruddin Karimi mengingatkan bahwa tujuan utama dari seluruh langkah negosiasi ini adalah untuk memastikan bahwa setiap kesepakatan dagang tidak sekadar menjadi jalan masuk barang impor, tetapi menjadi bagian dari strategi pembangunan ekonomi jangka panjang.
“Yang paling penting adalah memastikan bahwa diplomasi ini menambah kekuatan nasional, bukan sekadar menghindari tekanan sesaat,” pungkasnya.
Diketahui, Trump memutuskan untuk menunda penerapan tarif kepada sejumlah negara selama 90 hari ke depan. Namun, kebijakan ini tidak berlaku bagi China, yang baru saja terkena penambahan tarif sebesar 50 persen.
Penambahan tarif terhadap barang-barang China yang masuk ke AS didasari pada aksi balasan China yang ikut menaikkan tarif masuk bagi barang-barang AS yang diekspor atau datang ke Negeri Tirai Bambu tersebut.(*)