KABARBURSA.COM - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menegaskan bahwa strategi Indonesia dalam menghadapi kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak lagi bergantung semata pada diplomasi bilateral.
Kini, pemerintah Presiden Prabowo Subianto menggalang kekuatan bersama para pengusaha untuk merumuskan materi negosiasi secara lebih komprehensif.
Menurut Febrio, koordinasi lintas kementerian dan lembaga (K/L) telah berlangsung intens dalam beberapa hari terakhir dan akan terus berlanjut, terutama menjelang pertemuan dengan United States Trade Representatives (USTR) di Washington DC, AS.
“Selama beberapa hari ini, tim antar-K/L sudah berkoordinasi dan berkolaborasi cukup intens. Mulai minggu depan, bahkan besok, kita terus berkomunikasi dengan USTR,” ujar Febrio saat ditemui di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin, 7 April 2025.
Ia juga menyampaikan bahwa perwakilan Indonesia di Kedutaan Besar AS, termasuk diplomat senior Kuwai, telah menjadwalkan pertemuan lanjutan dengan USTR pada Senin, 7 April 2025, siang waktu setempat. Tim negosiator yang akan berangkat minggu depan, sambung Febrio, akan membawa “menu-menu negosiasi” yang dirancang berdasarkan masukan lintas sektor.
Uniknya, strategi negosiasi ini disusun bukan semata-mata dari sisi pemerintah, melainkan juga mencerminkan masukan dari asosiasi dan pelaku industri. Ini dilakukan untuk memastikan bahwa posisi Indonesia dalam perundingan mencerminkan realitas di lapangan dan daya saing sektor-sektor unggulan ekspor nasional.
“Teman-teman pengusaha juga sudah memiliki cara untuk menavigasi ini. Dan ketika mereka melakukan navigasi itu mereka juga berkonsultasi dengan pemerintah. Sehingga apa yang mereka lakukan itu di-share ke kita,” ujarnya.
Data pemerintah menunjukkan tiga sektor utama penyumbang ekspor ke AS: elektronik, tekstil dan produk tekstil (TPT), serta alas kaki. Ketiganya menjadi fokus utama dalam penyusunan strategi.
Sektor-sektor yang Terdampak
Berdasarkan data yang dirilis oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi Demokrat yang diterima oleh Kabarbursa.com, beberapa sektor industri terdampak cukup signifikan, dengan kategori dampak mulai dari “sangat rentan” hingga “moderat”. Namun, berbagai strategi mitigasi dapat diterapkan agar ekspor tetap kompetitif di pasar global.
1. Sektor Mesin Listrik dan Elektronik
Sektor mesin listrik dan elektronik diperkirakan menjadi salah satu yang paling terdampak. Dengan nilai ekspor yang diproyeksikan mencapai USD4,191 juta pada 2024, sektor ini menghadapi persaingan ketat dari Vietnam dan Meksiko di pasar AS.
Untuk mengatasi tantangan ini, industri disarankan mengalihkan fokus ke pasar Eropa dan Jepang yang memiliki permintaan tinggi terhadap produk bernilai tambah. Selain itu, investasi di Vietnam atau Malaysia bisa menjadi strategi alternatif agar produk tetap bisa memasuki pasar AS.
2. Sektor Pakaian
Sektor ini juga mengalami dampak serupa dengan nilai ekspor mencapai USD4,607 juta. Biaya produksi yang tinggi serta persaingan dari Vietnam dan Bangladesh menjadi tantangan utama.
Untuk menjaga daya saing, produk premium berbasis keberlanjutan perlu menjadi fokus utama. Ekspansi ke Timur Tengah serta produksi di Vietnam dapat menjadi solusi agar tetap bisa menembus pasar AS.
Di sektor alas kaki, dengan nilai ekspor USD 2,394 juta, tantangan utama terletak pada tingginya biaya tenaga kerja dan kompetisi dengan China serta Vietnam.
Diversifikasi ekspor ke Timur Tengah serta investasi dalam branding global dan pengembangan produk premium dapat menjadi langkah strategis untuk mempertahankan daya saing.
3. Sektor Minyak Nabati
Sektor minyak nabati, khususnya palm oil dan turunannya, dengan nilai ekspor USD1,786 juta, masuk dalam kategori dampak “moderate”. Meskipun regulasi di Uni Eropa cukup ketat, peluang ekspor tetap terbuka di pasar China, India, Afrika, dan Timur Tengah. Peningkatan sertifikasi RSPO serta pengembangan produk turunan seperti makanan, kosmetik, dan biofuel menjadi strategi yang perlu diperkuat.
4. Sektor Karet dan Produk Karet
Sektor ini menghadapi persaingan ketat dengan Thailand dan Malaysia. Dengan nilai ekspor USD1,690 juta, industri ini dapat mengalihkan ekspor ke China, India, Jepang, dan Korea Selatan. Fokus pada produk berkualitas tinggi serta peningkatan teknologi pengolahan menjadi solusi agar tetap kompetitif.
5. Industri Furnitur
Sementara itu, sektor furnitur masuk dalam kategori “sangat rentan”, dengan nilai ekspor USD1,434 juta. Amerika Serikat masih menjadi pasar utama, namun persaingan dengan Vietnam dan China semakin ketat. Oleh karena itu, industri perlu berfokus pada produk premium dan ramah lingkungan, serta melakukan ekspansi ke Timur Tengah dan Eropa dengan dukungan branding yang kuat.
6. Sektor Makanan Laut
Terakhir, sektor makanan laut dengan nilai ekspor USD 1,108 juta juga menghadapi tantangan meskipun masih bisa mengalihkan pasar ke Jepang dan Eropa. Peningkatan sertifikasi mutu internasional serta pemanfaatan perjanjian dagang ASEAN dan CPTPP dapat menjadi strategi efektif untuk mempertahankan daya saing di pasar global. (*