KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia mulai menyusun langkah strategis menghadapi dampak kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pihaknya telah menggelar rapat koordinasi bersama lebih dari 100 asosiasi industri dan bisnis, guna mengumpulkan masukan sebelum menyusun proposal resmi ke pemerintah AS.
“Hari ini kami melakukan rapat koordinasi dengan lebih dari 100 asosiasi dan untuk bagaimana kami mendapatkan masukan terkait dari kebijakan tarif yang dikenakan oleh Amerika, oleh Presiden Tarif Donald Trump,” ujar Airlangga di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 7 April 2025.
Trump diketahui menerapkan tarif impor secara besar-besaran melalui dua instrumen kebijakan: International Emergency Economy Power Act dan National Emergency Act. Tarif awal sebesar 10 persen telah berlaku sejak 5 April, dan akan meningkat menjadi 32 persen pada 9 April mendatang.
Meski tarif tersebut cukup signifikan, Airlangga menyebut bahwa beban terhadap Indonesia masih lebih ringan dibandingkan sejumlah negara tetangga.
“Pengenaan terhadap negara-negara ASEAN juga relatif lebih tinggi dari kita, apakah itu Vietnam, Kamboja, kemudian juga Thailand. Yang lebih rendah dari kita adalah Malaysia, kemudian Filipina, dan Singapura,” jelasnya.
Dua sektor utama yang paling terdampak adalah makanan dan pakaian (food and apparel), yang selama ini menjadi kekuatan ekspor nasional. Namun, Indonesia masih punya keunggulan kompetitif karena tarif terhadap negara-negara pesaing seperti China, Bangladesh, hingga Vietnam dan Kamboja justru lebih tinggi.
“Kompetitor kita di sektor ini apakah itu China, Bangladesh, Vietnam, Kamboja itu bea masuknya di atas kita. Jadi itu juga menjadi pertimbangan shifting produk itu juga kita perhatikan,” kata Airlangga.
Ia juga menekankan bahwa tantangan ini harus dilihat sebagai peluang. Amerika tetap menjadi pasar ekspor besar, dan komunikasi diplomatik telah dibuka dengan United States Trade Representative (USTR).
“Kedutaan besar di Indonesia juga sudah melakukan komunikasi dengan USTR dan tentunya dalam waktu dekat USTR menunggu proposal konkret dari Indonesia,” ungkapnya.
Koordinasi dengan Malaysia
Presiden Prabowo Subianto disebut telah berkoordinasi dengan sejumlah kepala negara, termasuk Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, sejak sebelum tarif diumumkan. Airlangga juga memastikan laporan dari hasil rapat koordinasi hari ini akan segera diserahkan kepada Presiden.
“Bapak Presiden sudah mengarahkan setelah hari ini kita akan memberikan masukan kepada Amerika untuk kita bisa memberikan respons dan harapannya tentu, Amerika sendiri kan ini dikenakan kepada seluruh negara, maka pada waktu yang sama seluruh negara ingin bertemu dengan Amerika,” terangnya.
Sebagai respons atas kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, pemerintah Indonesia menggelar rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Senin, 6 April 2025.
Namun, jalannya pertemuan tersebut berlangsung cukup alot. Rapat yang semula dijadwalkan dimulai pukul 10.00 WIB dan berakhir pada 11.30 WIB, molor hingga pukul 13.00 WIB.
Sejumlah pejabat tinggi tampak hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi, dan Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza, serta beberapa pejabat kementerian lainnya.
Menariknya, perwakilan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat juga turut hadir, terlihat dari mobil berpelat diplomatik CD 12 30 yang memasuki kompleks Kemenko Perekonomian.
Pemerintah Punya Solusi
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah menyiapkan strategi dagang untuk menghadapi kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Fokus utamanya adalah menekan defisit neraca dagang dengan Negeri Paman Sam, yang kini membengkak hingga USD18 miliar.
Perlu diketahui, pada 2024, total ekspor Indonesia ke AS mencapai sekitar USD23,2 miliar, sedangkan nilai impor dari AS tercatat sebesar USD41,3 miliar, sehingga defisit neraca dagang Indonesia terhadap AS melebar ke angka lebih dari USD18 miliar.
Komposisi ekspor didominasi oleh produk elektronik, karet dan barang dari karet, tekstil dan pakaian jadi, serta alas kaki. Sementara dari sisi impor, Indonesia banyak mendatangkan mesin dan peralatan mekanis, kedelai, gandum, serta peralatan elektronik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah Indonesia akan mengedepankan produk prioritas dalam ruang ekspor maupun impor, yang sejalan dengan target penekanan defisit neraca dagang. Usulan ini akan dibawa dalam sejumlah pertemuan bilateral mendatang, antara Indonesia dan AS.
“Pertama, tentu kita melihat impor dengan AS, yang sebetulnya memiliki tarif relatif rendah, sekitar 5 persen. Bahkan, pada beberapa komoditas tertentu seperti wheat maupun soybean itu sudah nol," ujar Airlangga dalam keterangan persnya di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 7 April 2025.
Langkah kedua, ungkap Airlangga, adalah membuka ruang peninjauan kembali struktur pajak impor domestik seperti pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor. Tujuannya tentu untuk menciptakan daya tarik dalam perdagangan bilateral.
“Kita akan lihat terkait PPh dan PPN impor. Kemudian yang lain tentu kita meningkatkan jumlah volume beli, sehingga trade deficit yang 18 billion (USD18 miliar) itu bisa dikurangkan,” tambahnya.(*)