KABARBURSA.COM — Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi memastikan bahwa ketersediaan dan harga sejumlah komoditas pangan strategis pascalebaran 2025 dalam kondisi stabil. Menurutnya, situasi ini mengikuti pola tahunan di mana harga sempat naik menjelang hari raya, namun kembali terkendali setelah puncak konsumsi lewat. Fenomena ini dianggap sebagai bagian dari dinamika musiman yang bisa diprediksi dan diantisipasi.
Arief menjelaskan bahwa beberapa komoditas memang mengalami lonjakan harga, terutama cabai rawit merah, akibat cuaca ekstrem yang berdampak pada produksi di tingkat petani. Cuaca yang tak menentu menyebabkan banyak tanaman gagal panen atau mengalami keterlambatan masa panen, sehingga memengaruhi pasokan ke pasar. Namun, seiring dengan berlalunya musim puncak dan membaiknya distribusi, harga mulai menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan.
"Kita bersyukur karena secara umum kita bisa melewati bulan puasa dan lebaran dengan harga yang relatif baik, juga dengan stok yang cukup. Ada komoditas pangan seperti cabai rawit yang memang sempat mengalami kenaikan, tapi hari ini menunjukkan ada penurunan seiring momentum Lebaran,” ujar Arief dalam keterangannya, Jumat (4/4).
Berdasarkan Data Panel Harga NFA per 4 April 2025, harga rata-rata nasional cabai rawit merah tercatat sebesar Rp86.135 per kilogram, turun sekitar 7,87 persen dari harga dua hari sebelumnya yang mencapai Rp93.492/kg. Penurunan juga terjadi pada harga cabai merah keriting, yang turun sekitar 8,49 persen dari Rp67.297 menjadi Rp61.583 per kilogram.
Meski menunjukkan penurunan, harga dua jenis cabai ini masih berada di atas Harga Acuan Penjualan (HAP) yang ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024. Ini menunjukkan bahwa tekanan pasokan belum sepenuhnya mereda, meskipun arah pergerakan harga sudah mengindikasikan stabilisasi.
Sebelumnya, hasil pantauan lapangan di sejumlah pasar tradisional seperti Pasar Kosambi Bandung, Pasar Tagog Padalarang, dan Pasar Atas Cimahi menunjukkan bahwa sebagian besar harga bahan pangan dalam kondisi stabil. Namun, cabai rawit sempat menyentuh harga sekitar Rp100.000 per kilogram akibat terganggunya produksi karena cuaca ekstrem di sentra-sentra produksi.
Deputi Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, menegaskan bahwa pihaknya terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah, Satgas Pangan, serta pelaku usaha pangan untuk menjaga kelancaran distribusi, terutama ke wilayah-wilayah dengan potensi kendala logistik.
“Kami terus berkomunikasi dengan berbagai pihak, termasuk pelaku usaha distribusi, agar pasokan tidak hanya mencukupi tapi juga merata. Stabilitas pasokan adalah kunci menekan volatilitas harga di pasar,” ujar Ketut.
Senada dengan itu, Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, dalam kunjungannya ke Pasar Legi Ponorogo, Jawa Timur, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan harga dan pasokan baik sebelum maupun sesudah Lebaran.
“Poinnya kita ingin memastikan harga pangan sebelum dan sesudah lebaran, khususnya di Ponorogo ini stabil, baik dari sisi pasokan maupun harganya,” kata Andriko.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan pemantauan lapangan, harga mayoritas bahan pangan sudah kembali normal pada H+4 Lebaran, termasuk bawang merah yang sebelumnya sempat mengalami kenaikan harga bersamaan dengan cabai.
Untuk menjaga stabilitas harga jangka menengah hingga panjang, Arief mendorong penerapan teknologi pertanian seperti green house untuk komoditas yang rentan terhadap perubahan cuaca seperti cabai.
“Saya kira ke depan ada teknologi misalnya menggunakan green house yang sangat relevan untuk kita terapkan, sehingga pertanaman cabai tidak terganggu cuaca. Perlu diketahui, cabai ini bisa kita petik hingga 20 kali panen, dan tidak memerlukan lahan besar untuk produktif,” jelas Arief.
Sementara itu, untuk komoditas strategis lainnya seperti beras, pemerintah memastikan stok nasional dalam kondisi aman. Arief menyebutkan bahwa stok beras di gudang Bulog saat ini mencapai sekitar 2,1 juta ton—jumlah tertinggi dalam sejarah penyaluran pangan di Indonesia.
“(Stok beras) Di pasar induk Cipinang yang biasanya stoknya 40 ribu ton, hari ini mencapai 48 ribu ton. Sementara stok di Bulog sebesar 2,1 juta ton, ini angka yang belum pernah terjadi sebelumnya,” terang Arief.
Ia juga mengapresiasi kinerja Perum Bulog yang hingga awal April ini telah menyerap 711 ribu ton gabah petani, melebihi target penyerapan bulanan sebesar 23 persen. Penyerapan yang agresif ini penting untuk memastikan petani tidak merugi pada musim panen raya.
“Sesuai arahan Bapak Presiden, kita semua harus bekerja agar gabah petani terserap dengan optimal. Jangan sampai ketika petani panen, mereka kesulitan menjual hasilnya,” tutup Arief. (*)