Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

China Balas Tarif Trump tanpa Ampun

China resmi mengenakan tarif 34 persen untuk seluruh produk Amerika mulai 10 April, disertai sederet sanksi dan pembatasan ke perusahaan AS.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 05 April 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
China Balas Tarif Trump tanpa Ampun Iustrasi serangan tarif China untuk AS. Gambar dibuat oleh AI untuk KabarBursa.com.

KABARBURSA.COM - Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia memasuki babak baru pada Jumat kemarin. Pemerintah China mengumumkan tarif tambahan sebesar 34 persen untuk semua barang asal Amerika Serikat, sebagai respons langsung atas gebrakan tarif “Hari Pembebasan” versi Presiden Donald Trump.

Langkah Beijing ini bukan cuma mengimbangi tarif terbaru Gedung Putih, tapi juga menandai momen pertama kalinya China mengenakan tarif menyeluruh tanpa pengecualian terhadap produk AS. Tak berhenti di sana, otoritas China juga membatasi lebih dari dua lusin perusahaan Amerika, menekan akses ke mineral tanah jarang, dan meluncurkan investigasi terhadap raksasa kimia asal AS, DuPont.

“Ini respons yang agresif dan bersifat eskalatif, membuat kemungkinan tercapainya kesepakatan jangka pendek antara kedua negara kian tipis,” tulis ekonom China dari Capital Economics, Leah Fahy, dikutip dari The Wall Street Journal, Sabtu, 5 April 2025.

Perang tarif ini kian membebani perekonomian kedua negara dan memicu kekacauan dalam sistem perdagangan global. Pasalnya, arus perdagangan barang senilai ratusan miliar dolar kini berada di ujung tanduk. Dengan tambahan tarif baru dari Trump, rata-rata bea masuk terhadap barang China diperkirakan melonjak ke sekitar 70 persen. Di sisi lain, menurut perhitungan Capital Economics, tarif balasan dari China akan mendorong rata-rata tarif atas barang AS menjadi sekitar 50 persen.

Sebelum keputusan terbaru ini, China cenderung merespons tarif Trump secara hati-hati. Beijing hanya mengenakan bea atas sejumlah produk tertentu, seperti energi dan hasil pertanian, serta membatasi ekspor mineral tertentu. Beberapa perusahaan seperti Google dan Illumina juga sempat masuk daftar hitam perdagangan China.

Namun Jumat kemarin, China resmi menutup pintu untuk kompromi. Belum ada negosiasi yang dilakukan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping sejak Trump kembali menjabat. Gedung Putih berdalih bahwa tarif baru diberlakukan atas dugaan keterlibatan China dalam aliran fentanil ke AS. Beijing menyebut tuduhan itu sebagai “lempar tanggung jawab” dan mengklaim telah menindak keras bahan kimia penyusun obat terlarang tersebut.

Di media sosial Truth Social, Trump menulis dengan nada keras: “CHINA PLAYED IT WRONG, THEY PANICKED — THE ONE THING THEY CANNOT AFFORD TO DO!” tanpa penjelasan lebih lanjut.

Meskipun ekspor China ke AS jauh lebih besar ketimbang impor dari AS, Negeri Tirai Bambu tetap menjadi pasar ekspor terbesar ketiga bagi Amerika, dengan nilai pembelian mencapai USD143,5 miliar tahun lalu. Produk seperti kedelai, pesawat, dan minyak mentah termasuk yang paling banyak dijual AS ke China.

Langkah balasan ini juga memantik reaksi domestik. Gubernur California Gavin Newsom menyerukan agar negaranya dikecualikan dari tarif balasan dan berjanji mencari peluang baru dengan mitra dagang internasional.

Setelah pengumuman tarif dari China, indeks S&P 500 langsung merosot enam persen pada Jumat. Sementara itu, bursa saham China tutup karena libur nasional.

Tarif baru AS akan berlaku pada Rabu tengah malam waktu AS bagian timur, sedangkan tarif balasan dari China akan aktif 24 jam kemudian. Namun, China memberi tenggat bahwa barang-barang yang dikapalkan sebelum 10 April dan tiba sebelum 13 Mei tidak akan dikenakan bea tambahan.

“Seiring waktu, akan terbukti betapa keliru dan bodohnya keputusan Washington meledakkan bom nuklir tarif ini,” tulis Hu Xijin, mantan pemimpin redaksi Global Times, dalam unggahan di media sosial China. Ia menyatakan dukungannya terhadap kebijakan “mata dibalas mata” dari Beijing.

Selain tarif, China juga meluncurkan paket kebijakan nontarif. Salah satunya adalah pembatasan ekspor tujuh jenis mineral tanah jarang yang tergolong strategis. Langkah ini secara efektif membatasi pasokan ke AS.

Mineral seperti samarium, terbium, gadolinium, dan dysprosium digunakan dalam pembuatan magnet. Sementara lutetium banyak dipakai di perangkat elektronik, sedangkan skandium dan yttrium digunakan di industri keramik.

Menurut Badan Geologi AS (USGS), ketujuh mineral itu termasuk dalam 50 jenis komoditas yang dianggap krusial bagi keamanan ekonomi dan nasional Amerika Serikat karena rantai pasoknya rentan terganggu.

Daftar Hitam Perusahaan AS Makin Panjang

Pemerintah China kembali menambah tekanan dalam perang dagang dengan Amerika Serikat. Sebanyak 16 entitas asal AS masuk dalam daftar kontrol ekspor Beijing yang melarang pengiriman barang dari China ke perusahaan yang diduga dapat menggunakan produk tersebut untuk aplikasi militer. Salah satu yang masuk daftar adalah Coalition for a Prosperous America, organisasi produsen asal AS yang secara terbuka mendukung kebijakan tarif Trump. Meski begitu, belum jelas apakah larangan ini berlaku untuk organisasi induknya atau juga bagi seluruh anggotanya.

Tak hanya itu, China juga menempatkan 11 perusahaan AS dalam daftar “entitas tak dapat dipercaya”, yang secara otomatis melarang mereka melakukan kegiatan perdagangan dan investasi di China. Di antaranya adalah produsen drone Skydio dan Insitu yang diketahui merupakan anak usaha Boeing.

Beijing pun membuka penyelidikan anti-dumping terhadap produk tabung sinar-X untuk keperluan CT scan medis yang diimpor dari AS dan India. Selain itu, impor sorgum, tepung tulang, dan produk unggas dari beberapa perusahaan AS juga ditangguhkan.

Langkah paling mencolok datang dari investigasi antimonopoli terhadap DuPont, raksasa kimia dan material asal AS. Perusahaan ini mengandalkan pasar China dan Hong Kong untuk sekitar 19 persen pendapatan tahunannya. DuPont diketahui memiliki fasilitas produksi di Shanghai dan beberapa kota besar China lainnya. Setelah kabar investigasi ini beredar, saham DuPont langsung merosot hingga 13 persen pada Jumat.

Menurut Guo Shan, mitra senior di firma riset Hutong Research yang berbasis di Shanghai, langkah-langkah yang terarah ini menunjukkan bahwa China sebenarnya masih membuka pintu bagi investasi asing. Namun, pengenaan tarif menyeluruh yang diumumkan bersamaan menjadi sinyal bahwa China tidak lagi takut memicu respons lebih keras dari AS. “Dengan tarif AS yang sudah setinggi itu, tak perlu lagi simpan kartu untuk nanti,” kata Guo.(*)