Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Menlu Sugiono Beri Strategi Hadapi Tarif AS: Ampuh?

Kementerian Luar Negeri bersama kementerian teknis terkait saat ini tengah menghitung besarnya tekanan yang akan ditimbulkan terhadap sektor-sektor ekspor utama.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 04 April 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Pramirvan Datu
Menlu Sugiono Beri Strategi Hadapi Tarif AS: Ampuh? Tarif dasar 10 persen untuk semua impor ke AS serta tarif lebih tinggi untuk puluhan negara lainnya, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS.

KABARBURSA.COM  – Menlu Sugiono menyatakan pemerintah tengah menyiapkan strategi untuk menjaga daya saing ekspor dan melindungi stabilitas ekonomi dari dampak tarif resiprokal AS terhadap produk Indonesia.

Sugiono juga menegaskan bahwa Kementerian Luar Negeri bersama kementerian teknis terkait saat ini tengah menghitung besarnya tekanan yang akan ditimbulkan terhadap sektor-sektor ekspor utama seperti elektronik, TPT, alas kaki, kelapa sawit, furnitur, karet, serta produk perikanan.

“Pemerintah tidak akan membiarkan pelaku ekspor menghadapi situasi ini sendirian. Kami tengah menyusun langkah mitigasi yang bersifat jangka pendek maupun jangka menengah,” kata Sugiono dalam keterangan, di Jakarta, Jumat, 4 April 2025.

Sugiono menambahkan, jalur diplomatik juga akan dimaksimalkan untuk menyampaikan posisi Indonesia secara tegas namun tetap terbuka terhadap dialog. Ia menekankan pentingnya menjaga prinsip perdagangan yang adil dan saling menguntungkan dalam kemitraan bilateral.

“Kami akan gunakan seluruh instrumen diplomasi ekonomi agar Indonesia tidak dirugikan secara struktural oleh kebijakan sepihak semacam ini,” tegasnya.

Pemerintah juga memastikan akan menjaga ketahanan pasar keuangan domestik. Yield Surat Berharga Negara (SBN) menjadi perhatian utama pemerintah, seiring potensi capital outflow akibat ketidakpastian global yang dipicu langkah proteksionis AS.

Bersama Bank Indonesia, pemerintah menyatakan kesiapannya untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan likuiditas valuta asing. Langkah ini penting agar kegiatan dunia usaha tetap berjalan dan kepercayaan investor tetap terjaga.

“Stabilitas nilai tukar dan pasar obligasi menjadi kunci. Pemerintah hadir untuk menjaga ekosistem keuangan tetap solid di tengah tekanan global,” tutup Sugiono.

Trump Umumkan Tarif 10 Persen untuk Semua Impor

Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa ia akan memberlakukan tarif dasar 10 persen untuk semua impor ke AS serta tarif lebih tinggi untuk puluhan negara lainnya, termasuk beberapa mitra dagang terbesar AS. Keputusan ini semakin memperdalam perang dagang yang dimulai sejak ia kembali ke Gedung Putih.

Tarif besar-besaran ini akan membentuk penghalang baru bagi ekonomi konsumen terbesar di dunia, membalikkan kebijakan perdagangan bebas yang telah membentuk tatanan global selama beberapa dekade terakhir. 

Mitra dagang AS diperkirakan akan membalas dengan tindakan serupa, yang bisa membuat harga barang mulai dari sepeda hingga anggur melonjak drastis.

Pasar berjangka AS langsung anjlok setelah pengumuman tersebut, menyusul perdagangan yang sudah bergejolak dalam beberapa minggu terakhir karena ketidakpastian tentang dampak tarif terhadap ekonomi global, inflasi, dan laba perusahaan. Saham AS telah kehilangan hampir USD5 triliun dalam nilai pasar sejak Februari.

"Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita," kata Trump dalam acara di Rose Garden Gedung Putih.

Trump mengungkapkan bahwa impor dari China akan dikenakan tarif 34 persen, di atas tarif 20 persen yang sudah diberlakukan sebelumnya. Bahkan sekutu dekat AS tidak luput dari kebijakan ini, dengan Uni Eropa menghadapi tarif 20 persen.

Seorang pejabat Gedung Putih, yang berbicara secara anonim, mengatakan bahwa tarif tambahan ini akan mulai berlaku pada 9 April dan akan diterapkan pada sekitar 60 negara. Sementara itu, tarif dasar 10 persen akan mulai berlaku.

 Memitigasi Tekanan ke Perekonomian Nasional

Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyoroti dampak signifikan kebijakan tarif perdagangan baru Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump 2.0 terhadap ekspor Indonesia. 

Menurutnya, langkah antisipasi dari pemerintah menjadi sangat krusial guna memitigasi tekanan terhadap perekonomian nasional.

“Kebijakan tariff perdagangan baru US di era Trump 2.0 ini kan sangat signifikan dampak tekanannya pada ekspor Indonesia ke US," ujar Misbakhun kepada media di Jakarta, Kamis, 3 April 2025.

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam menghitung potensi keuntungan dan kerugian dari kebijakan tersebut agar tidak berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

"Sehingga pemerintah harus melakukan konsolidasi menyeluruh para stake holder untuk menghadapi nya karena pemerintah harus tetap berhati-hati, menghitung untung rugi kebijakan tariff baru US tersebut pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan," paparnya.

Sebagai negara dengan hubungan dagang yang erat dengan AS, Indonesia perlu mempertimbangkan berbagai opsi kebijakan guna menyesuaikan diri dengan dinamika baru yang terjadi. 

DPR, kata Misbakhun, akan terus mendorong pemerintah untuk mencari solusi terbaik dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah perubahan kebijakan perdagangan global. 

 Bikin Lemah IHSG

Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menaikkan tarif resiprokal bikin pasar keuangan global terguncang. Di Indonesia, dampaknya bisa sangat nyata, yakni nilai tukar rupiah melemah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terancam terkoreksi pasca-Lebaran

“Pelemahan kurs rupiah diperkirakan berlanjut karena investor akan mencari aset yang lebih aman dan keluar dari negara berkembang,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, dalam keterangan tertulis, Kamis, 3 April 2025.

Bhima menilai, pelemahan rupiah tersebut berisiko memicu imported inflation. Harga barang-barang impor, terutama pangan dan produk sekunder seperti peralatan rumah tangga dan elektronik, akan terdongkrak. Daya beli masyarakat kelas menengah bawah pun terancam ikut terkikis.

Dari sisi pasar modal, Bhima memprediksi tekanan jual akan meningkat usai libur Lebaran. Risiko capital outflow masih tinggi dan dalam skenario terburuk, bukan tak mungkin terjadi trading halt jika panic selling melanda.

Namun di tengah badai tarif ini, ia menilai Indonesia justru bisa memanfaatkan peluang relokasi industri dari negara-negara yang terkena tarif tinggi. Tapi syaratnya tidak bisa semata mengandalkan tarif yang lebih rendah dibanding negara tetangga seperti Vietnam dan Kamboja.

Bhima menekankan pentingnya reformasi regulasi yang konsisten, penyederhanaan perizinan, serta stabilitas kebijakan domestik. Wacana-wacana kontroversial seperti RUU Polri dan RUU KUHAP, menurutnya, sebaiknya ditunda dulu demi menjaga iklim investasi. (*)