Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

BI Agresif Borong SBN, Apa Dampaknya ke Pasar Modal?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 02 April 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Citra Dara Vresti Trisna
BI Agresif Borong SBN, Apa Dampaknya ke Pasar Modal? Bank Indonesia (BI) dalam mengelola Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sejak 2023. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM - Ekonom Yanuar Rizky menyoroti langkah Bank Indonesia (BI) dalam mengelola Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sejak 2023. 

Menurutnya, BI secara agresif mengakumulasi SBN dan menahannya di neraca, sementara perbankan justru mengurangi kepemilikannya terhadap instrumen tersebut.

“Ini karena sejak 2023, BI akumulasi Surat Utang Negara (SUN) di pasar sekunder, dan hold. Trennya, di perbankan SUN turun, Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) naik dan asing di SRBI 20 persen kan sekarang,” jelas Yanuar dalam pernyataannya, Rabu, 2 April 2025.

Untuk diketahui, dalam kurun waktu 2023 hingga awal 2025, pasar keuangan Indonesia mengalami dinamika pergerakan modal asing yang cukup signifikan. 

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), kepemilikan investor asing di instrumen berdenominasi rupiah mengalami fluktuasi. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor global maupun domestik.

Tren Pergerakan Modal Asing

Sepanjang tahun 2023, aliran modal asing menunjukkan tren masuk yang cukup stabil ke pasar SBN dan SRBI, meskipun investor cenderung melakukan aksi jual di pasar saham. 

Pada awal 2024, investor asing mencatatkan pembelian bersih di pasar SBN sebesar Rp19,01 triliun, sementara di SRBI sebesar Rp6,11 triliun. Namun, pasar saham justru mengalami tekanan dengan aksi jual bersih mencapai Rp20,12 triliun.

Sepanjang triwulan pertama 2024, investor asing menunjukkan minat yang bervariasi terhadap berbagai instrumen keuangan Indonesia.

Pada pekan pertama Januari, terjadi aliran modal masuk sebesar Rp8,05 triliun ke SRBI, sementara investasi di pasar saham mengalami aksi jual bersih Rp1,68 triliun.

Tren serupa terjadi di pekan kedua, di mana investor asing kembali membeli SRBI senilai Rp9,95 triliun, sementara menjual saham senilai Rp2,42 triliun.

Namun, mulai Februari 2024, investor asing mulai kembali memasuki pasar saham, dengan transaksi bersih yang berangsur positif. Pada akhir Februari, kepemilikan asing di pasar SBN mengalami peningkatan, dari 14,37 persen pada 27 Februari 2025 menjadi 14,41 persen pada 6 Maret 2025.

Sebagi informasi, Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa dalam periode 3–6 Maret 2025, arus modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik mencapai Rp8,99 triliun. Jumlah ini terdiri dari pembelian bersih sebesar Rp0,34 triliun di pasar saham, aliran masuk sebesar Rp9,53 triliun ke Surat Berharga Negara (SBN), serta aksi jual bersih Rp0,88 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Kinerja aliran modal asing dalam pekan tersebut menjadi yang tertinggi sejak akhir Januari 2025, menandai capaian terbaik dalam lima minggu terakhir.

Secara keseluruhan, sepanjang 2025 hingga 6 Maret, investor asing tercatat menarik dana dari pasar saham dengan aksi jual bersih Rp20,12 triliun. 

Sementara itu, instrumen obligasi negara masih menarik minat asing dengan pembelian bersih sebesar Rp19,01 triliun di SBN dan tambahan investasi Rp6,11 triliun di SRBI.

BI Borong SBN 

Kendati demikian, Yanuar menyoroti kebijakan BI yang aktif melakukan perdagangan SBN tetapi tidak mengaktifkan instrumen Repurchase Agreement (RePO) dengan tenor tujuh hari, yang justru digantikan dengan SRBI.

“SBN trading, tapi RePO 7 days nggak dihidupkan, diganti SRBI. Jadi, BI menyerap dari pasar dan hold di neraca,” tambahnya.

Dampaknya, nilai aset BI meningkat, tetapi keuntungan dari perdagangan moneter justru mengalami penurunan.

Buntung atau Untung?

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mempertanyakan apakah kebijakan BI dalam mengelola SBN di pasar sekunder akan menguntungkan atau justru menjadi beban bagi kebijakan moneter ke depan.

“BI cukup agresif di pasar sekunder SBN (trading), mereka menyebutnya sebagai kepemilikan SBN untuk operasi moneter. Nilainya jauh lebih besar dari tahun-tahun lampau. Apa ada potensi BI untung dalam hal ini atau hanya beban biaya kebijakan moneter?” katanya.

Namun, hingga saat ini BI belum merilis laporan keuangan tahunannya, sehingga kondisi surplus dan neraca BI masih belum dapat dipastikan.

“BI belum memublikasi laporan keuangan tahunannya. Dahulu sempat sebelum April sudah diunggah. Jadi aku belum tahu laporan surplusnya serta neracanya,” kata Awalil.

Modal Asing Keluar

Berdasarkan data setelmen hingga 26 Maret, investor nonresiden melakukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp32,02 triliun dari pasar saham Indonesia.

“Selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen sampai 26 Maret 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp32,02 triliun di pasar saham, serta beli neto sebesar Rp16,08 triliun di pasar SBN dan Rp10,98 triliun di SRBI,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, Jumat, 28 Maret 2025.

Tekanan tersebut terjadi di tengah situasi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian. Kinerja pasar saham domestik pun sempat terguncang, termasuk munculnya aksi jual agresif pada pekan ketiga bulan Maret yang menyebabkan IHSG tertekan signifikan dan memicu penghentian perdagangan sementara (trading halt).

Ramdan menambahkan, pada periode 24–26 Maret, nonresiden mencatatkan beli neto Rp1,93 triliun, terdiri dari beli neto Rp2,63 triliun di pasar saham, jual neto Rp0,51 triliun di pasar SBN, serta jual neto Rp0,19 triliun di SRBI. Namun secara kumulatif, sepanjang 2025 arus modal asing di pasar saham tetap negatif. (*)