Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

xAI Akuisisi X, Elon Musk Untung Rp544 Triliun

Elon Musk menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk menggabungkan kekuatan kecerdasan buatan dari xAI

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 30 March 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
xAI Akuisisi X, Elon Musk Untung Rp544 Triliun Elon Muak.

KABARBURSA.COM - Elon Musk kembali mengguncang dunia teknologi dengan keputusan besar yang menggabungkan perusahaan rintisannya, xAI, dengan platform media sosial miliknya, X (sebelumnya Twitter). Merger ini menciptakan konglomerat kecerdasan buatan dan media sosial yang memiliki valuasi gabungan yang mencengangkan.

Berdasarkan laporan CNBC, penggabungan ini membuat valuasi xAI melonjak hingga USD80 miliar atau sekitar Rp1.320 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.500), sementara X bernilai sekitar USD33 miliar atau Rp545 triliun. 

Elon Musk menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk menggabungkan kekuatan kecerdasan buatan dari xAI dengan jangkauan luas pengguna X, yang diharapkan membuka potensi besar dalam pengembangan teknologi dan distribusi AI.

Dalam transaksi ini, xAI secara efektif mengakuisisi X dengan nilai USD45 miliar dikurangi utang sebesar USD12 miliar, sehingga total transaksi bersih menjadi USD33 miliar atau setara Rp544 triliun. Karena kedua perusahaan ini dimiliki secara pribadi dan berada di bawah kendali Musk, merger ini diyakini sebagai pertukaran saham, di mana investor X akan menerima kepemilikan saham di xAI sebagai bagian dari kesepakatan.

Musk mengumumkan langkah strategis ini melalui unggahan di akun X miliknya, menegaskan bahwa perusahaan gabungan ini akan menyatukan data, model AI, komputasi, distribusi, serta bakat terbaik dalam industri teknologi. 

Sejumlah investor ternama turut terlibat dalam kesepakatan ini, termasuk Andreessen Horowitz, Sequoia Capital, Fidelity Management, Vy Capital, dan Kingdom Holding Co. dari Arab Saudi.

xAI sendiri baru didirikan kurang dari dua tahun lalu dengan misi utama untuk memahami sifat sejati alam semesta. Sejak awal, startup ini berusaha menyaingi OpenAI—perusahaan kecerdasan buatan terkemuka yang juga didirikan oleh Elon Musk pada 2015, sebelum ia akhirnya keluar dan berselisih dengan CEO OpenAI, Sam Altman. 

Dalam perkembangannya, xAI telah mengembangkan model bahasa besar dan berbagai produk perangkat lunak berbasis AI, bersaing langsung dengan raksasa teknologi seperti Google, Microsoft, dan Meta.

Sebelumnya, hubungan antara xAI dan X sudah cukup erat, terlihat dari integrasi chatbot AI Grok milik xAI yang tersedia bagi pengguna aplikasi media sosial tersebut. Selain itu, xAI juga tengah membangun superkomputer raksasa di Memphis, Tennessee, yang dinamai Colossus. 

Proyek ambisius ini ditenagai oleh turbin berbahan bakar gas alam, dan Musk mengungkapkan bahwa sebagian dari fasilitas tersebut sudah mulai beroperasi sejak September lalu.

Bloomberg melaporkan bahwa xAI berhasil mengamankan pendanaan sekitar USD50 miliar dalam putaran investasi tahun lalu, dan saat ini sedang dalam pembicaraan untuk mendapatkan tambahan dana dengan valuasi yang diperkirakan mencapai USD75 miliar. 

Dengan penggabungan ini, Elon Musk semakin mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin dalam inovasi kecerdasan buatan dan media sosial, menciptakan entitas bisnis yang berpotensi mengubah lanskap teknologi global secara signifikan.

Kiamat Elon Musk

Elon Musk kembali menghadapi tantangan besar di tengah ambisi bisnisnya yang luas. Seorang hakim di Amerika Serikat menolak upayanya untuk membatalkan gugatan hukum yang diajukan oleh mantan pemegang saham Twitter, yang kini telah berganti nama menjadi X. 

Gugatan ini menuding Musk telah menipu para investor dengan menunda pengungkapan investasinya di Twitter, sehingga merugikan mereka secara finansial.

Hakim Andrew Carter dari Pengadilan Distrik Manhattan menyatakan bahwa para pemegang saham memiliki alasan yang kuat untuk menuduh Musk telah melakukan manipulasi pasar. Mereka menuding CEO Tesla dan SpaceX ini sengaja mengabaikan tenggat waktu Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) untuk mengungkapkan kepemilikan 5 persen saham Twitter pada Maret 2022. 

Musk baru mengumumkan kepemilikan 9,2 persen sahamnya beberapa hari kemudian, yang menyebabkan lonjakan harga saham Twitter sebesar 27 persen. Para investor menilai tindakan Musk ini menghemat lebih dari USD200 juta bagi dirinya, sementara mereka harus menjual saham dengan harga lebih rendah sebelum pengumuman tersebut.

Tak hanya itu, dua unggahan Musk di Twitter pada Maret 2022 juga dianggap menyesatkan. Dalam unggahan tersebut, ia mengisyaratkan bahwa dirinya berencana membangun pesaing Twitter, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengakuisisi perusahaan media sosial itu dengan nilai USD44 miliar pada Oktober 2022.

Namun, gugatan hukum bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi Musk belakangan ini. Kerajaan bisnisnya mengalami tekanan dari berbagai sisi. Tesla, misalnya, tengah menghadapi boikot yang semakin luas di Amerika Serikat dan Eropa. 

Di beberapa negara bagian AS, showroom Tesla diserang, dan banyak pemilik kendaraan listrik itu memilih untuk menjual mobil mereka. Kampanye anti-Musk semakin gencar sejak ia menghadiri acara politik yang kontroversial, memicu kemarahan banyak pihak dan membuat harga saham Tesla anjlok 31 persen tahun ini. 

Di pasar Eropa, penjualan Tesla juga menurun drastis, seiring dengan meningkatnya persaingan dari produsen kendaraan listrik lainnya.

Di sektor eksplorasi luar angkasa, SpaceX juga mengalami kemunduran setelah roket Starship miliknya mengalami kegagalan beruntun dalam uji coba penerbangan. Dalam uji coba terbaru, roket tersebut meledak saat mengudara, meninggalkan puing-puing yang tersebar di wilayah Florida dan Bahama. 

Kegagalan ini menambah daftar panjang tantangan teknis yang dihadapi perusahaan tersebut dalam pengembangan teknologi roket untuk eksplorasi Mars.

Sementara itu, bisnis internet satelit Starlink juga mengalami tekanan di berbagai negara. Di Kanada, pemerintah Ontario membatalkan kontrak senilai USD100 juta dengan Starlink. 

Ukraina juga mulai mengurangi ketergantungannya pada layanan internet Musk, seiring dengan meningkatnya ketegangan politik global. Di Inggris, banyak pelanggan yang memutuskan meninggalkan Starlink, dengan alasan ketidaksetujuan terhadap sikap politik Musk. 

Kondisi ini dimanfaatkan oleh pesaing seperti SpaceSail dari China dan Eutelsat dari Prancis, yang berhasil menarik perhatian konsumen yang kecewa.

Tak hanya itu, Tesla juga menghadapi tantangan besar dengan produk Cybertruck yang dinilai gagal memenuhi ekspektasi. Awalnya, Musk menargetkan penjualan Cybertruck mencapai 250.000 unit per tahun. 

Namun, kenyataannya, para analis memperkirakan hanya sekitar 48.500 unit yang akan terjual. Mobil listrik berbentuk futuristik ini juga mengalami berbagai masalah teknis, termasuk enam kali penarikan dari pasar akibat kendala keamanan. Bahkan, hampir seluruh unit Cybertruck yang telah beredar terpaksa ditarik kembali karena cacat produksi.

Meski menghadapi banyak tekanan, Elon Musk tetap bertahan sebagai orang terkaya di dunia. Forbes mencatat kekayaannya saat ini mencapai USD342,9 miliar atau sekitar Rp5.678 triliun, meskipun mengalami penurunan sebesar USD5,4 miliar dalam beberapa waktu terakhir. 

Namun, berbagai tantangan yang dihadapi bisnisnya menunjukkan bahwa perjalanan Musk sebagai pengusaha teknologi tidak akan selalu mulus.(*)