Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

KPPU: Harga Komoditas Jelang Lebaran Naik

Dua komoditas utama yang mengalami kenaikan harga signifikan adalah cabai rawit dan bawang putih.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 30 March 2025 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Pramirvan Datu
KPPU: Harga Komoditas Jelang Lebaran Naik Pedagang Pasar Tradisional. Foto: Abbas/KabarBursa.com

KABARBUSA.COM - Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat mayoritas komoditas pangan mengalami kenaikan harga. Namun, berdasarkan survei pemantauan yang dilakukan di berbagai pasar tradisional dan modern, stok komoditas masih terpantau aman.

Survei ini merupakan kelanjutan dari pemantauan awal Ramadan yang bertujuan memastikan stabilitas harga serta mencegah potensi praktik spekulatif yang dapat merugikan masyarakat. Dari hasil pemantauan di tujuh kantor wilayah KPPU—Medan, Lampung, Bandung, Surabaya, Samarinda, Makassar, dan Yogyakarta—tercatat bahwa dua komoditas utama yang mengalami kenaikan harga signifikan adalah cabai rawit dan bawang putih.

Berdasarkan hasil survei KPPU, cabai rawit mengalami lonjakan harga di hampir seluruh wilayah Indonesia. Di Bandung, harga cabai rawit di pasar tradisional mencapai Rp115.000/kg, naik 53 persen dibanding awal Ramadan. Sementara di pasar modern, harga tertinggi tercatat di Samarinda dengan Rp167.450/kg.

Kenaikan signifikan juga terjadi pada bawang putih. Harga komoditas ini meningkat hingga Rp8.000/kg di beberapa wilayah seperti Surabaya, Makassar, dan Yogyakarta, dengan rentang harga Rp42.000–Rp47.500/kg di pasar tradisional. Sementara di pasar modern, kenaikan tertinggi tercatat di Medan, Lampung, Makassar, dan Yogyakarta dengan harga berkisar Rp46.000–Rp63.000/kg.

Selain itu, harga beras medium juga mengalami kenaikan dan melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) di seluruh wilayah survei. Harga tertinggi tercatat di Samarinda (Rp14.400/kg), sementara harga terendah ada di Lampung (Rp13.216/kg). Beberapa daerah bahkan mengalami kekosongan stok beras medium di pasar modern.

Komoditas lainnya seperti telur ayam, daging ayam, daging sapi, bawang merah, minyak goreng, dan gula pasir juga mengalami fluktuasi harga, meski stoknya tetap tersedia.

Ketersediaan Stok dan Upaya Pengawasan

Meskipun harga beberapa komoditas mengalami lonjakan, KPPU menegaskan bahwa ketersediaan stok masih mencukupi kebutuhan masyarakat. Keterbatasan stok hanya terjadi pada bawang merah di pasar tradisional Yogyakarta dan Samarinda, serta beras medium di pasar modern Surabaya dan Yogyakarta.

Menanggapi kondisi ini, KPPU menegaskan akan terus melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa kenaikan harga terjadi akibat mekanisme pasar yang wajar, bukan akibat praktik anti-persaingan.

“Dengan adanya kolaborasi antar pihak, diharapkan masyarakat mendapat jaminan ketersediaan pasokan komoditas di pasar dengan harga yang masih wajar. Sehingga masyarakat tetap dapat merayakan Idul Fitri secara khidmat dan menyenangkan,” ujar Anggota KPPU, Eugenia Mardanugraha dalam keterangan resmi yang diterima oleh Kabar Bursa, 29 Maret 2025.

Pemerintah Gagal Paham

Ramadan dan Idulfitri tahun 2025 disebut tak semarak menggerakkan perekonomian Tanah Air. Masalahnya, konsumsi rumah tangga masih lesu hingga pekan ketiga bulan Ramadan tahun ini. Ini terjadi lantaran pemerintah dinilai tak memahami akar masalah dari pelemahan daya beli di tengah masyarakat. 

Center of Reform on Economics atau CORE Indonesia mengungkap temuan bahwa pemerintah tak mampu memanfaatkan momentum bulan puasa dan lebaran untuk mengerek konsumsi rumah tangga. Hal ini disampaikan melalui risetnya, “CORE Insight: Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025”.

“Data-data ekonomi yang biasanya mencerminkan tren konsumsi rumah tangga tidak menunjukkan ‘gairah’ konsumsi yang meyakinkan,” tulis riset CORE Indonesia yang diterbitkan Rabu, 26 Maret 2025.

Alih-alih masyarakat ramai berbelanja untuk kebutuhan Ramadan dan Hari Raya, CORE Indonesia menangkap sinyal masyarakat mengerem rutinitas itu. Gejala ini sudah ada sejak awal tahun 2025, melihat laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat deflasi. Pada Februari, deflasi secara bulanan (month on month/mom) berada pada angka 0,48 persen, sedangkan secara tahunan (year on year/yoy) sebesar 0,09 persen. Dari awal tahun (year to date/ytd), deflasi nasional sebesar 1,24 persen. 

Selain itu, Mandiri Spending Indeks pertama kali minus sepekan jelang Ramadan dengan angka sebesar 0,04 persen. Padahal, periode yang sama tahun 2023 dan 2024 masing-masing mencatatkan tumbuh sebesar 5,5 persen dan 4,2 persen. Ini mengindikasikan besaran belanja masyarakat yang terjadi periode Ramadan.

“Janggalnya, deflasi pada Februari 2025 juga terjadi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau, dengan andli sebesar 0,12 persen mom,” sambungnya. Padahal pada bulan yang sama tahun sebelumnya, kelompok pengeluaran ini memberi andil inflasi sebesar 0,29 persen (mom) dan 0,13 persen pada Februari 2023.

Pergerakan Konsumsi Rumah Tangga

Data Indeks Penjualan Riil (IPR) Bank Indonesia (BI) diprediksi mendukung laporan BPS. Pasalnya, IPR Februari 2024 diperkirakan merosot 0,5 persen (yoy) yang dipengaruhi turunnya penjualan kelompok makanan, minuman, dan tembakau sebesar 1,7 persen. Data IPR bisa menggambarkan pergerakan konsumsi rumah tangga karena mencerminkan tingkat penjualan eceran meskipun hanya di beberapa kota besar di Indonesia. 

Apabila kembali dikaitkan dengan momen perayaan Hari Raya, Survei Potensi Pergerakan Masyarakat Angkutan Lebaran 2025 yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunjukkan bahwa jumlah pemudik diprediksi mencapai 146,48 juta, lebih rendah 24 persen dibandingkan pada periode 2024 yang mencapai 193,6 juta. Ini menjadi indikasi penurunan belanja rumah tangga, khususunya kelompok menengah dan menengah ke bawah, karena mengurungkan niat mudik ke kampung halaman.

“Mengapa anomali konsumsi terjadi? CORE Indonesia menilai kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, sulitnya mencari pekerjaan layak bagi pekerja kerah putih, dan melambatnya pertumbuhan upah riil di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan jasa lainnya, menjadi penyebab anomali konsumsi rumah tangga menjelang lebaran 2025,” ungkap riset tersebut. 

CORE Indonesia menilai bahwa pelemahan daya beli masyarakat menjelang Ramadan dan Idulfitri 2025 yang dibiarkan terus menerus, kemungkinan menggerus kinerja ekonomi domestik dan menurunkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya. Jika ini dibiarkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada semester I 2025 dapat melambat signifikan.