Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Celios: Holding Danantara Lemahkan Pengawasan DPR

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 28 March 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Citra Dara Vresti Trisna
Celios: Holding Danantara Lemahkan Pengawasan DPR Jajaran direksi dan dewan pengawas PT Danantara Indonesia dalam acara “Meet the Team Danantara Indonesia” di Jakarta, Senin, 24 Maret 2025. Foto: Instagram @danantara.indonesia.

KABARBURSA.COM – Peneliti Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Bakhrul Fikri, menyoroti dampak pembentukan holding Danantara terhadap mekanisme pengawasan DPR. 

Menurutnya, pengalihan kepemilikan saham BUMN strategis ke PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai induk holding berisiko melemahkan fungsi kontrol parlemen terhadap aset negara.  

“Dari sisi kebijakan publik dan good governance, langkah ini bisa mengurangi peran DPR dalam mengawasi BUMN strategis. Sebelumnya, pengawasan bisa dilakukan secara langsung melalui Kementerian BUMN, namun sekarang mekanismenya menjadi lebih tidak langsung atau indirect,” ujar Bakhrul kepada Kabarbursa.com, di Jakarta, Jumat, 28 Maret 2025.

Sebelum adanya holding Danantara, DPR memiliki kontrol langsung terhadap BUMN strategis melalui berbagai mekanisme, seperti rapat kerja dengan Kementerian BUMN atau Panja BUMN. Namun, dengan pengalihan saham ke BKI, mekanisme pengawasan kini hanya bisa dilakukan secara agregat melalui holding.  

“Dulu DPR bisa langsung memanggil direksi tiap BUMN jika ada masalah. Sekarang, mereka hanya bisa mengawasi secara keseluruhan melalui Danantara, bukan masing-masing perusahaan. Ini bisa mengurangi transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara,” tambahnya.  

Ia menilai, jika DPR tidak lagi memiliki kontrol langsung terhadap BUMN yang masuk ke dalam holding, maka risiko penyalahgunaan aset negara bisa meningkat.  

Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga, Bakhrul menekankan pentingnya memperkuat mekanisme pengawasan di lembaga lain.  

“Kalau DPR kehilangan peran sebagai watchdog utama, maka harus ada mekanisme baru. Bisa melalui penguatan peran BPK atau KPK, atau bahkan revisi regulasi agar pengawasan terhadap Danantara tetap ketat,” jelasnya.  

Menurut Bakhrul, tanpa pengawasan yang jelas, dikhawatirkan tata kelola Danantara justru menjadi semakin tertutup. “Holding ini harus tetap dalam kontrol negara secara transparan, agar tidak menimbulkan celah dalam pengelolaan aset BUMN,” jelasnya.

DPR Optimistis Mampu Awasi Danantara

Sebelumnya, pembentukan superholding Danantara dikhawatirkan membuat BUMN semakin jauh dari pengawasan rakyat. 

Menanggapi kecemasan terkait pengawasan Danantara, Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, menilai kekhawatiran itu berlebihan. Ia memastikan fungsi kontrol DPR terhadap perusahaan pelat merah tetap kuat, meski kini banyak yang digabungkan di bawah PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai induk holding.

Menurut Herman, perubahan ini tak banyak mengubah mekanisme pengawasan karena seluruh struktur BUMN tetap berada di bawah regulasi Kementerian BUMN. Justru sekarang, kata dia, tanggung jawab tiap BUMN lebih tegas: harus sehat secara finansial dan mampu menyetor dividen ke Danantara, yang kemudian digunakan untuk investasi lintas sektor.

“Semua BUMN tetap dalam pengelolaan Danantara dengan regulasi Kementerian BUMN, tidak jauh berbeda dari sistem sebelumnya. Hanya saja, sekarang semua BUMN harus sehat dan mampu menyetor dividen ke Danantara, yang nantinya digunakan untuk investasi di berbagai sektor,” ujarnya kepada kabarbursa.com, di Jakarta, Kamis 27 Maret 2025.

Herman bilang DPR tidak kehilangan akses terhadap BUMN. Bahkan, ia menyebut pengaturan dalam UU BUMN yang baru justru memperluas wewenang pengawasan legislatif, termasuk terhadap anak usaha yang sebelumnya sulit disentuh.

“Justru dengan pengaturan dalam UU BUMN yang baru, DPR kini memiliki peran pengawasan yang lebih dalam, bahkan hingga ke anak perusahaan BUMN,” katanya.

Ia mengingatkan, dalam skema superholding seperti ini, penting bagi DPR dan masyarakat untuk aktif mengawal agar fungsi transparansi dan tata kelola tetap berjalan. Terutama dalam mengevaluasi efektivitas investasi Danantara terhadap pembangunan nasional.

“Dengan skema ini, penting bagi DPR dan masyarakat untuk terus mengawasi efektivitas investasi dan kontribusi Danantara terhadap perekonomian nasional,” katanya.

Namun, di balik keyakinan DPR, banyak pihak masih menyoroti bagaimana Danantara akan dikelola. Superholding ini bukan cuma menyatukan puluhan BUMN strategis, tapi juga membawa misi besar, yakni mempercepat investasi, memaksimalkan dividen, dan menyeimbangkan peran negara di sektor bisnis yang makin kompetitif.

Danantara, yang secara resmi memakai nama PT Danantara Indonesia, didirikan lewat PP Nomor 15 Tahun 2025. PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) ditunjuk sebagai induk holding operasionalnya. Seluruh saham negara di BUMN strategis seperti BRI, Mandiri, Telkom, hingga Waskita Karya, dialihkan ke BKI melalui mekanisme inbreng.

Secara total, sudah ada 14 emiten BUMN yang sahamnya dialihkan ke Danantara per 26 Maret 2025. Proses ini membuat Danantara menjadi pemegang saham mayoritas di hampir seluruh lini BUMN papan atas—dari perbankan, infrastruktur, hingga energi dan logistik.

Di atas kertas, Danantara disiapkan sebagai kendaraan investasi jangka panjang yang mampu menandingi lembaga serupa seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Tapi bedanya, Indonesia menempatkan peran ganda: sebagai superholding operasional dan sovereign wealth fund, dua fungsi yang biasanya dipisahkan di negara lain.

Inilah yang membuat pengawasan jadi isu krusial. Dengan struktur kelembagaan baru, banyak kalangan bertanya bagaimana DPR memastikan Danantara tetap transparan dan bagaimana publik tahu arah investasinya, serta siapa yang mengambil keputusan.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Next Policy, Dwi Raihan, menilai posisi Danantara yang berada langsung di bawah kendali presiden menyimpan tantangan tersendiri.

Menurutnya, meski superholding ini punya peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi—mulai dari memaksimalkan aset negara, membuka jalan bagi diversifikasi pertumbuhan, hingga menyalurkan pendanaan ke proyek-proyek strategis—tetap ada kekhawatiran soal potensi tarik-menarik kepentingan di balik layar.

“Struktur yang langsung di bawah presiden membuat Danantara sulit lepas dari kepentingan politik. Salah satu dampaknya adalah keputusan investasi, apakah benar-benar berbasis kepentingan ekonomi atau justru dipengaruhi oleh kepentingan lain,” kata Dwi saat dihubungi kabarbursa.com, Rabu, 26 Maret 2025.

Ia menekankan bahwa masa depan Danantara akan sangat ditentukan oleh seberapa kuat lembaga ini dijalankan dengan prinsip tata kelola yang bersih dan transparan. Tanpa itu, ambisi besar justru bisa menjadi beban baru bagi perekonomian.

“Danantara memiliki visi yang bagus, tetapi harus dibarengi dengan implementasi yang baik. Jika tata kelola, efektivitas penyaluran investasi, dan akuntabilitasnya terjaga, ini bisa menjadi solusi. Sebaliknya, jika tidak, justru bisa menciptakan masalah baru,” kata Dwi.(*)