Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Stok Minyak Sawit RI Melimpah di Tengah Merosotnya Ekspor

Indonesia mencatat ekspor CPO dan produk turunannya, termasuk minyak sawit olahan dan oleochemical, sebesar 1,96 juta metrik ton sepanjang Januari.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 28 March 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Stok Minyak Sawit RI Melimpah di Tengah Merosotnya Ekspor Ilustrasi pekerja di perkebunan kelapa sawit.

KABARBURSA.COM - Stok minyak sawit mentah (CPO) Indonesia mengalami lonjakan signifikan pada akhir Januari, meskipun produksi mengalami sedikit penurunan. Berdasarkan data terbaru dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), kenaikan stok ini terjadi akibat melemahnya permintaan dari pasar utama, yang berdampak pada penurunan ekspor ke titik terendah dalam empat bulan terakhir.

Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia mencatat ekspor CPO dan produk turunannya, termasuk minyak sawit olahan dan oleochemical, sebesar 1,96 juta metrik ton sepanjang Januari. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan 2,06 juta ton yang dikirimkan pada Desember tahun sebelumnya. Jika dibandingkan secara tahunan, ekspor turun drastis hingga 30 persen.

Penurunan ekspor ini terutama dipengaruhi oleh berkurangnya permintaan dari beberapa negara pembeli utama, seperti India, China, dan Pakistan. Faktor ini memberikan tekanan pada industri sawit nasional, mengingat ketiga negara tersebut selama ini berkontribusi besar terhadap permintaan global.

Di sisi produksi, output minyak sawit mentah Indonesia pada Januari tercatat sebesar 3,83 juta ton, sedikit menurun dari 3,88 juta ton pada Desember. Meskipun produksi mengalami sedikit kontraksi, peningkatan stok domestik tetap terjadi karena ekspor yang melemah.

Kondisi ini menimbulkan tantangan bagi industri sawit Indonesia, yang harus mencari strategi baru untuk mengelola kelebihan pasokan di dalam negeri. Dengan permintaan global yang cenderung melemah, pelaku industri perlu mencari solusi seperti peningkatan serapan domestik, inovasi produk berbasis sawit, hingga strategi pemasaran yang lebih agresif untuk memperluas pasar ekspor.

Selain itu, situasi ini juga dapat berdampak pada harga minyak sawit di pasar global. Jika stok terus meningkat sementara permintaan tetap lesu, harga CPO berisiko mengalami tekanan turun, yang berpotensi mempengaruhi pendapatan produsen dan eksportir sawit Indonesia. 

Oleh karena itu, industri sawit nasional perlu mencermati dinamika pasar dengan lebih cermat agar dapat menyesuaikan strategi bisnis dan menjaga keseimbangan antara produksi, ekspor, serta konsumsi domestik.

Harga Referensi CPO April 2025

Harga referensi minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia untuk April 2025 mengalami peningkatan sebesar 0,74 persen, mencapai USD961,54 per metrik ton. Meskipun terjadi kenaikan harga, pemerintah memutuskan untuk mempertahankan bea keluar pada level USD124 per ton.

Penyesuaian harga referensi ini mencerminkan dinamika pasar global CPO yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk fluktuasi permintaan dan penawaran. Kenaikan harga sebesar 0,74 persen menunjukkan adanya perbaikan dalam permintaan atau penurunan produksi yang mempengaruhi keseimbangan pasar.

Keputusan untuk mempertahankan bea keluar pada USD124 per ton menunjukkan upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas industri sawit nasional. Bea keluar yang konsisten memberikan kepastian bagi pelaku usaha dan membantu dalam perencanaan ekspor.

Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia terus memantau perkembangan pasar global untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan mendukung pertumbuhan industri sawit yang berkelanjutan. Kenaikan harga referensi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi petani dan pelaku industri, sambil tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap pasar domestik dan internasional.

Kemendag Soroti Permintaan Turun

Harga referensi minyak kelapa sawit mentah (CPO) untuk Maret 2025 mengalami penurunan tipis dibandingkan bulan sebelumnya. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga referensi CPO sebesar USD954,50 per metrik ton (MT), turun USD0,94 atau 0,10 persen dari periode Februari 2025 yang tercatat USD955,44 per MT.

Penurunan harga referensi ini terutama disebabkan oleh menurunnya permintaan dari pasar utama seperti India serta melemahnya harga minyak nabati lainnya. Meski perubahan harga relatif kecil, hal ini tetap menjadi perhatian pelaku industri sawit mengingat pergerakan harga global dapat berdampak pada ekspor dan pendapatan negara.

Dalam kebijakan terbaru, pemerintah tetap memberlakukan Bea Keluar (BK) CPO sebesar USD124 per MT serta Pungutan Ekspor (PE) sebesar 7,5 persen dari HR CPO, yang setara dengan USD71,59 per MT. Ketentuan ini merujuk pada regulasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru.

Penetapan harga referensi CPO ini dihitung berdasarkan rata-rata harga di beberapa bursa utama, termasuk bursa CPO Indonesia yang mencatat USD845,38 per MT, bursa Malaysia di angka USD1.063,62 per MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam dengan harga USD1.418,68 per MT. 

Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, jika selisih harga rata-rata di tiga sumber tersebut melebihi USD40, maka perhitungan harga referensi akan menggunakan dua harga yang berada di median dan terdekat dari median. Dalam hal ini, harga referensi CPO Maret 2025 ditentukan berdasarkan bursa Malaysia dan bursa Indonesia.

Di sisi lain, Kemendag juga menetapkan bahwa minyak goreng (Refined, Bleached, and Deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dengan berat bersih hingga 25 kg dikenakan Bea Keluar sebesar USD31 per MT. Kebijakan ini diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 221 Tahun 2025, yang bertujuan untuk mengatur ekspor minyak goreng dalam kemasan agar tetap terkendali.

Selain CPO, harga referensi biji kakao pada Maret 2025 juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Kemendag mencatat harga referensi biji kakao turun USD486,06 atau 4,47 persen menjadi USD10.394,87 per MT dibandingkan bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao menjadi USD9.910 per MT, yang berarti turun USD485 atau 4,66 persen dari periode sebelumnya.

Meski terjadi penurunan harga, Bea Keluar biji kakao tetap ditetapkan sebesar 15 persen, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Faktor utama yang menyebabkan penurunan harga ini adalah meningkatnya produksi biji kakao di negara-negara produsen akibat perbaikan kondisi cuaca.

Secara keseluruhan, pergerakan harga referensi CPO dan biji kakao ini mencerminkan dinamika pasar global yang masih fluktuatif. Dengan adanya tantangan berupa penurunan permintaan dari negara importir utama serta persaingan dengan minyak nabati lainnya, pelaku industri diharapkan dapat terus beradaptasi dengan strategi pemasaran yang lebih agresif serta meningkatkan nilai tambah produk sawit dan kakao untuk menjaga daya saing di pasar internasional.(*)