Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

DPR Pastikan Masih bisa Awasi BUMN Meski di Bawah Danantara

DPR menjamin fungsi pengawasan tetap berjalan meski BUMN kini berada di bawah payung superholding Danantara.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 27 March 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Moh. Alpin Pulungan
DPR Pastikan Masih bisa Awasi BUMN Meski di Bawah Danantara jajaran direksi dan dewan pengawas PT Danantara Indonesia dalam acara “Meet the Team Danantara Indonesia” di Jakarta, Senin, 24 Maret 2025. Foto: Instagram @danantara.indonesia.

KABARBURSA.COM – Banyak yang khawatir pembentukan superholding Danantara bikin BUMN makin jauh dari pengawasan rakyat. Tapi menurut Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, kekhawatiran itu berlebihan. Ia memastikan fungsi kontrol DPR terhadap perusahaan pelat merah tetap kuat, meski kini banyak yang digabungkan di bawah PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai induk holding.

Menurut Herman, perubahan ini tak banyak mengubah mekanisme pengawasan karena seluruh struktur BUMN tetap berada di bawah regulasi Kementerian BUMN. Justru sekarang, kata dia, tanggung jawab tiap BUMN lebih tegas: harus sehat secara finansial dan mampu menyetor dividen ke Danantara, yang kemudian digunakan untuk investasi lintas sektor.

“Semua BUMN tetap dalam pengelolaan Danantara dengan regulasi Kementerian BUMN, tidak jauh berbeda dari sistem sebelumnya. Hanya saja, sekarang semua BUMN harus sehat dan mampu menyetor dividen ke Danantara, yang nantinya digunakan untuk investasi di berbagai sektor,” ujarnya kepada KabarBursa.com, di Jakarta, Kamis 27 Maret 2025.

Herman bilang DPR tidak kehilangan akses terhadap BUMN. Bahkan, ia menyebut pengaturan dalam UU BUMN yang baru justru memperluas wewenang pengawasan legislatif, termasuk terhadap anak usaha yang sebelumnya sulit disentuh.

“Justru dengan pengaturan dalam UU BUMN yang baru, DPR kini memiliki peran pengawasan yang lebih dalam, bahkan hingga ke anak perusahaan BUMN,” katanya.

Ia mengingatkan, dalam skema superholding seperti ini, penting bagi DPR dan masyarakat untuk aktif mengawal agar fungsi transparansi dan tata kelola tetap berjalan. Terutama dalam mengevaluasi efektivitas investasi Danantara terhadap pembangunan nasional.

“Dengan skema ini, penting bagi DPR dan masyarakat untuk terus mengawasi efektivitas investasi dan kontribusi Danantara terhadap perekonomian nasional,” katanya.

Namun di balik keyakinan DPR, banyak pihak masih menyoroti bagaimana Danantara akan dikelola ke depan. Superholding ini bukan cuma menyatukan puluhan BUMN strategis, tapi juga membawa misi besar, yakni mempercepat investasi, memaksimalkan dividen, dan menyeimbangkan peran negara di sektor bisnis yang makin kompetitif.

Danantara, yang secara resmi memakai nama PT Danantara Indonesia, didirikan lewat PP Nomor 15 Tahun 2025. PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) ditunjuk sebagai induk holding operasionalnya. Seluruh saham negara di BUMN strategis seperti BRI, Mandiri, Telkom, hingga Waskita Karya, dialihkan ke BKI melalui mekanisme inbreng.

Secara total, sudah ada 14 emiten BUMN yang sahamnya dialihkan ke Danantara per 26 Maret 2025. Proses ini membuat Danantara menjadi pemegang saham mayoritas di hampir seluruh lini BUMN papan atas—dari perbankan, infrastruktur, hingga energi dan logistik.

Di atas kertas, Danantara disiapkan sebagai kendaraan investasi jangka panjang yang mampu menandingi lembaga serupa seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Tapi bedanya, Indonesia menempatkan peran ganda: sebagai superholding operasional dan sovereign wealth fund, dua fungsi yang biasanya dipisahkan di negara lain.

Inilah yang membuat pengawasan jadi isu krusial. Dengan struktur kelembagaan baru, banyak kalangan bertanya bagaimana DPR memastikan Danantara tetap transparan dan bagaimana publik tahu arah investasinya, serta siapa yang mengambil keputusan.

Belum lagi soal pemilihan direksi dan CEO Danantara yang sampai hari ini belum melalui mekanisme uji kelayakan di DPR. Padahal, dengan nilai investasi triliunan rupiah dan cakupan portofolio yang luas, posisi ini ibarat Menteri Keuangan kedua—hanya saja tanpa kontrol legislatif.

Jadi, meskipun DPR menyatakan fungsi pengawasan tetap berjalan, tantangan ke depan bukan soal formalitas hukum, melainkan soal transparansi dan ruang partisipasi publik di era baru tata kelola BUMN. Danantara mungkin bukan hantu, tapi jangan sampai berubah jadi monster yang terlalu besar untuk dikendalikan.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Next Policy, Dwi Raihan, menilai posisi Danantara yang berada langsung di bawah kendali presiden menyimpan tantangan tersendiri. Menurutnya, meski superholding ini punya peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi—mulai dari memaksimalkan aset negara, membuka jalan bagi diversifikasi pertumbuhan, hingga menyalurkan pendanaan ke proyek-proyek strategis—tetap ada kekhawatiran soal potensi tarik-menarik kepentingan di balik layar.

“Struktur yang langsung di bawah presiden membuat Danantara sulit lepas dari kepentingan politik. Salah satu dampaknya adalah keputusan investasi, apakah benar-benar berbasis kepentingan ekonomi atau justru dipengaruhi oleh kepentingan lain,” kata Dwi saat dihubungi KabarBursa.com, Rabu, 26 Maret 2025.

Ia menekankan bahwa masa depan Danantara akan sangat ditentukan oleh seberapa kuat lembaga ini dijalankan dengan prinsip tata kelola yang bersih dan transparan. Tanpa itu, ambisi besar justru bisa menjadi beban baru bagi perekonomian.

“Danantara memiliki visi yang bagus, tetapi harus dibarengi dengan implementasi yang baik. Jika tata kelola, efektivitas penyaluran investasi, dan akuntabilitasnya terjaga, ini bisa menjadi solusi. Sebaliknya, jika tidak, justru bisa menciptakan masalah baru,” kata Dwi.(*)