KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia memastikan akan menaikkan tarif royalti pada sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) sebagai bagian dari strategi untuk meningkatkan penerimaan negara. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa langkah ini merupakan bagian dari kajian pemerintah dalam mencari sumber-sumber pendapatan baru yang lebih optimal.
Dalam upaya ini, pemerintah tengah merevisi beberapa regulasi, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) No 26 Tahun 2022 yang mengatur jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian ESDM, serta PP No. 15 Tahun 2022 yang berkaitan dengan perpajakan dan PNBP di bidang usaha pertambangan batu bara. Revisi aturan ini bertujuan untuk menyesuaikan tarif royalti pada berbagai komoditas tambang seperti batu bara, timah, tembaga, nikel, emas, perak, dan platina.
Meskipun rincian kenaikan tarif belum diumumkan secara resmi, wacana ini telah memicu kekhawatiran di kalangan pelaku industri, terutama di sektor nikel. Saat ini, tarif royalti bijih nikel di Indonesia ditetapkan sebesar 10 persen, namun dalam usulan terbaru, tarif ini berpotensi naik menjadi 14 persen-19 persen.
Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey, menyoroti bahwa jika kebijakan ini diterapkan, Indonesia akan memiliki tarif royalti nikel tertinggi dibandingkan negara-negara penghasil nikel lainnya.
Di berbagai negara, tarif royalti nikel cenderung lebih rendah, bahkan beberapa menerapkan skema berbasis keuntungan daripada produksi. Meidy menilai bahwa kenaikan ini dapat memperberat beban industri yang sudah dihadapkan pada berbagai kebijakan lain, seperti kenaikan harga bahan bakar B40, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE), serta kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Bagi pemerintah, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor tambang terhadap perekonomian nasional. Namun, bagi pengusaha, lonjakan tarif royalti dapat berdampak pada daya saing industri, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global dan harga komoditas yang fluktuatif.
Langkah ini menandai dilema klasik dalam pengelolaan sumber daya alam: di satu sisi, negara berupaya mengoptimalkan penerimaan untuk pembangunan, sementara di sisi lain, industri berharap regulasi tetap kondusif agar investasi dan daya saing tetap terjaga. Ke depan, pemerintah diharapkan dapat menemukan keseimbangan yang tepat agar kebijakan ini tidak hanya menguntungkan negara, tetapi juga tetap mendukung pertumbuhan industri pertambangan di Indonesia.
Pil Pahit untuk MINE?
Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif royalti pada sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) sepertinya akan menjadi pilihan pahit bagi sejumlah emiten nikel, salah satunya adalah PT Sinar Terang Mandiri Tbk yang baru saja melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO).
PT Sinar Terang Mandiri Tbk (MINE) adalah perusahaan modern dan profesional yang berfokus pada proyek pertambangan dan infrastruktur di Indonesia. Didirikan pada Desember 2004 di Manado sebagai kelanjutan dari CV Sinar Terang yang berdiri sejak Desember 1997, perusahaan ini telah berkembang menjadi kontraktor tambang terpercaya.
MINE bergerak dalam berbagai bidang, termasuk pekerjaan tanah, pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan drainase, pemindahan lapisan penutup, pengambilan bijih, pengangkutan bijih, manajemen stockpile, dan pengapalan bijih.
Saat ini, MINE menjalankan aktivitas jasa penunjang pertambangan nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, dan di Weda, Maluku Utara, melalui perjanjian kontrak dengan pemberi kerja. Perusahaan memiliki visi untuk menjadi perusahaan pertambangan unggul dengan kegiatan usaha terpadu, serta misi untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan pertambangan nasional.
Pada 10 Maret 2025, MINE resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menawarkan 612.665.300 saham, setara dengan 15 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO, dengan nilai nominal Rp100 per saham. Harga penawaran awal ditetapkan pada rentang Rp200-216 per saham, berpotensi meraih dana hingga Rp132,33 miliar.
Pada debut perdagangan perdananya, saham MINE melonjak 54 poin atau 25 persen ke posisi Rp270 per saham.
Dana yang diperoleh dari IPO, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan dialokasikan sebagai berikut:
Kinerja keuangan MINE menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Pada tahun yang berakhir 31 Desember 2023, laba kotor meningkat 91 persen secara YoY menjadi Rp425 miliar, berkontribusi terhadap peningkatan laba bersih yang melonjak 98,6 persen menjadi Rp218,1 miliar.
Rasio profitabilitas juga mengalami peningkatan, dengan gross profit margin mencapai 24,2 persen pada tahun 2023, naik dari 15,5 persen pada tahun sebelumnya. Net profit margin mencapai 12,4 persen, return on equity (RoE) tumbuh 54,5 persen, dan return on assets (RoA) naik 31,6%. Rasio solvabilitas perusahaan juga sehat, dengan debt to asset ratio (DAR) sebesar 1,21x dan debt to equity ratio (DER) sebesar 0,61x.
Perusahaan berkomitmen membayarkan dividen tunai kepada pemegang saham dengan rasio sebanyak-banyaknya 30 persen dari saldo laba positif mulai tahun buku 2025, dengan tetap memperhatikan kesehatan perusahaan dan keputusan RUPS sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan.
Hingga tahun 2025, MINE telah berhasil mengamankan empat kontrak kerja dengan dua pelanggan utama, yaitu PT Weda Bay Nickel dan PT Hengjaya Mineralindo. Perusahaan terus berupaya menambah jumlah pelanggan dengan mencari pemberi kerja yang dapat dipercaya dan selalu berhasil memperpanjang kerja sama, bahkan kontrak jangka panjang dengan pelanggan tersebut.
MINE memiliki beberapa keunggulan kompetitif yang meningkatkan daya saing dan nilai jual perusahaan, antara lain:
Pengalaman lebih dari 20 tahun dalam menyediakan jasa penunjang pertambangan, terutama bahan tambang nikel.
Rekam jejak yang baik dan profesional dengan portofolio pemberi kerja yang beragam dan memiliki kredibilitas.
Kapabilitas sebagai penyedia layanan pertambangan lengkap (full-fledged mining services), menawarkan jasa penunjang pertambangan end-to-end, mulai dari perencanaan tambang, pembangunan infrastruktur tambang, hingga pemindahan lapisan penutup, pengambilan bijih, pengangkutan, dan perawatan infrastruktur pertambangan.
Fokus pada jasa penunjang pertambangan nikel yang saat ini berkembang pesat seiring dengan pertumbuhan kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) yang menggunakan nikel sebagai salah satu komponen baterai.
Dengan berbagai keunggulan tersebut, PT Sinar Terang Mandiri Tbk (MINE) siap berkontribusi signifikan dalam industri pertambangan nasional dan terus berkembang seiring dengan permintaan global akan nikel yang meningkat.(*)