Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

DPR Wanti-wanti soal Inbreng BUMN ke Danantara

Pemerintah menargetkan inbreng saham BUMN ke Danantara selesai sebelum akhir bulan. DPR menegaskan pentingnya pengawasan ketat agar proses ini sesuai dengan regulasi dan tidak merugikan negara.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 20 March 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Moh. Alpin Pulungan
DPR Wanti-wanti soal Inbreng BUMN ke Danantara Wakil Menteri BUMN, Dony Oskaria, memberikan pernyataan kepada awak media usai menghadiri rapat bersama DPR terkait pengalihan saham BUMN ke Danantara di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025. Foto: KabarBursa/Dian Finka.

KABARBURSA.COM - Komisi VI DPR menggelar rapat tertutup membahas pengalihan atau inbreng saham perusahaan perusahaan milik BUMN ke Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

Anggota Komisi VI DPR, Sarmuji menegaskan pihaknya telah mewanti-wanti BUMN untuk rencana pemindahan saham (inbreng) BUMN ke Danantara.

"Banyak wanti-wantinya. Tapi kan rapat tertutup, jadi enggak boleh diomongin," jelas Sarmuji di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025.

Ia menekankan, pemindahan saham ini merupakan efek dari undang-undang Nomor 19 Tahun 2025 tentang BUMN.

"Ya itu konsekuensi dari undang-undang kemarin kan. Jadi ya undang-undangnya diketok ya pasti disetujui lah oleh Komisi VI," katanya.

Inbreng Sebelum Akhir Bulan

Pemerintah menargetkan penyelesaian inbreng saham BUMN ke Danantara sebelum akhir bulan ini. Wakil Menteri BUMN, Dony Oskaria, memastikan langkah ini akan dilakukan sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dimulai.

“Insyaallah sebelum RUPS sudah kita lakukan inbreng, sebelum akhir bulan ini. Beberapa RUPS kan akan mulai di akhir bulan, jadi kita optimis bisa lebih cepat,” ujar Dony usai rapat bersama DPR RI di Kompleks Parlemen, Rabu, 19 Maret 2025.

Menurutnya, inbreng akan dilakukan sekaligus dan memiliki dasar hukum yang jelas. Pemerintah telah menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) khusus sebagai landasan kebijakan ini. “Kita sudah membuat PP inbrengnya. Hari ini juga kami berkonsultasi dengan DPR mengenai PP tersebut,” katanya.

Dony mengatakan baik holding investasi maupun operasional di dalam Danantara akan berbentuk perseroan terbatas (PT). Mengenai pengelolaan saham BUMN di bawah Kementerian BUMN, setiap proses merger, akuisisi, atau privatisasi tetap harus mendapat persetujuan DPR.

“Tetap ke DPR. Kan ada ketentuan merger, penggabungan, privatisasi, itu harus kita koordinasikan,” ujarnya.

Dony menambahkan, pertemuan dengan DPR kali ini merupakan bagian dari tahapan lanjutan pembentukan Danantara mengenai mekanisme inbreng. “Tahapan berikutnya yang harus segera kita lalui adalah melakukan inbreng perusahaan-perusahaan BUMN ke Danantara, sesuai dengan ketentuan undang-undang,” katanya.

Laba BUMN ke Danantara

Selain soal inbreng saham BUMN ke Danantara, sorotan yang tak kalah penting adalah rencana pengalihan laba BUMN sebesar Rp300 triliun ke sovereign wealth fund tersebut. Langkah ini dinilai berisiko memperlebar defisit APBN 2025 yang sebelumnya sudah berada di ambang batas aman.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai kebijakan ini bukan bagian dari upaya efisiensi anggaran, melainkan justru mengurangi pendapatan negara yang seharusnya masuk ke kas pemerintah.

“Laba BUMN merupakan bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditargetkan Rp90 triliun dalam APBN 2025. Jika sebesar Rp300 triliun dialihkan ke Danantara, maka ini bukan pemangkasan belanja, melainkan pengurangan pendapatan negara,” ujar Awalil dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025, lalu.

Awalil mempertanyakan keakuratan target laba BUMN Rp300 triliun yang disebutkan pemerintah. Selama beberapa tahun terakhir, laba BUMN hanya berkisar Rp80 triliun, jauh di bawah angka yang ditetapkan untuk pengalihan ke Danantara. Perbedaan angka ini memunculkan pertanyaan mengenai dasar perhitungan pemerintah dalam menentukan besaran dana yang akan dialihkan.

Ia juga menyoroti ketidaktepatan nomenklatur dalam pidato Presiden Prabowo mengenai efisiensi anggaran. Menurutnya, dalam struktur APBN, efisiensi seharusnya merujuk pada pengelolaan belanja negara, bukan pengurangan pendapatan yang justru berpotensi memperlebar defisit.

“Jika bicara efisiensi anggaran, maka seharusnya fokus pada belanja negara yang mencakup pengeluaran pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Namun, dalam pidato tersebut, ada ketidaksesuaian dengan kaidah APBN yang lazim,” jelasnya.

Belanja negara sendiri terbagi menjadi dua kategori utama, yakni Belanja Pemerintah Pusat (BPP) dan Transfer ke Daerah (TKD). BPP mencakup pengeluaran operasional dan pembangunan, sedangkan TKD adalah anggaran yang disalurkan ke pemerintah daerah untuk dimasukkan dalam APBD. Ketidaktepatan nomenklatur ini berisiko membingungkan implementasi kebijakan keuangan negara.

Selain itu, Awalil memperingatkan  kebijakan ini dapat memperburuk stabilitas fiskal. Dengan target pendapatan APBN 2025 sebesar Rp3.005 triliun yang berisiko tidak tercapai, defisit anggaran berpotensi melewati Rp616 triliun dan mendekati rasio 3 persen terhadap PDB.

Jika laba BUMN sebesar Rp90 triliun tidak masuk ke APBN karena dialihkan ke Danantara, maka defisit bisa semakin melebar. Kondisi ini dapat mengurangi kepercayaan investor, yang selama ini sangat bergantung pada kredibilitas fiskal Indonesia.

“Jika efisiensi belanja tidak dilakukan secara transparan dan terencana, maka kebijakan ini justru bisa memperburuk pengelolaan APBN. Seperti yang sering dikatakan, setan anggaran bersembunyi dalam rincian,” kata Awalil.(*)