KABARBURSA.COM - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memulai perdagangan hari ini dengan catatan positif setelah mengalami tekanan tajam pada sesi sebelumnya.
Mengutip data Bloomberg, Kamis, 20 Maret 2025, rupiah bergerak menguat ke level Rp16.493 per USD pada pukul 09.22 WIB, naik sebesar 38 poin atau 0,23 persen dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di level Rp16.531 per USD. Sementara itu, data dari Yahoo Finance menunjukkan rupiah berada di level Rp16.484 per USD, menguat 35 poin atau 0,21 persen dari posisi sebelumnya di Rp16.519 per USD.
Namun, meskipun mencatat penguatan pada sesi pembukaan, analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah masih berpotensi bergerak fluktuatif dan cenderung melemah di sepanjang hari. Menurutnya, tekanan eksternal masih cukup besar dan dapat memengaruhi pergerakan mata uang Garuda.
Ia memperkirakan rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp16.520 hingga Rp16.580 per USD hingga akhir sesi perdagangan.
Dari BI Rate ke The Fed
Salah satu alasan penguatan rupiah adalah kebijakan moneter global, Bank Sentral AS (The Federal Reserve) diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan di level 4,5 persen setelah pertemuan mereka pada Rabu, 26 Maret 2025. Keputusan ini diambil di tengah ketidakpastian ekonomi yang masih tinggi, terutama sejak Presiden Donald Trump kembali berkuasa.
Para pejabat The Fed telah menekankan bahwa proyeksi ekonomi AS masih diselimuti ketidakpastian, mengingat berbagai kebijakan Trump yang dapat memengaruhi pasar keuangan dan perdagangan global.
Selain itu, The Fed dijadwalkan merilis ringkasan proyeksi ekonomi terbarunya yang diharapkan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah kebijakan moneter mereka ke depan. Kebijakan dagang yang diambil Trump, khususnya terkait peningkatan tarif terhadap Kanada dan Meksiko, menambah ketidakpastian ekonomi AS.
Presiden AS tersebut telah memperingatkan bahwa tarif yang lebih tinggi akan mulai diberlakukan pada awal April, yang dikhawatirkan dapat menghambat perdagangan global dan meningkatkan inflasi di AS.
Ketegangan geopolitik juga menjadi faktor yang memengaruhi pergerakan pasar global. Trump menegaskan akan melanjutkan serangan negaranya terhadap kelompok Houthi di Yaman serta berencana meminta pertanggungjawaban Iran atas gangguan pengiriman di Laut Merah.
Sementara itu, situasi di Timur Tengah semakin memanas setelah serangan udara Israel ke Gaza menewaskan sedikitnya 200 orang, mengakhiri gencatan senjata yang berlangsung selama seminggu. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas pasokan minyak dari kawasan tersebut, yang berpotensi memicu lonjakan harga energi di pasar global.
Dengan berbagai faktor eksternal yang masih membayangi, pergerakan rupiah dalam jangka pendek diprediksi tetap volatil. Pelaku pasar akan terus mencermati kebijakan moneter The Fed, kebijakan perdagangan AS di bawah Trump, serta dinamika geopolitik global yang dapat memberikan tekanan tambahan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
BI Rate Tetap di 5,75 Persen, Strategi Stabilitas dan Daya Tarik Investasi
Sehari sebelum keputusan The Fed menahan suku bunga, Bank Indonesia (BI) juga kembali mempertahankan suku bunga acuan atau BI Rate di level 5,75 peraen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 18-19 Maret 2025. Keputusan ini diambil sejalan dengan strategi moneter yang berorientasi pada stabilitas, sekaligus langkah pre-emptive dan forward-looking guna menjaga inflasi tetap berada dalam target 2,5±1 persen.
Selain mempertahankan BI Rate, BI juga menetapkan suku bunga Deposit Facility tetap di 5,0 persen dan Lending Facility di 6,50 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas ekonomi dan daya saing investasi, terutama dalam menarik aliran modal asing.
Dalam konferensi pers yang digelar di kantor pusat BI di Jakarta, Perry Warjiyo menjelaskan bahwa keputusan ini tidak hanya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tetapi juga memastikan kebijakan moneter tetap efektif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan mempertahankan suku bunga saat ini, BI berharap dapat memberikan kepastian bagi pelaku pasar serta menjaga kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Meskipun tekanan eksternal, seperti dinamika global dan kebijakan suku bunga bank sentral di negara lain, masih menjadi faktor yang perlu diwaspadai, BI optimistis kebijakan ini akan membantu menjaga stabilitas makroekonomi nasional. Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memastikan inflasi tetap terkendali serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan signifikan hingga 18 Maret 2025, mencatat apresiasi sebesar 0,94 persen secara point-to-point (ptp). Sebelumnya, pada Februari 2025, rupiah sempat mengalami pelemahan sebesar 1,69 persen akibat berkurangnya aliran modal asing ke pasar saham regional, termasuk Indonesia. Faktor utama yang memicu penurunan tersebut adalah ketidakpastian global yang mempengaruhi sentimen investor.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, menegaskan bahwa nilai tukar rupiah tetap dalam kondisi terkendali berkat kebijakan stabilisasi yang diterapkan oleh BI.(*)