KABARBURSA.COM – Anggota Komisi XI DPR, Harris Turino, melayangkan kritik tajam terhadap Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dinilai terlalu normatif dalam menyusun kebijakan. Menurutnya, korupsi yang menjadi biang keladi sulitnya investasi masuk ke Indonesia tidak bisa diatasi hanya dengan kebijakan di atas kertas.
"Skor Corruption Perception Index (CPI) kita ada di level 37, dengan peringkat ke-99 dari 180 negara. Ini masalah besar. Seolah-olah Bappenas berpikir bahwa cukup dengan mengusulkan kebijakan normatif, korupsi bisa diselesaikan. Saya sangat meragukan hal ini," ujar Harris dalam rapat bersama Bappenas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Maret 2025.
Lebih jauh, ia membandingkan kondisi Indonesia dengan negara-negara yang memiliki tingkat korupsi serupa. Ethiopia dan Laos, misalnya, tetap mampu mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen meskipun skala ekonominya jauh lebih kecil. Namun, Harris menegaskan bahwa Indonesia tidak seharusnya bercermin pada negara-negara dengan ekonomi terbatas.
"Apakah Indonesia akan menjadi seperti Ethiopia dan Laos? Saya berharap tidak. Jika korupsi tidak ditangani lebih serius, indeks CPI kita bisa semakin turun dan peringkatnya semakin naik," jelasnya.
Ia lantas manyinggung negara-negara dengan indeks CPI lebih buruk dari Indonesia, seperti Kamboja, Bangladesh, dan Mozambik, yang masuk dalam peringkat 140-180 dunia. Ia mempertanyakan apakah Indonesia ingin terjebak dalam kategori negara dengan citra buruk dalam tata kelola pemerintahan seperti negara-negara tersebut.
"Harapan kita adalah Indonesia bisa tumbuh 8 persen dengan ekonomi yang inklusif dan bersih dari korupsi. Namun, dari hasil penelusuran saya, tidak ada negara dengan skala ekonomi seperti Indonesia yang mampu tumbuh 8 persen dengan tingkat korupsi yang sama," katanya.
Harris pun mendesak pemerintah agar segera mengambil langkah konkret, salah satunya dengan mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 secara maksimal. Menurutnya, Bappenas sebagai lembaga yang menjabarkan visi dan misi Presiden harus menempatkan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama. "Diperlukan upaya luar biasa, bukan sekadar lip service semata. Ini adalah catatan penting yang harus kita garis bawahi bersama," katanya.
Investasi 2024 Lampaui Target, Serapan Tenaga Kerja Melonjak
Di tengah kekhawatiran mengenai daya tarik Indonesia di mata investor global, realisasi investasi sepanjang 2024 justru mencatatkan angka yang cukup impresif. Kementerian Investasi melaporkan bahwa investasi yang masuk sepanjang Januari hingga Desember 2024 mencapai Rp1.714,2 triliun, melampaui target Presiden yang dipatok di angka Rp1.650 triliun. Angka ini juga setara dengan 138,3 persen dari target Rencana Strategis (Renstra) yang ditetapkan sebesar Rp1.239,3 triliun.
Lebih menarik lagi, peningkatan investasi ini berdampak langsung pada penyerapan tenaga kerja. Sepanjang tahun, sebanyak 2.456.130 orang terserap dalam berbagai proyek investasi, naik signifikan 34,7 persen dibanding tahun sebelumnya.
Dari sisi wilayah, investasi masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan total Rp818,8 triliun atau 47,8 persen dari keseluruhan investasi. Namun, luar Jawa mulai menunjukkan daya saing dengan realisasi Rp895,4 triliun atau 52,2 persen dari total investasi, tumbuh 22,5 persen dibanding tahun sebelumnya.
Jika dilihat dari sumber modalnya, Penanaman Modal Asing (PMA) masih mendominasi dengan total Rp900,2 triliun atau 52,5 persen dari total investasi, meningkat 21 persen secara tahunan. Sementara itu, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencatatkan Rp814 triliun atau 47,5 persen dari total investasi, naik 20,6 persen dibanding tahun sebelumnya.
Jawa Barat Jadi Magnet Investor, Jakarta di Posisi Kedua
Dari segi lokasi, Jawa Barat menjadi provinsi dengan realisasi investasi terbesar, mencatatkan Rp251,1 triliun atau 14,7 persen dari total investasi nasional. Jakarta menyusul di posisi kedua dengan Rp241,9 triliun atau 14,1 persen, sementara Jawa Timur berada di urutan ketiga dengan Rp147,3 triliun (8,6 persen). Posisi keempat ditempati oleh Sulawesi Tengah dengan realisasi Rp139,9 triliun (8,2 persen), sementara Banten melengkapi daftar lima besar dengan Rp105,6 triliun (6,2 persen).
Industri Logam dan Pertambangan Jadi Primadona Investasi
Jika ditinjau dari sektor usaha, industri logam dasar menjadi sektor favorit bagi investor asing dengan total investasi mencapai USD13,6 miliar atau 22,6 persen dari total PMA. Sektor pertambangan juga menarik perhatian investor dengan nilai investasi USD5,2 miliar (8,6 persen). Sektor lainnya yang masuk lima besar adalah industri kertas dan percetakan (USD4,8 miliar), transportasi dan telekomunikasi (USD4,7 miliar), serta industri kimia dan farmasi (USD4,1 miliar).
Di sisi PMDN, sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi menempati posisi teratas dengan investasi Rp120,1 triliun (14,8 persen). Disusul oleh sektor pertambangan dengan Rp106,9 triliun (13,1 persen), serta perumahan dan kawasan industri dengan Rp76,5 triliun (9,4 persen).
Singapura Masih Jadi Investor Terbesar, Amerika Serikat di Posisi Kelima
Dari sisi negara asal investor, Singapura masih menjadi penyumbang PMA terbesar dengan total investasi USD20,1 miliar. Hongkong berada di urutan kedua dengan USD8,2 miliar, diikuti oleh China (USD8,1 miliar), Malaysia (USD4,2 miliar), dan Amerika Serikat (USD3,7 miliar).
Dengan capaian ini, Kementerian Investasi optimistis Indonesia tetap menjadi destinasi menarik bagi investor global. Namun, apakah pertumbuhan investasi ini cukup untuk menjawab tantangan ekonomi yang lebih luas?