Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

DPR Soroti Nasib Investasi Taspen dan Asabri di Emiten PGAS

Nasib investasi dana pensiun ASN di PGAS jadi sorotan DPR. Selain itu, proyek FSRU Lampung hingga akuisisi migas yang diduga kemahalan juga dikritisi.

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 13 March 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Moh. Alpin Pulungan
DPR Soroti Nasib Investasi Taspen dan Asabri di Emiten PGAS PGN LNG Indonesia melaksanakan Ship-to-Ship Transfer (STS) ke-47 pada 20 Juni 2023, memindahkan kargo LNG dari Terminal LNG Tangguh ke kapal LNG Prima Carrier untuk kebutuhan PLN. Foto: Instagram @pgnlngindonesia.

KABARBURSA.COM – Duit pensiunan ASN itu sakral, setidaknya begitu menurut Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka. Dalam rapat bersama Komisi VI DPR, ia menyoroti investasi yang dilakukan PT Taspen (Persero) dan PT Asabri (Persero) di PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) sejak 2015. Masalahnya, transparansi dan nasib investasi ini masih menjadi tanda tanya besar, sementara sumber dananya berasal dari pemotongan gaji aparatur sipil negara (ASN) untuk tabungan hari tua dan jaminan pensiun.

“Taspen menginvestasikan sekitar Rp400 miliar ke perusahaan DAS PGN di tahun 2015, saat harga sahamnya masih berkisar Rp4.000 hingga Rp5.000 per lembar. Sementara ASABRI mengalokasikan sekitar Rp400 juta,” ujar Rieke dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Maret 2025.

Bukan soal nominal besar atau kecil yang disoroti Rieke, tapi juga soal tanggung jawab dalam mengelola dana ini. “Dana ini bukan dana biasa, melainkan hak para pensiunan ASN. Oleh karena itu, harus ada kejelasan mengenai perkembangan investasi ini,” ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Tak hanya investasi yang disorot, Rieke juga menyinggung wacana pengalihan pengelolaan dana pensiun ASN ke Kementerian Keuangan. Menurutnya, jika memang ada perubahan besar seperti itu, maka regulasinya harus jelas dan tetap melindungi hak-hak pensiunan.

“DPR sebelumnya sudah membahas kemungkinan pengalihan dana pensiun ASN ke Kementerian Keuangan. Namun, perlu dipastikan bahwa kebijakan ini tetap berpegang pada regulasi yang ada, baik terkait kewenangan maupun mekanisme pengelolaannya,” katanya.

Proyek Gas yang Bikin Pusing Banyak Pihak

Sementara itu, selain mempertanyakan transparansi investasi dana pensiun ASN, Rieke juga menyoroti sejumlah proyek energi yang dinilai bermasalah dan berpotensi merugikan negara, mulai dari infrastruktur gas yang mangkrak hingga akuisisi migas yang dinilai tidak wajar.

Sedikitnya ada tiga hal yang bikin Rieke Diah Pitaloka geram dalam rapat Komisi VI DPR RI. Pertama, proyek gas alam cair yang terbengkalai. Kedua, akuisisi migas oleh PT Saka Energi Indonesia yang katanya kemahalan. Dan ketiga, kerja sama antara PGAS dengan Gunvor Pte Ltd Singapore yang disebut-sebut berpotensi bikin negara buntung.

Dari semua isu itu, FSRU Lampung jadi yang paling bikin geleng-geleng kepala. Proyek ini diharapkan bisa jadi solusi ketahanan energi, tapi malah jadi beban keuangan.

“Saya sudah memperjuangkan pengungkapan kasus FSRU Lampung sejak 2018. Ini bukan masalah baru, tapi sampai sekarang dampaknya masih membebani keuangan perusahaan dan negara,” ujar Rieke dalam rapat tersebut.

Laporan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga mengamini kalau proyek ini bermasalah. Sejak 2017 hingga semester pertama 2022, BPK mencatat bahwa FSRU Lampung dan terminal gas alam cair di Teluk Lamong, Surabaya, mengalami banyak kendala. Salah satu biang keroknya adalah perencanaan yang amburadul dan pasar yang nggak siap, bikin fasilitas yang sudah dibangun jadi setengah jalan.

Padahal, proyek ini awalnya dirancang untuk mendukung ketahanan energi nasional sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 2011. Sayangnya, dalam perjalanannya, ada keputusan mendadak dari Kementerian BUMN yang memindahkan lokasi proyek dari Belawan ke Lampung. Nahasnya, di lokasi baru ini, tak ada kepastian pasar yang bisa menyerap pasokan gas dari fasilitas tersebut. Akibatnya, PGAS harus nombok buat biaya operasional, sementara pemanfaatannya tak maksimal.

Persoalan ini pun pernah masuk radar penegak hukum. Pada 2016, Kejaksaan Agung sempat menyelidiki dugaan korupsi di proyek ini, bahkan sampai mencekal salah satu petinggi PGAS. Tapi entah kenapa, penyidikan tiba-tiba dihentikan pada April 2017 lewat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Padahal, BPK sudah menemukan indikasi kerugian negara yang cukup bikin meringis.

Lalu, pada April 2023, BPK balik lagi dengan laporan audit terbaru ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kali ini, mereka mengungkap ada 16 temuan dalam pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi PGAS antara 2017-2022. Salah satu yang paling disorot adalah kerugian operasional dari proyek FSRU Lampung serta terminal LNG Teluk Lamong. Meski laporan sudah disetor ke KPK, perkembangan hukumnya masih jalan di tempat.

Selain proyek FSRU, Rieke juga menyoroti akuisisi blok migas yang dilakukan PT Saka Energi Indonesia pada 2013-2015. Katanya, perusahaan ini beli tiga blok migas dengan harga yang kelewat mahal.

“Laporan BPK menyebutkan bahwa akuisisi tiga blok migas—Ketapang, Pangkah, dan Fasken, Texas—dilakukan dengan harga yang lebih tinggi dari seharusnya. Total kelebihan pembelian mencapai ratusan juta dolar,” katanya.

Jadi, kalau ditotal-total, bukan cuma proyek FSRU Lampung yang dipersoalkan DPR, tapi juga investasi migas yang tampaknya lebih mahal dari seharusnya. Pertanyaannya ini adalah siapa yang bakal bertanggung jawab atas semua ini?(*)