Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

DPR Soroti Kepatuhan Gunvor dalam Kontrak dengan PGN

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 12 March 2025 | Penulis: Dian Finka | Editor: Yunila Wati
DPR Soroti Kepatuhan Gunvor dalam Kontrak dengan PGN Ilustrasi pekerja PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Foto: Dok PGAS

KABARBURSA.COM -Anggota Komisi VI D PR RI Rieke Diah Pitaloka, menyoroti dugaan ketidakpatuhan perusahaan energi Gunvor Pte Ltd Singapore terhadap kontrak kerja sama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN). 

Ia menilai Gunvor tidak transparan dalam menyampaikan informasi mengenai pembelinya (buyers), meskipun hal tersebut menjadi kewajiban dalam perjanjian yang telah disepakati.  

"Ada indikasi Gunvor mencoba untuk tidak patuh pada kesepakatan yang ada. Mereka tidak membuka siapa pembelinya ke PGN, padahal itu jelas tertulis dalam kontrak," ujar Rieke dalam rapat dengar pendapat di Komisi VI DPR RI, Rabu, 12 Maret 2025.  

Selain masalah transparansi pembeli, Rieke juga menyoroti ketidaksesuaian lokasi pengiriman gas alam cair (LNG). Dalam kontrak, pengiriman seharusnya dilakukan ke Jepang, tetapi dalam praktiknya Gunvor justru meminta PGN mengirimkan LNG ke China dan Korea.  

"Kontraknya jelas menyebutkan tujuan pengiriman adalah Jepang, tetapi PGN justru diminta mengirim ke berbagai lokasi lain. Ini tentu berpengaruh terhadap perhitungan dan kewajiban yang ada," tegasnya.  

Lebih lanjut, Rieke menyebutkan bahwa ketika PGN berupaya memenuhi kewajibannya dengan mengirim kargo LNG yang ketiga dan seterusnya, justru ditolak oleh Gunvor dengan alasan mereka sudah melakukan pengadaan sendiri.  

"PGN memiliki kewajiban mengirim tujuh kargo LNG. Kargo pertama dan kedua memang ada kendala, tetapi ketika mereka siap mengirim kargo selanjutnya, Gunvor malah menolak dengan alasan sudah mengadakan sendiri. Ini patut dipertanyakan," ujarnya.  

PGN di Arbitrase Internasional

Saat ini, kasus sengketa antara PGN dan Gunvor telah dibawa ke arbitrase di London. Rieke menegaskan bahwa PGN tidak bisa dibiarkan berjuang sendiri dalam menghadapi kasus ini, mengingat ini menyangkut kredibilitas Indonesia dalam kontrak bisnis internasional.  

"Kasus ini sudah masuk ke arbitrase di London. PGN tidak bisa sendiri dalam menghadapi ini. Saya meminta dukungan penuh, termasuk dari Kementerian Luar Negeri, karena ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga menyangkut citra Indonesia dalam menegakkan aturan kontrak internasional," tandasnya. 

Gugatan Gunvor

PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) saat ini tengah menghadapi gugatan arbitrase yang diajukan oleh Gunvor Singapore Pte Ltd di The London Court of International Arbitration (LCIA). 

Sengketa ini berkaitan dengan ketentuan dalam Master LNG Sales & Purchase Agreement serta Confirmation Notice antara kedua belah pihak. Dalam kasus ini, Gunvor bertindak sebagai pemohon, sementara PGN menjadi pihak termohon.

Direktur Utama PGN Arief Setiawan, menyatakan bahwa perusahaan sedang menyusun strategi pembelaan melalui penyusunan statement of defense. Untuk memperkuat posisi hukum, PGN telah menunjuk tim hukum baru yang dinilai lebih gigih dan berani dalam menangani sengketa ini. 

Arief mengungkapkan bahwa pihaknya merasa perlu melakukan pergantian tim hukum agar dapat memberikan perlawanan yang lebih optimal dalam arbitrase tersebut.

Dalam kontrak tahun 2024, PGN memiliki kewajiban untuk mengirimkan tujuh kargo LNG kepada Gunvor. Namun, dari jumlah tersebut, dua kargo pertama mengalami kegagalan pengiriman. Ketika PGN siap mengirimkan kargo ketiga, keempat, dan kelima, pihak Gunvor justru menolak menerima pengiriman dengan alasan telah melakukan pengadaan LNG sendiri. 

Situasi ini semakin memperkuat posisi PGN dalam arbitrase, karena dalam kontrak disebutkan bahwa Gunvor seharusnya membeli LNG dari PGN dan menunjukkan pembeli mereka dengan sales purchase agreement (SPA).

Menurut Arief, berdasarkan kesepakatan awal, pengiriman LNG seharusnya dilakukan ke Jepang. Namun, belakangan diketahui bahwa Gunvor mengalihkan tujuan pengiriman ke berbagai lokasi, termasuk Cina dan Korea. 

Fakta ini semakin menegaskan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara tindakan Gunvor dengan kontrak yang telah disepakati, sehingga memberikan posisi yang lebih baik bagi PGN dalam upaya penyelesaian sengketa ini.

Terkait besaran nilai tuntutan, terdapat spekulasi bahwa kerugian yang diklaim mencapai Rp22 triliun. Namun, nilai ini hanya berlaku jika PGN terbukti melakukan willful misconduct, yakni mengabaikan kontrak secara keseluruhan tanpa upaya pemenuhan kewajiban.

Hingga saat ini, Gunvor telah mengajukan klaim senilai USD74 juta, meskipun proses penyelesaian masih berlangsung.

Dalam laporan keuangan per 30 September 2024, PGAS telah membentuk provisi atas kontrak LNG dengan Gunvor sebesar USD72,02 juta, meningkat dari posisi provisi tahun sebelumnya yang berada di level USD68,54 juta. Langkah ini mencerminkan kesiapan PGN dalam menghadapi kemungkinan dampak keuangan dari arbitrase ini.

Dengan argumentasi hukum yang kuat dan bukti yang mendukung posisi PGN, perusahaan tetap optimistis dapat menyelesaikan sengketa ini dengan baik. PGN juga berkomitmen untuk terus memberikan pembaruan perkembangan kasus ini kepada komisaris serta seluruh pemangku kepentingan terkait secara berkala.(*)