KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) menetapkan kebijakan baru terkait pengelolaan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) dengan menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3 Tahun 2025. Regulasi ini merupakan perubahan dari PBI Nomor 7 Tahun 2023 dan mulai berlaku efektif pada 1 Maret 2025, sejalan dengan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 8/2025 yang mengatur tata kelola DHE SDA guna memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan DHE SDA dalam mendukung pembangunan ekonomi dan ketahanan ekonomi jangka panjang.
“Penerbitan ketentuan ini ditujukan untuk mengoptimalkan manfaat DHE SDA dalam mendukung kesinambungan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Ramdan dalam keterangannya, Selasa 11 Maret 2025.
Dalam aturan terbaru ini, BI melakukan beberapa penyesuaian untuk memastikan implementasi yang lebih efektif, antara lain:
1. Kewajiban Penempatan DHE SDA
Eksportir diwajibkan menempatkan devisa hasil ekspor mereka di dalam negeri dengan mekanisme yang telah diatur dalam PP DHE SDA.
2. Penambahan Instrumen Penempatan DHE SDA
Selain instrumen perbankan yang selama ini digunakan, BI kini menyediakan Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI) sebagai pilihan bagi eksportir untuk menempatkan dana mereka.
3. Mekanisme Penukaran DHE SDA ke Rupiah
Regulasi ini juga menegaskan aturan mengenai mekanisme penukaran DHE SDA ke Rupiah agar dapat digunakan secara lebih produktif dalam perekonomian nasional.
BI juga menetapkan beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk penempatan DHE SDA, yaitu:
• Rekening Khusus DHE SDA dalam valuta asing
• Deposito valuta asing di perbankan nasional
• Promissory note valuta asing yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)
• Term deposit operasi pasar terbuka konvensional dalam valuta asing di Bank Indonesia
• SVBI dan SUVBI sebagai instrumen baru yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
• Instrumen lain yang akan ditetapkan sesuai perkembangan regulasi
Instrumen-instrumen tersebut dapat dimanfaatkan oleh eksportir sebagai agunan kredit dalam bentuk Rupiah dari bank atau LPEI, serta sebagai dasar transaksi FX swap untuk melindungi nilai tukar mereka.
Selain itu, bank juga dapat menggunakan dana dalam rekening khusus ini sebagai underlying transaksi swap lindung nilai dengan BI. Dengan demikian, kebijakan ini tidak hanya memperkuat sistem keuangan nasional, tetapi juga memberikan fleksibilitas bagi eksportir dalam mengelola devisa mereka.
BI Perketat Pengawasan DHE SDA
Untuk memastikan implementasi kebijakan berjalan dengan optimal, BI akan meningkatkan pengawasan terhadap pemasukan, penempatan, dan pemanfaatan DHE SDA. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa eksportir mematuhi ketentuan baru dan tidak melakukan penghindaran regulasi.
“Dalam rangka mendukung efektivitas implementasi PP DHE SDA, Bank Indonesia akan melakukan pengawasan ketat atas pemasukan, penempatan, dan pemanfaatan DHE SDA,” pungkas Ramdan.
BI berharap kebijakan tersebut dapat meningkatkan cadangan devisa nasional, menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dengan pemanfaatan devisa hasil ekspor secara lebih optimal di dalam negeri.
Plus dan Minus Peraturan DHE SDA
Pengamat Perbankan & Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo menilai kebijakan baru ini akan meningkatkan pasokan valuta asing di perbankan domestik, memperkuat cadangan devisa, dan menjaga stabilitas likuiditas.
“Namun, jika eksportir memilih untuk menahan dana di rekening khusus tanpa mengonversinya ke rupiah, dampak positif terhadap likuiditas rupiah bisa terbatas. Perbankan harus lebih aktif menawarkan instrumen investasi yang menarik untuk mengelola dana tersebut,” jelas Arianto kepada Kabarbursa.com melalui telepon, Kamis 6 Maret 2025.
Menurutnya, kebijakan ini dapat memperkuat nilai tukar rupiah dengan memastikan ketersediaan dolar AS di dalam negeri. Pasokan valas yang lebih stabil dapat mengurangi tekanan terhadap depresiasi rupiah dan meningkatkan kepercayaan investor.
“Namun, di sisi lain, aturan ini bisa menimbulkan ketidakpuasan dari eksportir yang merasa kehilangan fleksibilitas dalam mengelola devisanya. Hal ini berpotensi meningkatkan biaya konversi serta menambah tantangan bagi perbankan dalam mengelola likuiditas secara efisien,” tambah Arianto.
Jika eksportir merasa terbebani oleh aturan penempatan DHE ini, mereka mungkin akan mencari cara untuk mengalihkan dana ke luar negeri melalui mekanisme tertentu, yang pada akhirnya bisa mengurangi efektivitas kebijakan ini.
Agar kebijakan ini tidak membebani sektor perbankan, bank perlu menyesuaikan strategi mereka dengan menyediakan instrumen investasi dan deposito valas yang lebih kompetitif untuk menjaga agar dana DHE tetap produktif di dalam negeri. Selain itu, bank juga harus menyeimbangkan strategi penyaluran kredit dengan memperkuat pembiayaan ke sektor-sektor berbasis ekspor dan industri yang mendukung rantai pasok global.
Dengan memastikan bahwa dana DHE yang masuk dapat digunakan untuk pembiayaan produktif, kebijakan ini berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional tanpa membebani keseimbangan likuiditas rupiah.
Dikutip kabarbursa.com dari laman resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Peraturan ini merupakan revisi dari PP Nomor 36 Tahun 2023, yang sebelumnya hanya mewajibkan eksportir menempatkan minimal 30 persen DHE SDA dengan jangka waktu minimal tiga bulan. Dalam aturan terbaru, kewajiban tersebut diperketat menjadi 100 persen selama satu tahun.
Namun, pemerintah tetap memberikan fleksibilitas bagi eksportir kecil. Eksportir dengan nilai ekspor di bawah USD 250 ribu per transaksi tidak diwajibkan mengikuti ketentuan pengelolaan DHE. (*)