KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029. Target tersebut dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Menurut skenario yang disusun dalam RPJMN, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan secara bertahap naik dari 5,3 persen pada 2025 menjadi 6,3 persen pada 2026, kemudian meningkat ke 7,5 persen pada 2027, dan 7,7 persen pada 2028, hingga mencapai 8 persen pada 2029.
Ekonom Institute Bright Rizky Awalil mengatakan, target tersebut melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi pascareformasi yang hanya mencapai 4,22 persen dalam periode 2015-2024.
Ia membandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir. Misal dalam kurun waktu 2011-2024, di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai rata-rata 5,03 persen. Sementara, dalam tiga tahun terakhir (2022-2024) justru lebih rendah, yakni 4,63 persen.
“Selama era 2020-2024, pertumbuhan PMTB selalu di bawah 5 persen. Bahkan di era Jokowi, hanya pada 2017-2018 yang bisa di atas 6 persen,” kata Awalil, Minggu, 9 Maret 2025.
Ia memaparkan, data RPJM lampiran I Perpres No. 12/2025 disandingkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang sudah berjalan, misal dari sisi sektoral beberapa sektor utama diproyeksikan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tren historisnya. Sektor pertanian, misalnya, ditargetkan meningkat dari 2,2 persen pada 2025 menjadi 3,46 persen pada 2029. Padahal, rata-rata pertumbuhan sektor ini selama 2011-2024 hanya 3,10 persen bahkan dalam tiga tahun terakhir hanya 1,41 persen.
Sektor industri pengolahan, menjadi salah satu tulang punggung ekonomi, ditargetkan tumbuh dari 5,5 persen pada 2025 menjadi 8,14 persen pada 2029. Sementara itu, realisasi pertumbuhan rata-rata sektor ini selama 2011-2024 hanya 4,02 persen, dengan pertumbuhan dalam tiga tahun terakhir sebesar 4,65 persen.
Ada sektor pertambangan dan penggalian ditargetkan naik dari 5,52 persen pada 2025 menjadi 7,51 persen pada 2029. Sementara, selama 2011-2024, sektor tersebut hanya tumbuh rata-rata 2,09 persen, meskipun dalam tiga tahun terakhir meningkat ke 5,14 persen.
Sektor konstruksi, yang sangat bergantung pada investasi infrastruktur, ditargetkan tumbuh dari 7,65 persen pada 2025 menjadi 9,64 persen pada 2029. Namun, rata-rata pertumbuhan sektor ini selama 2011-2024 hanya mencapai 5,17 persen, dan dalam tiga tahun terakhir turun menjadi 4,65 persen.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang terbesar terhadap PDB, ditargetkan naik dari 5,14 persen pada 2025 menjadi 7,27 persen pada 2029. Namun, realisasi konsumsi rumah tangga pada 2024 meleset dari perkiraan, hanya mencapai 4,94 persen. Dalam periode 2011-2024, rata-rata pertumbuhannya hanya 4,30 persen dengan angka dalam tiga tahun terakhir sebesar 4,90 persen.
Di sisi lain, konsumsi pemerintah ditargetkan tumbuh dari 6,66 persen pada 2025 menjadi 8,49 persen pada 2029. Seedangkan, rata-rata pertumbuhan konsumsi pemerintah dalam periode 2011-2024 hanya 3,21 persen, bahkan dalam tiga tahun terakhir hanya 1,74 persen.
Sementara itu, investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ditargetkan tumbuh dari 5,61 persen pada 2025 hingga 9,65 persen pada 2029. Target ini jauh lebih tinggi dibandingkan tren pertumbuhan investasi selama 2020-2024 yang selalu di bawah 5 persen. Bahkan dalam periode 2011-2024, rata-rata pertumbuhan investasi hanya 4,66 persen.
Menurut Awalil target itu cukup ambisius dan merupakan tantangan besar dalam memastikan realisasi pertumbuhan ekonomi sesuai proyeksi. Ia menyebut pertumbuhan yang lebih tinggi memerlukan n strategi yang lebih konkret dan kebijakan yang lebih agresif untuk mendukung pencapaiannya.
“Target itu terbilang sangat tinggi, butuh reindustrialisasi signifikanika strategi dan kebijakan lebih bersifat melanjutkan, maka terancam akan gagal pula.,” kata dia.
Investor perlu mencermati beberapa aspek dari data pertumbuhan ekonomi dalam RPJMN 2025-2029 karena target yang ditetapkan pemerintah berimplikasi terhadap prospek sektor bisnis, kebijakan ekonomi, dan stabilitas pasar keuangan.
Investor juga perlu mempertanyakan apakah ada kebijakan konkret yang dapat mendorong pertumbuhan secepat itu, mengingat sektor-sektor utama masih menghadapi tantangan struktural.
Misal pada sektor konstruksi diproyeksikan tumbuh 9,64 persen pada 2029, yang mensyaratkan investasi infrastruktur besar-besaran. Investor di sektor properti dan bahan bangunan harus mencermati apakah pemerintah memiliki anggaran yang cukup untuk mendorong proyek-proyek besar.
Investasi (PMTB) ditargetkan tumbuh 9,65 persen pada 2029, tetapi dalam periode 2020-2024 selalu di bawah 5 persen. Jika kebijakan insentif investasi tidak cukup kuat, realisasi target ini bisa meleset, berimbas pada sektor properti, manufaktur, dan infrastruktur. Sementara rencana efisiensi anggaran pemerintah dapat menekan belanja negara, yang berpotensi menghambat investasi di proyek strategis.
Investor perlu mempertimbangkan apakah target yang ditetapkan dalam RPJMN 2025-2029 realistis atau hanya optimisme tanpa dasar yang kuat. Jika kebijakan yang mendukung target ini tidak cukup jelas, maka potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari ekspektasi bisa menekan pasar saham dan investasi sektor riil.(*)